Mengigit kuping Opik

Sundari merasa anaknya selalu menyusahkannya.

Dari di dalam kandungan, Ia sudah merasa susah dengan kehadiran Rian yang membuat Ia jadi tidak bisa bekerja.

Belum lagi pada saat Rian lahir Sundari merasakan kesakitan yang kuar biasa karena harus membawanya lahir ke dunia.

Bahkan dikala Ia sudah beranjak besar, Rian masih saja membuatnya repot.

Tidak hanya harus memberikannya makan dan pakaian, Ia bahkan harus mengurus pendaftaran sekolah lagi.

Jadilah ia sekarang sedang repot mengisi formulir pendaftaran masuk SD.

Entah sudah berapa lama Ia tidak menulis, tulisannya menjadi sangat acak acakan walaupun masih terbaca.

Semalam Mami Iren sudah cerewet memastikan Sundari mengumpulkan semua persyaratan untuk masuk sekolah.

Sundari bersama puluhan bahkan mungkin ratusan Ibu Ibu lainnya sedang menyerahkan map biru kepada perwakilan sekolah.

Seminggu dari sekarang hasilnya akan di umumkan oleh pihak sekolah.

Pulang dari sekolah Sundari memutuskan untuk jalan kaki, karena jarak ke rumah Mami Iren tidak begitu jauh.

Tukang ojek pengkolan bersiul siul menggoda sundari yang berjalan sendirian.

" Abang anterin yu neng "

" Duh jutek banget biasanya lembut "

" Neng cantik mau kemana? "

Ucapan ucapan seperti itu yang Sundari terima jika keluar dari Rumah Tante Iren.

Maka itu, Sundari paling malas keluar dari Rumah Mami Iren, Ia lebih memilih untuk tidur siang saja di kamar kesayangannya.

Tapi karena anak brengsek itu Ia harus repot repot keluar, awas saja nanti di rumah Sundari sudah siap menghabisinya habis habisan.

Sampai di rumah Sundari langsung mencari Rian.

Sialnya Ia tidak menemukannya dimana mana , Sundari jadi merasa semakin kesal.

Rian sudah tau jika Ibunya akan memarahinya, maka itu Ia melarikan diri dengan bermain dengan anak anak kampung sebelah.

Rian sedang bermain kelereng, Ia menang banyak dari teman temannya.

Ketika sedang membidik kelerengnya, asa satu anak yang tidak terima karena Rian selalu menang.

Ia mengacak acak susunan kelereng yang mau Rian bidik.

" Curang Lo mainnya " Dilihat dari tubuhnya yang bongsor, sepertinya anak laki laki ini yang setelahnya Rian tau namanya adalah Opik sudah kelas empat SD.

Mungkin Dia merasa tidak terima dikalahkan oleh anak satu SD.

Rian pun berdiri dan tubuhnya hanya sedada Opik.

" Apa Lo melotot melotot " Opik semakin mendekat kearah Rian.

Walaupun badannya kecil Rian tidak gentar melawan Opik.

Ia sedang berpikir apa yang bisa Rian serang dari badan Opik yang besar.

Pada saat Rian berdiri, Rian sudah mengambil pasir dan di genggam nya erat.

Begitu Opik mendekat dan ingin memukulnya, Rian langsung melempar pasir itu sekuat tenaga kearah Opik.

Opik yang tidak siap dengan serangan pasir dari Rian langsung gelapan dan mengucek ngucek matanya.

Rian mengambil kesempatan itu untuk menendang kaki Opik.

Ketika sudah tersungkur Rian menggigit kuping Opik sampai Opik kesakitan.

Opik mengibaskan tangannya agar Rian turun dari badannya tapi tidak berhasil.

Rian melepaskan gigitannya ketika ada orang dewasa yang melintas dengan motor.

Opik menangis kesakitan, kupingnya sampai berdarah karena di gigit Rian.

Ia mengerang kesakitan sampai menangis. Anak anak yang lain jadi takut dengan Rian.

Anak anak yang ada di lapangan bergidik ngeri melihat kuping Opik yang bercucuran darah.

Opik telah menggangu anak yang salah. Walaupun Ia bertubuh kecil tapi memiliki kecerdasan di atas anak anak lain.

Opik pulang ke rumahnya dengan menangis dan memegang kupingnya.

Sedangkan Rian menaruh kelereng itu kembali dan melanjutkan permainannya.

Teman temannya yang lain pergi meninggalkan Rian karena takut.

Setelah asik bermain sendiri, Ia langsung pulang ke rumah Mami Iren.

Di rumahnya sudah ramai orang dan anak yang menangis dan tidak lain adalah Opik.

Rupanya Opik tau dimana Rian tinggal dan Ia membawa neneknya untuk datang ke rumah Mami Iren.

" Ni anaknya, anak kamu kan ini " Si Nenek menunjuk muka Rian.

" Nah Ibu liat coba ini anak segini kecil mana bisa naik ke badan cucu Ibu yang tingginya dua kali lipat dari dia " Mami Iren membela Rian habis habisan.

Rian hanya diam dan berpura oura takut melihat kedatangan Opik.

Ia memasang wajah polos nan lugu agar mereka tidak percaya apa yang di katakan Opik.

" Dia sendiri kok yang cerita di gigit kupingnya sampe berdarah gitu "

" Mana saksinya? Ada yang ngeliat ga? " Tantang Mami Iren.

" Ga perlu saksi saksi deh, kamu liat sendiri kuping ni anak "

" Ya belum tentu Rian yang ngelakuin. Kalo ga ada saksi ya gimana mau percaya kita Bu. Bisa aja kan cucu Ibu bohong "

" Ngapain dia bohong, coba kamu tanya anak kamu bener ga dia ngelakuin ini? "

Aku sengaja seperti bersembunyi di balik kaki Mami Iren seperti gesture orang ketakutan yang melihat Opik.

" Bener kamu ngegigit kuping Dia Rian? " Tanya Mami Iren.

Rian menggeleng " Kaka itu tadi main kelereng sama kita tapi curang terus marah marah terus ngacak ngacak kelereng kita "

Rian berbicara sepolos mungkin.

" Tuh udah denger sendiri kan, anak saya ga ngelakuin apa apa. Ada juga anak Ibu yang ngegangu anak anak yang lagi main "

" Itu kan kata Dia, bisa aja Dia bohong "

" Ya sama bisa aja kan cucu Ibu yang bohong terus nuduh anak saya " Ujar Mami Iren.

Untuk urusan adu mulut begini Mami Iren memang ahlinya.

Dulu Mami Iren pernah berantem adu mulut sama preman yang memalak daerah ini.

Walaupun preman itu membawa senjata tajam tapi Mami Iren tidak gentar.

Sampai akhirnya preman preman itu pergi dari rumah Mami Iren.

Menurut cerita Mami Iren memakai beberapa susuk.

Salah satunya Ia memakai di Bibirnya dengan tujuan semua orang yang berbicara dengannya akan takut terhadapnya.

Seperti Neneknya Opik yang akhirnya pulang dengan memukul cucunya sepanjang jalan karena merasa malu.

" Kamu mandi duku gih udah sore "

" Iya Mi " Rian tersenyum melihat wajah Mami Iren.

" Anak selugu dan sepolos ini kok dibilang ngegigit kuping orang, aneh aneh saja " Gumam Mami Iren sambil berlalu meninggalkan Rian.

Rian serasa punya tameng jika Ia akan ada di situasi ini lagi.

Bukan Ibunya yang akan membelanya, tapi Mami Iren yang akan membela Ia habis habisan.

Masuk ke kamar Sundari yang sudah menunggu Rian langsung melayangkan tangan dan kakinya ke tubuh Rian.

Walaupun sudah berjam jam berlalu tapi Sundari masih merasa kesal karena di repot kan untuk mendaftarkan sekolah.

Rian tidak menangis di pukul oleh Ibunya. Ia bertahan sekuat tenaga untuk tidak melawan kepada Ibunya.

" Kamu itu dari kecil sudah merepotkan aku saja, bikin aku susah terus "

Dan banyak lagi perkataan dari mulut Sundari yang menyakitkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!