Pagi berikutnya, seperti yang di ucapnya El kepada Laura, dia akan kembali untuk menagih keputusan Laura.
Dengan hati yang tak karuan Eliezer memasuki rumah Aisyah, langkahnya terburu-buru karena hati ini adalah kesempatan ia bisa berbicara banyak dengan Laura.
"Tuan!" Athy menyapa Eliezer yang hampir menabrak Athy.
"Oh, apakah Nyonya Aisyah sudah kembali?" tanya El merasa tak enak dengan Athy.
"Belum Tuan, Non Kayla juga masih tidur." jawab Athy.
Eliezer melihat tangga menuju lantai dua dimana kamar Kayla berada. Lalu jam dinding yang terpasang diantara dinding kamar Laura.
"Aku datang terlalu pagi." Eliezer tersenyum, tapi sebenarnya tidak dengan hatinya. Dia memang sengaja datang untuk bertemu Laura.
"Silahkan ditunggu Tuan." Athy mempersilahkan El duduk.
Sebenarnya itu sudah biasa, El akan datang pagi-pagi sekali menemui Kayla saat ibunya pergi di akhir pekan. Tapi entah mengapa kali ini Athy merasa ada yang berbeda, terlebih lagi dia sudah pernah mendengar perdebatan mereka.
Athy berlalu menuju belakang, dia sedang sibuk berkemas di pagi ini.
Eliezer tak melewatkan kesempatan itu, langsung menuju kamar Laura dan berbicara tentang mereka.
Cklek.
Kamar Laura tidak dikunci, kebetulan sekali untuk Eliezer, dia tak perlu mengetik pintu.
Gadis bertubuh sintal itu tak ada di kamarnya, tapi terdengar suara gemericik di kamar mandi, membuat Eliezer yakin jika gadis itu sedang di dalam sana.
Tak lama kemudian pintu kamar mandinya terbuka, memperlihatkan wajah pucat Laura yang semakin pucat ketika melihat ada seseorang ada di dalam kamarnya.
"Kau!" Laura membulatkan matanya, terlebih lagi saat ini dia hanya menggunakan gaun tidur lumayan pendek, matanya sembab dengan air mata masih mengalir.
El semakin bingung dengan posisi ini, namun tak punya pilihan.
"Aku_" Laura tak mau menatap wajah Eliezer, bahkan enggan melihat wajahnya sendiri, kehamilan yang tak di inginkan ini sungguh membuatnya terpukul hingga terjatuh sangat rendah.
El masih menunggu apa yang akan dibicarakan Laura.
Sejenak saling berdiam, Laura masih enggan bertato muka, dia juga sedang tidak tahu arah.
Eliezer pun tidak tahu harus berkata apa, terlebih lagi mengingat ada Aisyah. Bayangan kehancuran sudah berputar-putar mengisi kepalanya.
"Aku tidak mengingkari kehamilan ini." tangisan Laura terdengar menyedihkan.
Selain Aisyah adalah adiknya, ada Dokter Dimitri yang sudah pasti akan sangat kecewa, hubungan yang sudah terjalin lebih dari sepuluh tahun itu akan hancur karena kehamilan yang tak diinginkannya.
"Aku tak mungkin pulang ke Australia dalam keadaan seperti ini tanpa suami." tanya Laura dalam tangisnya, dia semakin bingung dengan kebisuan Eliezer di belakangnya.
"Kita bicara di luar." El meninggalkan Laura keluar lebih dulu.
Dengan wajah kusut El menuju mobilnya, tak jadi menunggu Kayla bangun. Kehamilan Laura lebih penting saat ini.
Eliezer masuk ke dalam mobilnya dan duduk menyandar, tubuh gagahnya lemas selalu di hantui kehamilan Laura.
Sejak malam itu, kegelisahan tak pernah pergi dari hati Eliezer walaupun sudah berusaha melupakannya. Dan kekhawatirannya benar-benar menjadi kenyataan.
Tak lama kemudian Laura keluar dengan jaket tipis berwarna putih menutupi tubuh lemahnya, dia menuju mobil El dan masuk ke dalamnya. Mereka tidak tahu Athy yang ada di halaman depan sedang memperhatikan mereka. Athy tak hanya sekedar curiga, tapi ini sudah sangat nyata.
