Seminggu kemudian
Malam Minggu. Setelah shalat isya, Nisa mengajakku ikut majelisan di masjid. Aku memakai gamis biasa yang paling sering aku pakai, gamis berwarna hitam dengan jilbab berwarna coksu. Aku sangat suka warna hitam, bagi ku warna hitam adalah warna yang cocok di satukan dengan warna yang lainnya.
Bahkan, pakaian ku lebih banyak berwarna hitam. Aku memakai hijab yang simpel seperti biasanya. Nisa memakai baju gamis berwarna maron dengan jilbab berwarna pink soft.
Kami berjalan di temani penerangan dari ponsel Nisa, aku tidak memiliki ponsel karena belum mampu untuk membelinya. Jika menghubungi nenek aku selalu meminjam ponsel Nisa ataupun ponsel buk de yang jualan di asrama. Penghuni di asrama sebanyak 40 orang. Tapi kebanyakan dari mereka lebih tua dari kami, hanya beberapa saja yang memang seumuran dengan ku.
Butuh sepuluh menit untuk sampai ke masjid tersebut. Aku melihat banyak sekali orang yang mengikuti majelis tersebut.
Acara pun di mulai, kami duduk di bagian paling kanan, karena di sini kebanyakan anak gadis seusia ku. Masjid ini sangat besar berlantai dua, masjid ini benar benar penuh malam ini.
Masya Allah, batin ku.
Pembukaan pertama pembacaan ayat suci Al Qur'an oleh lelaki yang masih sangat muda. Suara yang sangat merdu saat melantunkan ayat suci. Sungguh aku sangat kagum dengan suara tersebut, aku melihat sosok lelaki yang bersuara merdu itu, aku mengerutkan kening ku saat melihat lelaki itu dari kejauhan.
Sepertinya aku pernah melihatnya, batin ku.
Pikiran ku mulai mengingat tentang lelaki itu. Sungguh lelaki itu tidak asing bagi ku. Tapi aku lupa di mana aku melihat lelaki itu.
"Kamu kok melamun?" Nisa menyentuh ku, sehingga aku terbangun dari lamunan ku.
"Eh, enggak kok. Aku lagi mendengarkan ayat suci," ucap ku berbohong.
"Merdu banget ya suaranya," puji Nisa.
"Iya, Masya Allah," tak bisa di bohongi memang suaranya sangat merdu.
Beberapa menit berlalu, kini saatnya mendengar ceramah dari ustadz yang sangat terkenal di kota itu. Aku sangat senang bisa melihat ustadz itu dari dekat, karena sebelumnya aku hanya bisa melihatnya dari televisi di rumah.
Ceramah ustadz itu sangat mudah di pahami, bahkan banyak sekali kata kata yang lucu, sesekali aku tertawa lepas saat mendengar ceramah itu, begitu pun dengan orang yang ada di sekitar ku. Sangat terhibur malam ini.
Pukul 10 malam acara pun selesai, sangat berdesakan saat semua jamaah akan keluar dari masjid tersebut, polisi pun datang untuk menertibkan jamaah majelis, agar tidak ada yang terinjak.
"Sendal ku di mana?" ucap ku sedang mencari sendal ku. Banyak berserakan sendal di sana, wajar saja banyak kaki yang menaruh sendal di tempat yang sama.
"Sudah dapat?" tanya Nisa padaku.
"Belum, sepertinya orang salah pakai," tebak ku yang masih berusaha mencari sendal.
"Coba cari lagi," ucap Nisa membantu ku mencari sendal. Lama kami mencari, sendal ku tak kunjung dapat. Akhirnya aku terpaksa pulang tanpa alas kaki.
"Kamu yakin jalan tanpa sendal?" tanya Nisa ragu.
"Iya gak papa kok," ucap ku tak ada pilihan lain.
"Hai ukhty, kenapa tidak memakai sendal?" tanya seorang pria saat kami sudah berada di gerbang masjid.
"Sendalnya hilang," jawab Nisa.
Bukannya dia lelaki yang baca ayat suci Al Quran? kenapa wajahnya semakin tidak asing, batin ku.
"Tunggu sebentar di sini, aku mengambilkan sendal untuk mu," ucap lelaki itu berlari kecil menuju masjid.
"Wah, baik banget dia," ucap Nisa melihat lelaki itu kembali ke masjid untuk mengambil sendal.
Tak lama kemudian lelaki itu kembali dengan membawa sendal di tangannya.
"Ini untuk mu ukhty," ucap pria itu memberikan sendal untuk ku.
"Kamu laki laki yang kasih aku payung hari tu kan?" tanya ku tiba-tiba mengingat laki laki itu.
"Ah . . . iya, kamu masih ingat," ucap lelaki itu menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
"Pulang lah, ini sudah malam. Bawa saja sendal ini untuk mu," ucapnya lagi.
"Terima kasih," ucap Nisa sambil tersenyum.
"Di terima aja, dari pada nyeker," bisik Nisa padaku.
"Terima kasih banyak," ucapku sambil membungkukkan badan. lelaki itu hanya tersenyum padaku.
Dua langkah kami berjalan tiba tiba lelaki itu memanggil kami.
"Ukhty, siapa nama mu?" tanya pria itu membuat aku dan Nisa berbalik badan lagi. Tapi aku hanya diam saja.
"Namanya Azalea," ucap Nisa yang langsung menjawab pertanyaan lelaki itu.
"Kalau kamu?" tanya pria itu kepada Nisa.
"Aku Nisa," jawab Nisa lagi.
"Terima kasih banyak," ucap lelaki ingin beranjak dari sana.
"Eh, nama kamu siapa?" tanya ku spontan.
"Fatih," ucapnya yang terus berjalan menunju masjid.
Kami pun pulang saat itu, entah kenapa pikiran ku tertuju kepada pria yang baru saja kami temui. Ini sudah kedua kalinya kami bertemu, sungguh tak terduga.
"Kamu kok melamun lagi, cie cie pasti hatinya lagi berbunga bunga ni," Nisa mengejek ku.
"Ih. . . mana ada, ada ada aja kamu," ucapku yang mulai malu. Bahkan, pipiku pun mulai memerah, karena masih di perjalanan jadi Nisa tidak melihat wajah ku yang merah merona.
"Oh ya, kamu pernah ketemu dengannya, di mana?" tanya Nisa yang penasaran.
"Seminggu yang lalu, saat aku mandi hujan, tiba tiba dia datang memberi ku payung dan menyuruh ku pulang," ucap ku yang masih mengingat kejadian itu.
"Wah. . . sosweet banget," ucap Nisa yang membuat ku malu.
"Ih kamu ini," ucap ku benar benar malu. Aku langsung berjalan lebih cepat dari Nisa agar aku bisa menghindarinya.
"Jangan main tinggal dong, cie cie yang lagi berbunga bunga." Nisa terus terusan merayu ku.
________________
Entah kenapa aku tidak bisa tidur malam ini. Nisa sudah tertidur sedari tadi, aku sangat bosan saat ini. Aku membuka buku diary ku dan mulai menulis sesuatu.
curhatan malam hari
Aku tidak bisa tidur malam ini. Jujur saja, entah kenapa aku mengingat pria yang tadi ku temui saat pulang majelisan, dia memberi ku sendal. Aku sudah bertemu dua kali dengannya dan dia dua kali memberikan ku sesuatu. Yaitu sendal dan payung. Aku tidak tau kenapa aku memikirkannya, padahal di dalam hatiku masih tersimpan nama yang pernah membuat hari hari ku bahagia. Sampai saat ini, aku masih menginginkannya kembali padaku, dia masa laluku yang sangat berarti bagi ku saat ini.
Aku mengingat kembali kenangan bersama Angga, dia adalah lelaki yang pernah menemani ku selama satu tahun. Aku berpacaran dengannya, tetapi ia memutuskan hubungan dengan ku tanpa memberitahu apa alasannya. Sungguh sangat menyakitkan bagi ku, sampai saat ini aku masih berharap dia kembali walaupun aku tidak tau keberadaannya saat ini.
Terima kasih udah mampir di novel author semoga ceritanya menarik perhatian teman teman ya 🤗
jangan lupa untuk like vote dan komen ya biar author nya tambah semangat ni wkwkkwkw 🥴
_happy reading_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Martini Ayat
Ga usah mikirin pacar yang kabur
2023-03-26
0