Punya kekasih

"Kakak!" suara lembut Aisyah terdengar memanggil Laura.

"Ya." Laura berusaha terlihat baik-baik saja.

"Sebaiknya kakak istirahat jika sangat lelah." Aisyah tersenyum hangat, walaupun kecurigaan sempat menguasai dirinya, tapi tetap harus menjaga perasaan Laura, terlebih lagi Laura hanya berkunjung di beberapa waktu saja, boleh di katakan mereka hanya sesekali bertemu.

Mereka adalah saudara se-ibu berbeda ayah, Laura tinggal di Australia bersama ayah kandungnya, sedangkan Aisyah tinggal di Indonesia bersama ayah juga ibunya sebelum meninggal.

Kesepian dan juga penasaran terhadap Aisyah, tinggal di negara berbeda membuat keduanya memiliki kebiasaan berbeda. Aisyah yang selalu menutup aurat dan bersikap halus, sedangkan Laura memiliki sikap berani dan sedikit kasar. Dari segi penampilan mereka sama-sama cantik, hanya mata dan rambut Laura seperti ayahnya yang merupakan keturunan Eropa dan menetap di Australia. Tapi hidung, dan bentuk wajahnya mirip seperti ibu mereka.

"Tadi aku buru-buru." Laura sedikit menjelaskan kembali, hatinya juga sedang tak nyaman karena berbohong. Ditambah lagi hampir ketahuan dengan perdebatannya dengan Eliezer.

"Tidak apa-apa Kak." Aisyah tersenyum hangat, berusaha agar Laura tidak melihat kecurigaannya.

"Baiklah, aku ingin beristirahat sebentar." Laura memilih segera masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Aisyah yang sepertinya masih ingin bicara.

Tak sabar sampai di kamar, Laura sangat lelah dengan kehidupan yang menurutnya hampir berakhir bahkan sempat berpikir untuk bunuh diri, tapi ingat jika dia adalah anak tunggal sang Papa.

"Kasihan sekali Papa jika aku mati sia-sia." Laura menarik nafas lagi.

Pria itu! Malam kelam yang sulit dilupakan Laura. Bahkan masih terngiang di telinganya bagaimana pria itu memaksa dan memperlakukannya seakan sedang melampiaskan rindu yang sudah bertahun-tahun, tak membiarkannya bergerak. Jangankan bicara bernafas pun nyaris tak bisa. Tubuh gagahnya mahir sekali menaklukkan Laura, dengan sekali dekap pria itu mendapatkan segalanya. Parahnya lagi, dia mendesah dan menyebut nama seseorang yang jelas sering di dengarnya, yaitu Aisyah.

Air mata Laura kembali turun, deras bahkan terasa pedih di sudut beningnya. Entah karena terlalu sering menangis, bahkan separuh malam masih belum terasa puas baginya, walaupun kemudian ia menghapus air matanya, karena menangis darah sekalipun tak akan bisa membuat dirinya terbebas dari kehamilan ini.

...***...

Sedangkan di luar sana, Eliezer masih mengemudi dengan raut wajah tak karuan, kesal, marah dan benci. Tentu tak bisa membenci seorang wanita yang jelas-jelas tak menginginkan semua itu terjadi. Tapi untuk membenci diri sendiri dia sudah lelah.

"Aku harus bagaimana?" ungkapnya menatap kiri dan kanan jalan.

Suara ponsel berbunyi, Eliezer segera meraih ponselnya.

"Bukan ponselku." gumamnya menatap bingung ponselnya sendiri, lalu menoleh di sebelahnya.

Tampak punggung ponsel berwarna silver sedang berbunyi dan bergetar.

"Dasar! Bilang saja jika dia sedang mencari kesempatan." menatap malas, membiarkan ponsel tersebut menjerit-jerit hingga mati.

Sepanjang perjalanan menuju kantornya ponsel tersebut terus saja berbunyi dan ternyata baterainya masih banyak. Hati yang kesal itu kini berubah menjadi penasaran. Tangannya meraih dan melihat ponsel tersebut sambil berhenti di halaman kantor miliknya.

"My love." Eliezer membaca nama yang tertera di layar ponsel, 29 panggilan tak terjawab. Delapan pesan belum di buka, salah satu yang tampil di layar berisikan kata-kata rindu.

"Dia punya pacar." gumam Eliezer lagi sibuk sendiri dengan ponsel Laura, dia tampak berpikir walaupun kemudian meletakkan kembali ponsel tersebut dan meninggalkannya di mobil.

Masih sedikit penasaran membuat pria tinggi itu menoleh lagi pada ponsel di dalam mobil, walaupun pada akhirnya ia melangkah masuk ke dalam kantornya, tentu dia sudah terlambat.

Bekerja hingga malam hari, kepergian Eliezer beberapa waktu lalu membuat banyak pekerjaan terbengkalai, sehingga membuatnya harus lembur dalam beberapa hari. Begitu keseharian yang ia lewati selain memikirkan Aisyah, sampai detik ini kepalanya masih terasa pusing dengan restu yang tak kunjung di dapat dari sang ibu, sedangkan Aisyah menolak tegas jika ibunya juga tak menerima. Lagi, sekarang malah masalah baru muncul dengan begitu rumit. Apakah ini yang dinamakan tak jodoh?

Tidak, tidak, dia tak mau. Kata-kata itu tak berlaku bagi Eliezer Bagaskara. Dia akan tetap memperjuangkan cintanya, akan menantang apa saja termasuk melawan wanita aneh yang belakangan menjadi hantu yang mengganggu hari-harinya. 'Ya, dia hanya hantu!' Eliezer menarik nafas berat dan menghembus kasar.

...***...

Di rumah Aisyah, kehebohan terjadi ketika Laura menyadari jika ponselnya hilang.

"Tidak ada Nyonya." semua asisten rumah tangga sibuk ikut mencari keberadaan ponsel tersebut.

"Coba Kakak ingat lagi, barangkali Kakak lupa meletakkan dimana?" Aisyah hampir putus asa mencari keberadaan ponsel tersebut.

"Aku tidak membawanya kemana-mana." ucap Laura duduk lemas.

"Kakak pakai ponselku saja untuk sementara, aku punya ponsel yang lain di kamar." Aisyah menawarkan, sekalian meminta seorang asisten rumah tangganya mengambil ponsel.

"Dia pasti sibuk sekali menghubungiku." ucapnya pelan.

"Siapa?" tanya Aisyah penuh selidik, satu Minggu kebersamaan mereka masih belum bisa menguak semua tentang kehidupan Laura, gadis itu lebih banyak diam, dan lebih suka membahas tentang kehidupan ayahnya.

"Seseorang." ucap Laura tersenyum malu-malu.

"Apakah Kakak punya kekasih di Australia?" tanya Aisyah lagi.

"Punya." jawab Laura tersenyum. "Dia asli orang Indonesia, dan dia juga mengenalmu saat masih bayi." jelas Laura membuat Aisyah semakin penasaran.

"Siapa?" tanya Aisyah membuka lebar matanya.

"Anak dari teman Papa." jawabnya mengingat dengan kagum, sepertinya Laura benar-benar mencintainya.

"Dia pasti sangat tampan sehingga membuat Kakak jatuh cinta." Aisyah sangat tertarik, ingin mengetahui semuanya.

"Ya! Dia manis, lembut dan sopan. Kakak sangat mencintainya." jawab Laura sendu.

"Apakah kalian akan segera menikah?" Aisyah tak bisa berhenti bertanya.

"Dia seorang Dokter bedah." jelas Laura sedikit memperlihatkan kesedihan di wajahnya. "Papa ingin aku menikah dengan laki-laki yang bisa memimpin perusahaan, agar aku tidak kelelahan bekerja sendiri. Karena Papa paham sekali, jika Dokter tak akan bisa mengabaikan pasiennya, dan tentu tak bisa fokus dengan perusahaan seperti Mama." jelasnya menunduk sedih.

"Apakah kakak sudah bicarakan dengan Papa?" tanya Aisyah sangat tertarik dengan kisah cinta kakaknya.

"Ya, Papa tidak melarang, hanya aku juga tak bisa menentang keinginan Papa. Jujur saja aku tidak tega melihat Papa bekerja keras sendirian selama ini. Masalahnya, aku dan Dimitri sudah sangat saling mencintai, rasanya sulit bagiku untuk meninggalkan dirinya, berpisah akan menyakiti hati kami berdua." Laura meneteskan air mata, dadanya naik turun perlahan menandakan tak ada kelegaan di sana.

Sedikit berpikir, rasanya tak mungkin jika Laura memiliki hubungan dengan El. Aisyah berusaha berpikir lagi walaupun curiga masih mengganggu dirinya.

Sekali lagi, untuk tidak mudah percaya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!