Tak selang waktu lama, beberapa saat kemudian, mobil berwarna putih memasuki halaman rumah itu. Pintunya terbuka dan tampak Aisyah keluar bersama sopir ayahnya.
"Nyonya sudah pulang?" tanya Athy menyambut Aisyah.
"Ya Athy." Aisyah tersenyum hangat.
Aisyah langsung masuk bersama Athy yang selalu setia, hingga di dalam rumah itu, Aisyah sedikit bingung dengan keadaan rumah yang sepi.
Aisyah langsung menuju kamar Laura.
"Kemana kak Laura Athy?" tanya Aisyah lembut.
"Non Laura pergi bersama Tuan El." jawab Athy tak mau berbohong.
"Kemana?" tanya Aisyah bingung, apa yang membuat mereka pergi sepagi ini, apakah mereka ada keperluan bersama? Aisyah tak berhenti berpikir.
"Aku tidak tahu Nyonya." Athy menjawab lagi, sedikit menautkan tangannya dia ingin berbicara tapi juga takut membuat Aisyah kecewa.
"Apakah ada yang lain? Katakan saja Athy." Aisyah paham betul Athy sedang menyembunyikan sesuatu.
"Sepertinya, mereka memang dekat. Sebaiknya Anda hindari keduanya." ucap Athy berbicara kepada Aisyah.
"Athy." Aisyah sedikit meringis, membayangkan hubungan keduanya lebih dari sekedar dekat. Jika tidak, mana mungkin Eliezer akan membawa Laura pergi sepagi ini.
Aisyah sedang menahan gejolak di dada. Bagaimana mungkin Eliezer bisa mengkhianatinya, sedangkan selama ini dia selalu memperjuangkan Aisyah. Lalu Laura, apakah seorang kakak bisa setega itu?
Air mata Aisyah turun tanpa terasa.
...***...
Di setengah jalan mereka sengaja berhenti, keduanya saling diam dengan kepala menunduk. Sama-sama berpikir, bagaimana nanti mereka akan menjalani semua ini.
"Sebaiknya kau pulang ke Australia." ucap El kemudian.
Laura menoleh Eliezer, menunggu apa yang akan dia katakan selanjutnya.
"Aku akan menikahi mu. Tapi hanya sekedar menikah, karena aku tak mau kehilangan Aisyah." jelas Eliezer lagi.
Laura tersenyum sinis. "Kau membuatku hancur." ucapnya dengan Berlinang air mata.
"Aku tahu. Maka dari itu kita berbicara di sini." ucap El tak mendebat kali ini.
Laura kembali menatap jalanan.
Kalau Eliezer tak mau kehilangan Aisyah, tentu Laura juga sedang tak mau kehilangan Dimitri. Cinta pertama hingga saat ini yang tak mungkin bisa Laura lupakan. Apalagi sampai menyakitinya, Laura tak bisa membayangkan itu.
"Aku mohon, menjauhlah dari Aisyah, karena dia tidak bodoh dan bisa dikatakan sudah curiga." Eliezer menyandarkan kepalanya, menyapa jalanan yang mulai ramai.
Laura kembali menatap Eliezer, tanpa kata pula dia kembali membuang pandangannya. "Aku tidak punya tempat tinggal lain. Jika aku kembali ke Australia maka Dimitri akan mengetahui kehamilan ini. Dia juga tidak bodoh, dia seorang Dokter." ucap Laura meneteskan air mata.
Kini El yang menoleh, pria itu semakin bingung dengan keadaan. Tapi tak tega ketika mendengar Laura sedang mengandung anaknya.
"Kalau begitu pergi saja dari rumah itu, aku akan memberikan rumah untukmu."
Laura menatap nanar Eliezer kali ini. "Aku harus menjalani semua ini sendiri?"
"Mengertilah Laura, aku pun tak ingin ini semua terjadi. Untuk sementara tinggallah di negara ini, aku bisa menjagamu walaupun tak bisa menjadi suami seutuhnya."
"Lebih baik kita tak pernah menikah, aku tak mau menjadi perebut kekasih adikku sendiri." Laura menghapus air matanya, walau sejenak kemudian jatuh mengalir lagi.
"Kau sedang hamil Laura, pikirkan itu!" Eliezer sedikit meninggikan suaranya.
"Aku tahu, tapi ini semua terjadi karena dirimu. Aku juga tidak mau kehilangan Dimitri sama seperti dirimu tak mau kehilangan adikku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments