POV ustad Farid
"Ambu!"
Panggilan dariku berhasil membuat Ambu menghentikan kegiatannya, ia tengah memotong gori (buah nangka muda) yang baru saja aku petik dari pohon, tangannya terbungkus plastik agar tidak terkena getahnya. Ia mendongakkan kepalanya menatapku yang duduk di bangku kecil yang biasanya di letakkan di depan tungku untuk duduk saat memasak.
"Apa?"
"Farid mau ke Sidoarjo!"
Tampak Ambu begitu terkejut, ia sampai meletakkan pisaunya dan serius menatapku,
"Ngapain ke sana?"
"Mau ikut istigosah, Ambu!"
"Lama?"
"Insyaallah, soalnya mau sekalian ngejenguk istrinya ustad Zaki!"
"Istri ustad Zaki, maksudnya putranya kyai Syam?"
"Iya Ambu, dia baru saja menjalani operasi, sekalian membawakan mobilnya kyai Syam!"
"Ya sudah, tapi hati-hati ya. Selain cari jodoh, kalau bisa yang pintar! Biar nggak kayak Ambu yang kerjaannya di dapur terus!"
"Siapa bilang wanita di dapur aja nggak pintar, Ambu juga pintar kok. Ambu tuhhh koki terbaik di dunia!"
"Kamu nih bisa aja kalau muji Ambu!"
"Memang begitu kenyataanya!"
"Sudah-sudah jangan ngajak ngobrol terus, Ambu bisa-bisa nggak selesai pekerjaannya!"
Sesuai instruksi dari Ambu, aku terpaksa diam. Tapi tidak lama,
"Abah masih lama pulangnya?"
"Enggak, biasanya jam dua sudah pulang!"
"Lama Ambu!" keluhku.
Dan baru saja di bicarakan, pria yang tampak lusuh dengan cangkul yang ia pikul di bahunya itu masuk melalui pintu belakang sambil meletakkan cangkulnya,
"Assalamualaikum, Ambu!" sapanya, sepertinya beliau tidak menyadari keberadaanku.
"Waalaikum salam!" jawabku dan Ambu bersamaan, barulah Abah menyadari kalau ada orang lain selain Ambu di dapur.
"Farid, kapan datang?"
"Baru bah, mau kopi? Biar Farid buatkan!" aku segera menawarkan kopi karena sudah menjadi kebiasaan Abah setiap pulang dari manapun selalu disediakan kopi oleh Ambu, tapi karena sekarang Ambu sedang repot, jadi aku sengaja menggantikan perannya.
"Boleh, Abah juga haus. Pengen kopi!"
"Ya sudah, bentar ya bah!"
Aku segera meraciknya, menuangkan air yang ada dalam tremos dan mengaduknya persis seperti racikan kopi Ambu,
"Minum bah!" ucapku sambil meletakkan segelas kopi di atas jerambah. Aku pun ikut duduk menyusul Abah di sana,
"Sudah selesai bah kerjaannya?"
"Tinggal sedikit, tapi aku minta pak lek mu buat melanjutkan sendiri, Abah belum buat adonan krupuk soalnya!"
Abah masih aktif membuat kerupuk, meskipun sekarang beliau tidak lagi menjajakan kerupuknya keliling. Abah hanya membuat saat ada pesanan saja, selain itu tidak.
"Jangan terlalu capek bah kerjanya."
"Ya enggak, Abah sudah terbiasa kerja, kalau diam di rumah malah sakit semua tubuh Abah nih!" ucap Abah sambil menyeruput kopi yang masih panas, tapi tidak menjadi penghalan bagi Abah untuk menikmati secangkir kopi.
Buatanku tentunya yang paling enak dan nikmat.
"Sebenernya Farid mau pamit bah!" ucapku, sepertinya terlalu tiba-tiba hingga membuat Abah menyemburkan kopi yang ada di mulutnya.
"Astaghfirullah hal azim, Rid. Kalau ngomong mbok ya nggak usah macam-macam!"
"Astaghfirullah hal azim, Abah. Sebenernya Abah mikir apa?"
"Lo tiba-tiba kamu pamitan, ya bikin Abah takut!"
"Maksud Faris tuh, Farid mau pamit ke Sidoarjo buat ikut istigosah!"
"Oooohhh, kirain. Mau pamit kemana!?"
"Ya insyaallah Farid panjang umur bah, masih mau cari jodoh juga! Doain ada yang nyantol di sana!"
"Kemarin ada yang nyantol, anaknya pak Dirman pengen di jodohkan sama kamu, kamunya nggak mau!"
"Ya gimana mau mau, bah. Badannya tindikan semua kayak gitu, masak hidung juga di kasih tindik, memang sapi apa!"
"Kan tindik bisa di lepas, lagi pulan kamu kan ustad Yo mosok nggak bisa bimbing anak ya pak Dirman!"
"Kajauhan bah bimbingnya, ntar bukannya dia yang ngikut Farid, malah Farid yang ke bawa dia, kan susah!"
"Nauzubillah himinzalik, amit amit!"
"Makannya Farid nggak mau, kalau yang datang lamarannya ukhti ukhti berhijab ya Farid nggak bakal nolak!"
"Iya ya, Abah kok nggak kepikiran, Oh iya berapa lama di Sidoarjo?"
"Di sananya paling cuma dua hari, tapi di Blitar ya belum tau Bah,!"
"Blitar??" tampak Abah terkejut.
"Iya bah, ada apa sama Blitar?"
"Nggak pa p, cuma Abah punya teman yang tinggal di Tulungagung. Pasti Deket kan sama Blitar?"
"Iya bah, tetanggaan!"
Setelah berpamitan sama Ambu dan sekalian mengambil baju, aku pun segera menyusul Wahid. Karena ternyata dia yang bisa pergi,
Kami mulai melakukan perjalanan ba'dha ashar berharap besok pagi-pagi sudah sampai di sana.
Kami bergantian mengemudikan mobil, karena dari Bandung ke Sidoarjo membutuhkan waktu perjalanan semalam.
Akhrinya benar saja, pagi-pagi buta kami sampai juga di Sidoarjo, kami sengaja istirahat di sebuah masjid sekalian melaksanakan sholat subuh.
Setelah mandi dan sholat subuh, kami segera melanjutkan perjalanan ke GOR Sidoarjo, tempat di laksanakannya istigosah akbar.
Benar saja, sampai di sana sudah ramai dengan pengunjung. Sebelum acara di mulai, kami pun memutuskan untuk mencari sarapan terlebih dulu.
"Nanti Wahid ke rumah sepupu Wahid dulu, kang Farid mau ikut atau nunggu di hotel atau apa gitu?"
"Ya aku ikut saja, Hid. Ngapain ke hotel, buang-buang uang."
"Beneran nggak pa pa kan?"
"Nggak pa pa, jangan sungkan!"
Setelah menyelesaikan sarapan, kami pun ikut bergabung dengan rombongan jamaah istigosah dari berbagai penjuru.
Istigosah berlangsung begitu hikmat, dan Alhamdulillah berjalan dengan lancar tanpa hambatan apapun hanya beberapa kali di guyur hujan.
Bersambung
Pengumuman :
Bagi yang sudah terlanjur baca sampai bab ini, bisa kembali lagi baca dari bab awal karena ada revisi di sana atas saran editor.
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga yang banyak biar tambah semangat nulisnya
Follow akun Ig aku ya
Ig @tri.ani5249
...Happy reading 🥰🥰🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Ayuk Vila Desi
aku baru baca 🤭
2023-10-16
0
Ayuk Vila Desi
😂😂😂😂
2023-10-16
0
Titi
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2023-03-27
0