"Ahh telat kan kita, lo sih Ron!!".
"Pake acara pengen pipis segala, udah tau telat malah pengen pipis".
"Tahan dulu kek!!".
Dylan menggerutu dengan langkah yang semakin cepat. Cameron yang berada di tengah-tengah antara dua temannya itu hanya mendengus kesal. Begitupun Bastian yang walaupun kesal namun bisa mengontrol kekesalannya.
"Tapi kan gue emang kebelet, kalo di tahan kata bunda gue bisa jadi penyakit".
"Oke lah kalo mau pipis. Tapi lo lama banget di kamar mandinya kayak cewek, ngapain aja lo hah di dalem?".
"Pipis lah, ngapain lagi".
"Pipis pipis tapi_".
"Kalo banyak omong kita malah tambah telat, yang ada Kenneth makin kesel sama kita". Potong Bastian menghentikan keduanya yang masih saja beradu mulut.
Keduanya menyengir lebar, membuat Bastian menggeleng heran dan menggiring kedua temannya untuk cepat.
Mereka menaiki motor masing-masing, dan melajukannya dengan tertib setelah menyapa satpam sekolah.
Di tengah perjalanan mereka berhenti. Melihat sebuah kerumunan yang melingkar di sisi jalan. Bastian memberikan kode untuk menepi di dekat kerumunan itu.
"Ada apaan tuh". Celetuk Cameron sambil membuka helm yang membungkus kepalanya.
Ia mendekati kerumunan itu tanpa ragu, hal yang serupa yang dilakukan Dylan dan Bastian.
"Permisi permisi permisi". Seru Cameron sambil membelah kerumunan itu dengan paksa.
Kemudian laki-laki kurus itu melebarkan matanya saat melihat anak berseragam SMP yang menjadi tontonan itu duduk di sisi trotoar dengan ringisan kecil dan tangan yang memegangi lutut.
Lututnya berdarah.
"Waahh kenapa nih?".
Cameron duduk di samping laki-laki itu. Bastian segera berlari mencari warung atau toko terdekat. Sementara Dylan dengan santai mengusir kerumunan itu tanpa peduli tatapan kesal orang-orang padanya.
"Bubar aja pak buk om tante anak-anak. Daripada disini diem aja bantuin enggak".
Akhirnya kerumunan itu bubar setelah tangan tanpa dosa Dylan terhempas-hempas ke depan. Seolah menyuruh mereka untuk pergi.
Laki-laki jangkung itu jongkok di depan korban. "Dek, kenapa bisa gini?". Kata Dylan sambil meluruskan kaki korban. "Maaf ya, kalo nggak dilurusin nanti kaku".
Laki-laki berseragam SMP itu mendesis dengan ringisan wajah yang tertahan. Membuat Cameron yang disebelahnya ikut meringis, seolah merasakan sakitnya.
Dylan dengan telaten memijat kaki anak SMP itu. "Rileks aja".
Anak SMP itu mengangguk patuh. Kemudian melirik Cameron yang cengo. "Kakak kenapa bengong?".
Sadar diperhatikan, Cameron menggeleng dengan cepat. "Enggak. Oh, ikut mijitin deh". Tangan Cameron terulur memijiti pundak anak SMP itu.
Anak SMP itu tertawa. "Enggak usah kali kak, ini udah mendingan".
Bastian kembali dengan air mineral kemasan, kapas, obat merah dan plester luka. Laki-laki itu dengan segera menyiramkan air mineralnya pada luka anak itu, lalu mengeringkannya dengan kapas, selanjutnya menitikan obat merah dan terakhir menutupnya dengan plester luka.
"Jatoh atau di tabrak?". Tanya Bastian yang mengusap sedikit sisa-sisa buliran air yang ada di sekitar lutut anak didepannya.
"Tadi nggak sengaja keserempet kak". Jawab anak itu seadanya.
Dylan berhenti. "Terus orang yang nyerempet mana?".
Anak SMP itu menggeleng polos. "Pergi, nggak tau kemana".
"Itu berarti kabur, kamu kena tabrak lari". Sahut Cameron dengan gemas.
Anak itu tak menjawab, ia menggerakkan sedikit kakinya. Sesekali meringis saat nyeri itu masih ada.
"Makasih ya kak udah nolongin".
Bastian mengangguk dengan senyum tipis. "Iya, kamu bisa jalan?".
"Bisa, maaf ya kak jadi ngerepotin". Kata Anak itu lagi.
"Nggak papa , daripada kamu didiemin kayak orang-orang tadi". Lanjut Bastian lagi.
Anak SMP itu meringis tak enak. "Sebenernya tadi mereka nolongin kok kak, mereka yang bawa aku nepi ke pinggir jalan. Terus tadi juga ada yang manggil ambulans, ada juga yang nawarin bawa ke puskesmas. Tapi aku nolak, nggak enak kak ngerepotin".
"Kenapa?". Tanya Dylan heran.
"Nggak papa, nggak seberapa kok sakitnya, lagian aku juga udah manggil temen aku buat kesini". Anak itu melihat-lihat kesekitar, membuat mereka bertiga mengikuti arah pandang anak itu. "Kayaknya telat".
Bastian menghela napas. "Mau kakak pesenin taksi aja nggak, soalnya maaf ya kakak juga nggak bisa nganter".
Anak itu menggeleng cepat. "Nggak usah kak, bentar lagi paling temen aku dateng".
"Beneran?". Kata Dylan memastikan.
Anak itu mengangguk mantap. "Iya kak".
Bastian mengangguk singkat. "Kita temenin sampe temen kamu dateng aja".
Anak itu mengangguk sekali lagi. Membiarkan para remaja SMA itu menungguinya sampai temannya datang.
Tak lama seseorang berseragam SMP seperti anak laki-laki itu datang. Dengan motor matic dan helm full face, laki-laki itu membuka helmnya. Langsung berlari menghampiri temannya.
"Lo nggak papa? Kan udah gue bilang kalo mau pulang tuh nunggu gue aja, gini kan kalo nggak pulang bareng gue. Apa kata kakak lo nanti kalo lo kayak gini, bisa-bisa nanti dia nuduh gue yang enggak-enggak lagi". Omel orang itu sambil menuntun temannya untuk berdiri.
"Sorry rel, keserempet doang tadi".
"Doang kata lo?!! Wahh parah, mana tuh orang biar gue tonjok sekalian".
Orang itu tiba-tiba melirik sinis pada laki-laki SMA yang sejak tadi memandangi mereka.
Bastian yang seolah mengerti tatapan itu langsung menggeleng dengan cepat. "Bukan kita kok, sumpah".
"Bukan Rel, mereka yang nolongin gue".
"Huuffttt iya iya, yaudah ayo pulang". Kata orang itu yang langsung menuntun temannya ke arah motornya.
Orang itu berhenti, menoleh kebelakang menatap pada Bastian dan dua temannya. "Makasih ya kak udah nolongin temen saya, maaf juga kalo temen saya ini ngerepotin". Katanya yang langsung mendapat delikan pedas dari temannya.
"Sembarangan!!".
"Hehe". Cengir orang itu lalu memasangkan helm pada temannya.
"Gue bisa sendiri kali!!". Kata laki-laki itu sambil merebut helm berwarna hitam itu dari temannya. Sebelum itu dia menatap Bastian, Cameron, dan Dylan. Dia tersenyum manis. "Makasih ya kak udah nolongin. Btw nama saya Kelvin, salam kenal".
Bastian mengangguk dengan senyum tipis. "Bastian".
"Cameron". Sahut Cameron cepat. Dia lalu menunjuk Dylan. "Ini Dylan". Katanya cepat saat Dylan akan memperkenalkan diri.
Kelvin mengangguk paham, dia juga melirik temannya yang sejak tadi diam. "Ini Darel, temen saya".
Melihat Darel yang diam saja membuat Kelvin gemas ingin menabok wajah temannya itu. "Rel". Desisnya pelan.
Darel mendecak. "Darel kak".
"Songong bener". Sahut Cameron sinis.
Darel mendelik, lalu menstater motornya. "Makasih banyak udah nolongin temen saya, kalo gitu assalamualaikum!!".
Kelvin yang hendak meminta maaf karena merasa tidak enak langsung berpegangan pada pundak Darel begitu temannya itu melajukan motor dengan tiba-tiba. Dia menoleh dengan tatapan meminta maaf pada ketiganya.
"Waalaikumsalam". Jawab Bastian yang diakhiri dengan helaan napas panjang.
"Untung aja bukan adek gue". Celetuk Cameron polos.
Dylan menggeleng prihatin. "Iya ya untung bukan adek lo. Mungkin kalo jadi adek lo, kita juga bakal ikut frustasi".
"Ehh Kenneth woy!!".
Ketiganya tersadar dan langsung berlari ke arah motor masing-masing.
Mungkin sekarang Kenneth sedang mengumpat karena mereka yang sangat lama.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments