Chapter 5

Kenzo mendesah berat melihat wajah kusut Gwen yang duduk didepannya. Mereka sedang ada di Cafe take away yang tak jauh dari sekolah Kenzo. Rencananya mereka akan cepat pulang dan berbincang secara intensif di rumah. Namun sesudah Kenzo datang, Gwen sama sekali tidak menemukan batang hidung Kenneth dibelakang. Mereka tetap menunggu namun Kenneth tidak terlihat sama sekali.

Gwen merajuk, Kenzo pusing.

Mereka tidak sekalipun menyalahkan Kenneth atas semua ini, karena Kenzo bilang bahwa Kenneth tidak bisa janji. Juga sebelum-sebelumnya memang hal seperti ini terlihat biasa. Namun kesalnya Gwen membuat semuanya menjadi tidak biasa bagi Kenzo.

"Udah lah mbak, Kenneth emang nggak suka ketemuan. Apalagi sama cewek". Kata Kenzo berusaha membuat Gwen mengerti.

Gwen belum merespon, namun ia tak lama mendecak. "Tapikan mbak ini Tante dia. Bukan orang lain, bukan cewek lain".

"Sama-sama cewek juga". Gumam Kenzo yang di balas delikan pedas oleh tantenya.

Lama hingga pesanan mereka datang, mereka memutuskan untuk pergi meninggalkan Cafe tersebut. Gwen sengaja pergi dengan taksi, karena ia kira pulang nanti bisa bersama Kenneth. Naik mobil laki laki itu, namun Kenneth tidak datang jadi ia pulang bersama Kenzo dan mobilnya.

"Ada kejadian apa aja selama mbak di luar negeri?". Gwen memulai pembicaraan. Satu satunya orang yang ia percaya adalah Kenzo, laki laki itu pasti mengerti perihal saudara kembarnya yang tidak bisa di terima di dalam keluarga kakaknya sendiri.

Kenzo sejenak menghela napas, sebenarnya ia bingung harus mengatakan hal apa. "Nggak berubah apapun sih. Kenneth selalu pergi pagi pulang malem, aku nggak tau dia ngapain aja disana. Waktu aku tanya temen-temennya, mereka jawabnya juga berbelit-belit banget, seakan mereka itu nutupin semua tentang Kenneth dari aku".

Dalam hal ini. Tentang kehidupan sehari-hari Kenneth, dia sama sekali tidak memahami apapun. Dia jarang bersama laki-laki itu jika dia tidak memaksa, pun seandainya waktu itu dia tidak memaksa menyelinap masuk ke kamar Kenneth, mungkin ia juga tidak tau bahwa luka-luka di wajah Kenneth adalah hasil dari pelampiasan penolakan orangtua mereka selama ini.

Jika mengingat itu, Kenzo merasa menjadi saudara yang buruk sedunia. Hanya karena perbuatan orangtua mereka di masa lalu, hingga sekarang pun ia tidak pernah merasa dekat dengan Kenneth.

Ia tidak mengenal saudara kembarnya sendiri.

Gwen mengangguk. "Kak Reyhan sama mbak Fina gimana?".

Kenzo tersenyum tipis. "Nggak pernah berubah, mereka masih sama. Sama-sama diemin Kenneth dan nggak peduli sama dia".

Gwen mengepalkan tangannya, nafasnya memburu saat mendengar ucapan itu. "Kalo Kenneth lulus nanti mbak mau bawa Kenneth ke luar negeri. Biar mbak bisa ngurusin dia, sekalian dia kuliah disana".

Kenzo melirik tak suka. "Maksudnya? Mbak mau misahin aku sama Kenneth?!!".

Ia tidak bisa seperti itu. Dari jaman mereka berpisah sejak kecil saja Kenzo selalu uring-uringan mencari cara agar bisa berkomunikasi dengan Kenneth.

Lalu jika Gwen membawa Kenneth pergi, bagaimana ia bisa mengenal Kenneth, bagaimana ia bisa menjaga adiknya.

"Ini demi kebaikan Kenneth!".

"Tapi ini buruk buat aku mbak!!".

Kenzo memelankan laju mobilnya, melirik Gwen yang kini memandanginya dengan tatapan datar.

"Aku ngerti maksud mbak baik. Tapi Mbak juga harus ngertiin aku. Kita pisah sejak kecil, sedangkan belum ada dua tahun ini aku belum bisa dekat sama Kenneth. Kalo mbak ngambil Kenneth dari aku. Kapan aku bisa deket sama Kenneth? Kapan aku bisa punya waktu sama dia?".

Gwen kali ini bungkam. Sejenak dia merasa seperti orang yang ingin memisahkan dua anak kembar. Ia tau ini membuat mereka terluka, namun membiarkan Kenneth tinggal berlama-lama di rumah kakaknya juga membuat keponakannya itu tersiksa.

Kenneth hanya mendapat kebencian dari kakaknya.

Kenneth tidak mendapatkan apa-apa.

**

Kenneth turun dari mobilnya, di susul Bastian, Dylan juga Cameron yang membawa motor. Mereka kini memandangi gedung tua yang berada di belakang lapangan futsal, seperti yang Arka katakan.

Sampai disini mereka tidak melihat tanda-tanda Arka berada, bahkan angin yang berhembus masih segar dan tidak tercium aroma laki-laki itu.

"Gelap banget, suka banget gelap-gelapan deh heran". Gerutu Cameron yang sedikit merapat pada tubuh Dylan.

Sebenarnya laki-laki itu memang takut dengan gelap, namun anaknya memang polos dan tidak mau mengakuinya.

Dylan tidak merasa terganggu, laki-laki jangkung itu terbiasa menghadapi tingkah kekanakan Cameron. "Bener ini tempatnya kan? Kalo bohong gue orang pertama yang bakal nonjok Arka".

"Kayak berani aja lo". Cibir Cameron, sedikit mendongak melihat wajah Arka karena tinggi mereka berbeda. Cameron 10 senti di bawah Dylan.

"Berani dong". Sahut Dylan menyombongkan diri.

Kenneth memutar matanya. "Kalo gitu lo aja yang tarung, gue agak bosen sih sama dia".

Dengan cepat Dylan menggeleng. "Enggak-enggak!!, kali ini gue belum siap lahir batin".

Cameron dan Kenneth kompak mencibir.

"Iya bener ini tempatnya, persis kaya yang dia shareloc ke gue". Bastian satu satunya orang yang merespon normal menunjukan isi chat- nya dengan Arka.

Kenneth menajamkan penglihatannya kala melihat siluet tubuh seseorang dari samping tembok pintu utama gedung. Ada setitik cahaya kecil menyorot pada tubuh itu, mungkin teman-temannya tidak menyadarinya, namun ia menyeringai saat mengerti wajah dari siluet itu tersenyum miring padanya.

"Gue masuk dulu kalo gitu, kalian disini aja". Kenneth memperbaiki jaketnya, udara dingin sedikit menusuk hingga ke tulang.

Bastian menoleh, bersamaan dengan Cameron dan Dylan. "Emang lo udah tau?". Tanya Bastian bingung.

Kenneth mengangguk, tanpa banyak merespon lebih ia berjalan memasuki gedung tua didepannya. Bastian memperhatikan dari jauh, juga tangannya menarik Cameron yang seenaknya ingin mengikuti Kenneth.

"Disini aja, Kenneth nggak suka banyak-banyak orang". Cegah Bastian menarik kerah kemeja tubuh kurus Cameron.

Dylan membuka sedikit mulutnya. "Ini kita beneran di tinggal disini?". Ia khawatir jika Kenneth berhasil mengalahkan Arka, namun Arka juga bertindak curang dengan cara mengeroyok Kenneth seorang diri.

Seperti yang sudah-sudah terjadi. Walaupun Kenneth selalu menyangkal bahwa ia baik-baik saja, namun lebam dan luka penuh darah di wajah tidak bisa mengelaknya.

"Gue juga khawatir, tapi daripada kita maksa malah mereka nyangka kita mau ngeroyok mereka. Kalo kayak gini seenggaknya kita Fifty-Fifty dulu, kalo Kenneth ngode baru kita gerak". Sahut Bastian tenang.

Cameron melirik kantong kresek ditangannya. "Gue bawa nasi ayam sambel sama air, kali aja Kenneth abis ini laper".

Bastian tersenyum geli sambil mengangguk. Cameron memang paling peka terhadap Kenneth, bahkan selalu mengingat apapun yang di butuhkan Kenneth. Terutama saat Kenneth selesai bertarung, biasanya Kenneth akan mengatakan bahwa ia lapar atau haus.

***

Terpopuler

Comments

anggita

anggita

oke thor, teruskan dalam berkarya. semoga novelnya sukses. 👌

2023-02-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!