Laura sedang duduk melamun di satu tempat, menyendiri selalu menjadi pilihan terbaik saat hati sedang tidak baik-baik saja.
Dmitri, satu nama yang membuat hatinya semakin terasa nyeri membayangkan jika suatu saat dia akan mengetahui tentang peristiwa satu malam kelam bersama laki-laki kekasih adiknya sendiri.
"Aku harus bagaimana?" gumamnya pelan, sesekali mencengkeram bagian perutnya. "Harusnya kau tak pernah ada." ucapnya berbicara dengan perut yang masih rata.
Air matanya mengalir deras dengan dada yang teramat sesak. Rasanya dunia sedang gelap karena kehamilan yang tak diinginkan ini. Hari-harinya rusak karena pergulatan tak diinginkan dengan pria yang tak punya perasaan tersebut.
"Rasanya aku ingin mati."
Sementara di jalanan Eliezer masih sibuk mencari Laura dengan sangat kesal. "Dimana gadis bodoh itu?" gumam Eliezer menyetir pelan sambil melihat ke sekeliling jalanan.
Lama ia melihat kesana-kemari hingga lelah mata hitamnya memandang, tak juga menemukan gadis yang bernama Laura, hingga berhenti di sebuah persimpangan tempat wisata.
Eliezer mencoba masuk ke dalam hingga hampir di penghujung taman yang lumayan bagus, Eliezer melihat seorang wanita sedang duduk di bawah pohon. Eliezer turun dengan memakai kacamata dan mendekati wanita yang memandang jauh ke arah Danau.
"Ayo pulang!" ucap Eliezer setelah memastikan wanita berambut cokelat itu adalah Laura, saudari kekasihnya.
"Apa pedulimu?" ketusnya dengan tatapan marah.
"Aku tidak peduli, adikmu yang peduli!" kesal Eliezer memandang bebas sekeliling wisata baru itu, malas melihat wanita yang sedang di carinya.
Laura beranjak dari duduknya, tanpa menoleh ia langsung menuju jalan keluar.
"Pulang!" ucap Eliezer menunjuk mobilnya sambil meraih tangan Laura yang hampir melewati dirinya, wanita itu sengaja membuat El marah.
"Aku bisa pulang sendiri, kau tak perlu repot-repot." kesal Laura menarik tangannya walau percuma.
"Pulang bersamaku! Kau pergi dengan mobilku dan Aisyah tau itu. Akan lebih baik jika kau juga pulang bersamaku agar dia tidak curiga." jelas Eliezer dalam kekesalannya.
"Haha, kau takut?" Laura tertawa mengejek. "Baguslah, aku akan selalu membuatmu takut hingga kau melepaskan adikku." ucap Laura dengan pelan namun penuh ancaman.
Eliezer tak bisa menjawab, tentu saja dia takut. Eliezer tak mau kehilangan Aisyah yang sudah cukup lama ia perjuangkan hingga sampai di titik ini.
"Jangan harap aku akan membiarkanmu bahagia dengan adikku, setelah kau merusak hidupku." Laura semakin berani.
"Jangan macam-macam, apalagi ikut campur hubunganku dengan Aisyah, kau tahu aku bisa melakukan hal nekat padamu?" Eliezer balas mengancam.
"Hem, aku tidak yakin." Laura tersenyum sinis.
Eliezer meraih lengan Laura dan mengunci tubuhnya.
"Aku bisa berteriak minta tolong." Laura mencoba tersenyum.
"Silahkan saja jika ada yang mendengar." El membawa paksa Laura masuk ke dalam mobil, menutup pintu dan menguncinya.
"Aku mau turun!"
"Diam!"
Laura sedikit terkejut dengan suara berat itu berteriak, Laura benar-benar memilih diam. Dia berpikir jika pria di sampingnya itu tidak main-main.
"Aku akan membalas mu."
Eliezer sungguh tak peduli, yang terpenting baginya Laura sudah ada di mobil dan pulang bersamanya, tentu saja semua itu demi Aisyah. Kekasih hatinya tak perlu tahu malam kesalahan itu, dan akan lebih baik jika Laura segera pulang ke tempat asalnya.
Namun rasanya percuma berbicara kepada Laura, wanita disampingnya sangat keras kepala. Sepertinya tak ada bujukan atau nego agar bisa membuatnya menurut.
Hingga beberapa saat kemudian mereka sudah tiba kembali di rumah Aisyah. Laura turun lebih dulu tanpa peduli wajah El yang menahan kesal.
"Jauhi Aisyah!" pinta Laura sebelum melangkah.
"Jangan mengancam ku, aku bukan laki-laki lemah yang bisa diancam hanya karena kau pernah tidur denganku." El tersenyum remeh.
"Siapa yang pernah tidur dengan mu El?" Aisyah tiba-tiba sudah berada di belakang Eliezer.
Suara yang sangat membuat keduanya terkejut, saling memandang walau akhirnya mereka berusaha tersenyum dalam kegugupan, mencoba bersikap seperti biasa kepada Aisyah.
"Tadi aku, harus ke ATM mengecek uang yang di kirimkan Papa, dia menelpon saat aku masih tidur. Maaf aku jadi menumpang dengan pacarmu." jelas Laura berusaha setenang mungkin. Tak mau menerima pertanyaan lebih banyak dari Aisyah, Laura memilih berlalu cepat.
Aisyah masih memandangi El yang sejak tadi belum bicara. Mata indah Aisyah menajam tiba-tiba.
"Tadi dia buru-buru, aku saja tidak tahu namanya. Tapi dia mengatakan jika dia adalah kakakmu." jelas El mendekati Aisyah dengan sedikit gugup
"Yang ku dengar bukan itu El." Aisyah menatap wajah Eliezer dengan kecewa, mata indahnya mulai berkaca-kaca.
"Kami hanya berbicara_"
"Kalian saling mengenal." sambung Aisyah lagi masih terdengar kecewa.
"Tidak Ay, aku tidak mengenalnya." El mendekati Aisyah dan meraih tangannya.
Aisyah menarik nafas lebih dalam, berusaha berpikiran lebih jernih. 'Apakah kata-kata tidur denganmu layak di ucapkan dengan orang yang baru bertemu? tapi mengapa Kak Laura juga tak mengatakan apa-apa?'
El menatap wajah Aisyah yang tampak berpikir.
"Aku berangkat Sayang." El mengelus kepala Aisyah. kemudian berlalu cepat masuk ke dalam mobil.
'Tatapan keduanya bukan seperti orang yang baru saling mengenal, tidak mungkin El bersedia mengantar Kak Laura pergi jika baru pertama bertemu, El bukan orang seperti itu. Apakah mereka saling mengenal sebelumnya? Tapi dimana?"
Aisyah masih berusaha tersenyum lembut, menunggu mobil hitam El menjauh barulah kembali masuk.
"Athy." Aisyah memanggil seorang asisten rumah tangganya.
"Ya Nyonya." Asisten berusia tiga puluhan itu mendekat.
"Apa saja yang di katakan El kepada Kakak?" tanya Aisyah semakin penasaran setelah sempat mendengar mereka saling mengancam.
"Athy tidak tahu pasti Nyonya, tapi mereka seperti sedang bertengkar." jawab Athy menunduk.
Athy tak mungkin berbohong, ditambah lagi dengan apa yang baru saja didengarnya.
'Apakah El berkhianat? Lalu hubungan seperti apa yang mereka miliki? Jika benar, sungguh tega sekali El padaku. Apakah ada hubungannya dengan kedatangan Kak Laura?'
Aisyah mulai curiga.
"Sebaiknya Nyonya tanyakan kepada Nona Laura, jangan berpikiran macam-macam sebelum ada buktinya, itu tidak baik." Athy sedikit menasehati.
"Benar, atau aku salah dengar." Aisyah berusaha memenangkan hatinya sendiri. "Tapi beberapa hari terakhir El datang, mereka bahkan tak pernah bertemu." Aisyah kembali berpikir.
"Kita tidak tahu Nyonya. Tapi membatasi kepercayaan kepada seseorang itu perlu. karena tak semua orang bisa dipercaya termasuk orang terdekat." Athy berkata dengan hati-hati.
"Aku tahu Athy, bahkan suamiku adalah penghianat yang handal. Menikahi seorang janda dan menjadikan aku janda. Mengurus anak tak ber-ayah tapi membuat anaknya menjadi tak punya ayah. Orang terdekat lebih punya peluang untuk menikam dari pada orang luar yang kita anggap berbahaya." Aisyah kembali meneteskan air matanya, setelah perceraian yang menyakitkan tiga tahun lalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Erita Wahyuni
seperti kenal dengn kata" janda😂
2023-02-28
1