Sadar jika bangkai tak mungkin selamanya bisa di tutupi. Hari-hari berikutnya El lebih sering mendatangi rumah Aisyah, alasan rindu dan hanya singgah sering kali dia ungkapkan. Padahal sebenarnya tidaklah seperti itu, melainkan dia sedang takut akan kehadiran Laura di rumah Aisyah, terlebih lagi wanita itu sedang mengandung anaknya.
"Jangan sampai Laura berbicara yang macam-macam kepada Aisyah."
El benar-benar tak bisa berhenti berpikir dan berpikir, bahkan satu malam terasa sulit di lewati dengan rasa khawatir yang tak terkira.
Hubungan yang hampir satu tahun terjalin bersama Aisyah bukanlah mudah bagi keduanya, perbedaan status membuat Aisyah terkadang mendapat celaan dari gadis yang juga menyukai El yang tampan dan mapan. Begitu pula sebaliknya El berulang kali harus bertarung dengan rasa cemburu karena banyak pria yang mendekati Aisyah, dan pernah sekali El harus bermusuhan dengan seorang rekan bisnis yang juga terobsesi dengan Aisyah.
Sayang rasanya jika harus berakhir. Dan entah mengapa beberapa hari terakhir El mendatangi Aisyah malah tak sekalipun ia bertemu atau mendapat kesempatan untuk bicara kepada wanita yang dianggapnya berbahaya itu.
Hingga di satu pagi Eliezer kembali mendatangi rumah Aisyah. Dan entah kebetulan atau keberuntungan, pagi itu Laura sedang ada di halaman rumah tersebut.
"Ikut aku!" El menarik tangan Laura, ketika baru saja keluar dari mobilnya, tentu dengan tak dapat menolak Laura masuk ke dalam mobil Eliezer.
"Kita akan kemana?" tanya Laura terlihat kesal.
"Kita ke apartemenku!" jawab El tak menoleh, setelah mobilnya melaju.
"Stop! Aku tidak mau ke apartemen." Laura membentak dan menarik-narik lengan El, bayangan saat di paksa oleh El kala itu masih begitu jelas. Bahkan tubuhnya sering gemetar ketika teringat saat pria bernama El melakukannya.
"Jangan konyol! Aku belum mau mati karena wanita seperti dirimu. Dan lagi, aku belum menikahi Aisyah." ucapnya sombong di akhir kata.
"Berhenti kataku!" Laura kembali emosi mendengar Eliezer akan menikah dengan Aisyah adiknya.
Eliezer menepikan mobilnya, tak mau mengambil resiko dan tentunya tak ingin mati sia-sia bersama wanita yang amat di bencinya saat ini.
"Tinggalkan adikku!" ucap Laura dengan nafas di dadanya naik turun. Berhasil membuat pria disampingnya menoleh cepat.
"Kau tidak punya hak mengaturku! Siak sekali aku sudah bertemu denganmu." geram Eliezer tak kalah kesal, kepalanya berdenyut pening hingga Eliezer memukul setir di hadapannya.
"Sial katamu? Tentu saja akulah yang sangat sial, kau sudah merusak hidupku, meniduri ku dengan paksa, menyakitiku, dan sekarang malah kau mengaggap bertemu denganku adalah sebuah kesialan? Lalu nyawa yang ada di dalam perutku ini apa?" Laura menunjuk perutnya sendiri.
"Aku tidak sengaja, aku menganggap mu Aisyah malam itu." ucap Eliezer sedikit pelan, menyadari kesalahannya sangat besar.
"Tidak sengaja?" sungguh Laura tidak bisa berkata apa-apa, tak habis pikir dengan laki-laki yang sampai saat ini bahkan tak tau namanya.
"Maksudku, sungguh aku tak bermaksud melakukan itu denganmu." Eliezer bersusah payah mencari cara bagaimana menjelaskan dengan wanita di sampingnya.
"Apapun alasanmu, bahkan tidak sengaja mu itu tidak mengembalikan apapun." Laura mulai menangis.
Eliezer menarik nafas, ia benar-benar tidak tega melihat gadis itu menangis. Jujur saja jika hatinya juga berkata Eliezer-lah yang salah.
Lama tak saling bicara, keduanya larut dalam pikiran masing-masing.
"Aku minta maaf!" ucap Eliezer menelan ludahnya dengan paksa, rasanya maaf itu sungguh berat walaupun dia sendiri tahu sudah melakukan kesalahan besar.
"Aku tidak mau memaafkan mu." jawab Laura membuang pandangannya keluar, air matanya masih menetes.
"Hei aku sudah minta maaf, jika maaf ku tidak diterima kau mau apa?" Eliezer kembali kesal, bahkan sudah menekan sikap egoisnya malah permintaan maafnya di tolak.
"Kau pikir maafmu berguna?" marah Laura kali ini.
"Lalu aku harus apa? Aku sudah minta maaf. Jika kau ingin aku menikahi mu, maka itu adalah hal yang sangat mustahil." tegasnya.
Laura menatap nanar kepada laki-laki menjengkelkan itu. "Aku tidak pernah berharap akan menikah denganmu, aku berdoa kepada Tuhan agar jangan sampai berjodoh dengan laki-laki seperti dirimu. Dan aku bersumpah! Tidak akan membiarkan laki-laki sepertimu menikah dengan adikku. Aku tidak akan pernah membiarkannya, ingat itu!"
Dengan air mata yang masih mengalir, Laura keluar dari mobil Reza dan berjalan tak tau arah, setengah berlari kemudian menghilang diantara kerumunan orang di jalan raya. Dapat dipastikan dia sangat kecewa, benci, dendam hingga terucap sumpah dari mulutnya.
Entah mengapa mendadak kekhawatiran yang begitu besar menyerang hatinya, jiwanya gelisah karena sumpah dan air mata seorang wanita yang sedang mengandung anaknya.
"Aaaaaaarghhhhhhh...!!!"
Eliezer berteriak sambil memukul-mukul setir sepuas hati, tak pernah terbayangkan di saat jatuh cinta dan hati sudah memilih, malah kerumitan itu singgah begitu lama, bahkan tidak tahu kapan berakhir.
Entahlah, ingin sekali tak peduli dengan semua ini, tetap menikah dengan Aisyah dan hidup bahagia, itu bisa saja dia lakukan, tapi sayangnya wanita cantik itu tidak mau. Terhalang restu membuatnya harus mengalah.
Benar! Banyak hal yang harus dipikirkan sebelum mengambil keputusan, tak hanya tentang dirinya tapi juga anaknya yang sudah jelas jika ibu dari Eliezer menginginkan dirinya menikah hanya dengan seorang gadis, sungguh itu menyakiti Aisyah.
...***...
Di rumah Aisyah sedang mencari-cari keberadaan Laura hingga berkeliling rumah.
"Athy apakah kau melihat kak Laura?"
Aisyah bertanya kepada salah satu asisten rumah tangganya.
"Tadi Non Laura pergi bersama Tuan El Nyonya." jawabnya yang memang sejak tadi Athy sedang sibuk menyiram dan merawat tanaman.
Aisyah menautkan alisnya, bagaimana bisa mereka pergi bersama, mengingat El bukanlah orang yang ramah kepada siapa saja. Lagipula di rumah itu tidak kekurangan kendaraan dan sopir jika Laura ingin pergi kemana-mana.
"Baiklah." Aisyah mengangguk lalu mengirim sebuah pesan untuk memastikan mungkin sebuah pilihan yang baik.
Benar saja, di seberang sana ponsel Eliezer bergetar, suara notifikasi pesan membuatnya berhenti sejenak.
"El, apakah Kak Laura bersamamu?" sebuah pesan yang membuat Eliezer sangat terkejut.
Dengan hati yang tak menentu Eliezer berbalik arah. Mau tak mau dia harus mencari wanita menjengkelkan tersebut tanpa membalas pesan Aisyah terlebih dahulu.
Jalanan padat merayap membuat kendaraan yang di kendarainya bejalan lambat, belum lagi pekerjaan menumpuk di kantornya sudah menciptakan beban terlebih dulu saat mengingatnya.
"Sial!" teriaknya di dalam mobil, berkali-kali mengacak rambutnya yang rapi.
"Mengapa hidupku jadi seperti ini, harus bertemu dengan gadis cengeng. Dia pasti tak akan menyerah untuk menggagalkan hubunganku dengan Aisyah." Eliezer menatap kiri dan kanan mencoba membuang kegelisahan yang tercipta akibat perbuatannya sendiri. Belum lagi isi pesan Aisyah yang membuat Eliezer semakin khawatir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments