Semenjak hari itu El selalu berusaha untuk bertemu Aisyah, walaupun tak pernah bisa hingga akhirnya Eliezer menemui Adinata, meminta izin untuk bertemu Aisyah di beberapa Minggu kemudian.
"Terimakasih sudah bersedia menemui ku." El menatap wajah cantik Aisyah yang sejak datang menghindari tatapan Eliezer.
Wanita itu lebih suka melihat ke kiri dan kanan lalu menunduk.
"Ay, aku sangat mencintaimu." ucap El lagi.
"Tapi kau sudah membuat hamil Laura, Kakakku!" jawab Aisyah di siang itu, mereka bertemu di sebuah cafe, berbicara berdua setelah hari dimana semuanya terbongkar.
"Tapi sungguh itu tidak sengaja, malam itu aku benar-benar kusut, hingga aku mabuk dan menganggap Laura adalah dirimu." jelas El dengan wajah memohon.
Sedikit Aisyah melirik pria tampan yang selalu mengejarnya itu, terdapat lipatan di keningnya. Padahal beberapa Minggu lalu itu tak ada, beberapa Minggu lalu wajahnya segar, tampan dan selalu arogan.
Aisyah mendesah berat, sepertinya masalah rumit antara mereka bertiga membuat Eliezer sangat berpikir.
"Ay."
El meraih tangan Aisyah yang sejak tadi hanya mengaduk jus jeruk yang tak juga diminumnya.
"Aku tahu aku bersalah, apakah tidak bisa kau memaafkan aku dan kita memulai semuanya dari awal?" ucap El dengan wajah sendu.
Aisyah menarik tangannya dari genggaman Eliezer.
"Harusnya kau mencari Kak Laura dan meminta maaf padanya El, kau sudah sangat menghancurkan hidupnya. Dia harus putus dengan Dimitri, dia juga tidak pulang ke Australia. Aku tidak tahu sekarang dia ada dimana. Apakah kau tidak khawatir dengan anak yang ada di dalam perut Kakak ku?" tanya Aisyah, mata indahnya menatap bingung.
"Tapi aku tidak bisa tenang jika kau saja belum memaafkan aku!"
"El!" kesal Aisyah lalu memijat kepalanya sendiri.
"Tentu aku khawatir dengan anak itu." gumam El menunduk.
"Jika kau khawatir dengan anakmu, harusnya kau juga khawatir dengan ibunya." Aisyah masih terlihat marah.
"Aisyah, aku harus bagaimana? Kau jelas tahu jika aku hanya mencintaimu bukan Laura."
"Tapi kau tidur dengannya El? Apa yang seperti itu yang kau sebut-sebut cinta?"
"Aku tidak menginginkan itu, aku benar-benar mabuk dan tidak bisa mengendalikan diri dalam keadaan seperti itu. Apa tidak bisa kau mengerti sedikit saja?"
"Tentu saja aku mengerti, bahkan selama ini aku tak masalah dengan masa lalumu yang suka berganti-ganti pasangan, atau tidur dengan puluhan wanita aku tak peduli. Tapi tidak dengan kakakku El, dia kakakku!" Aisyah menangis.
"Aisyah Sayang." Eliezer kembali meraih tangan Aisyah namun ditepis olehnya.
"Bahkan aku sudah curiga sejak awal kalian bertemu, dan kau tidak mau mengaku. Aku mendengar kau mengatakan jika Kak Laura pernah tidur denganmu, kau malah mengelak. Aku tidak tuli El! Hanya aku berusaha percaya dan membuat telingaku tak mendengar, karena aku mencintaimu." Aisyah beranjak keluar meninggalkan El di meja itu.
Dia sudah tak bisa menahan tangisnya, tidak menyangka akan seperti ini akhir dari kisah cintanya dengan Eliezer Lie.
"Ay." Eliezer mengejarnya hingga di luar Cafe.
Wanita yang selalu anggun itu kini berlari tak mau menoleh, tangannya menutup mulut menahan tangis.
"Tunggu Ay." Eliezer berhasil meraih tangan Aisyah ketika wanita itu membuka pintu mobilnya.
"Mulai sekarang jangan temui aku. Kita_"
"Tidak Ay, beri aku kesempatan sekali saja." Eliezer memohon meraih kedua tangan Aisyah hingga berlutut.
Aisyah masih menangis, sungguh ia tak kuasa melihat seorang Eliezer memohon, terlepas dari semua yang terjadi Eliezer masih ada di dalam hatinya.
"Maafkan aku Ay." ucap El lagi, masih memohon.
"Carilah Kak Laura, baru setelahnya aku akan memaafkan mu." ucap Aisyah pelan.
El beranjak dari duduk berlututnya, menatap wajah Aisyah begitu dalam dan memeluknya kemudian.
"Aku akan mencarinya." ucap El mendekap Aisyah erat.
"Ya." jawab Aisyah dengan tangisnya tak juga berhenti.
"Aku akan mengantarmu." ucap El menatap wajah Aisyah, jari hangatnya menyapu air mata kekasih tercinta.
"Aku bisa pulang sendiri." jawab Aisyah membuang pandangannya terhadap El.
"Sayang jangan seperti itu." El mencari-cari tatapan mata Aisyah.
"Kau sudah berjanji akan mencari Kak Laura!" kesal Aisyah lagi.
"Ya, setelah mengantarmu." El tak mau di tolak, meminta Aisyah segera masuk kemudian ia juga masuk di samping Aisyah.
Duduk bersebelahan tapi lebih banyak saling berdiam, Aisyah menatap keluar tak mau beradu pandang dengan Eliezer, berbeda dengan pria itu malah terus saja menatap Aisyah dengan penuh kerinduan.
"Sayang." panggil El ketika sudah tiba di halaman rumah Aisyah.
Aisyah menoleh sedikit.
"Aku akan melakukan apapun yang kau mau." ucap El lagi.
"Ya." jawab Aisyah keluar dan langsung masuk ke dalam rumahnya.
Eliezer belum juga keluar dari mobil tersebut, bahkan mobilnya sendiri masih tertinggal di cafe tempat mereka bertemu.
Entahlah, Eliezer sedang bingung kemana harus mencari Laura.
Pria itu merogoh ponsel di kantong celananya, menghubungi seseorang yang mungkin bisa secepatnya menemukan Laura.
Selain ingin segera mendapatkan maaf dari Aisyah, ia juga khawatir kepada anak yang sedang dikandung Laura, meskipun hanya sedikit.
...Ω Satu bulan kemudian Ω...
Seorang wanita sedang duduk di halaman rumah sederhana miliknya, bermain dengan seekor kucing Anggora yang lucu. Wajah cantiknya terlihat pucat, tapi sesekali tertawa dengan tingkah kucing kesayangan yang begitu aktif.
"Non, ini makanannya."
Seorang wanita empat puluhan datang membawa piring berisi makanan hangat.
"Terimakasih Bibi." Laura meraih piring tersebut.
"Jangan di tunda, habiskan selagi hangat." ucap perempuan disampingnya itu.
"Iya Bi." Laura menusuk kentang goreng dan potongan daging di dalam piringnya.
Bibi menemani Laura sambil memberikan beberapa potong daging pula kepada kucing kesayangan majikannya.
"Aku ingin periksa Bi, obat mual ku juga sudah habis." ungkap Laura di sela mengunyah makanan.
"Nanti Bibi temenin ya?" jawab Bibi menoleh Laura.
Laura mengangguk, dia hanya punya Bibi saat ini, hamil tanpa suami, tanpa memberi tahu ayahnya, juga tanpa Dimitri.
Pria itu sama sekali tak menemui atau menghubunginya sejak saat itu.
Jujur saja rasa rindu terkadang menyerang mengingat kebersamaan yang cukup lama, tapi berusaha melupakan setelah semuanya ini terjadi.
Hamil anak Eliezer dan menginginkan Dimitri! Tentu saja Dimitri tak mau.
Laura tersenyum kecut.
"Sepertinya impian indah itu sudah berkahir semenjak kehadiran anak ini." Laura mengelus perutnya yang masih rata.
"Tapi kehidupan indah yang lainnya sedang menanti Non Laura." Bibi menghiburnya.
"Tentu saja Bi, aku akan menjaganya sendiri." ucapnya pelan.
Berharap pada Eliezer pun sudah tak mungkin, karena dia hanya mencintai Aisyah saja, terlebih lagi Adinata sangat benci kepada Laura hari itu.
'Saudara tidak akan saling menyakiti.' itu memang benar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments