Chapter 3

Kenzo tidak benar-benar tidur setelah ia tidak sengaja mendengar percakapan mamanya dan Kenneth. Saat ia akan turun untuk mengambil air karena haus, ia mendengar mamanya berbicara pada Kenneth, walau Kenneth juga tidak menanggapi.

Ia mendengar namanya disebutkan dalam ucapan Fina, membuat perasaannya tidak enak karena ia juga melihat wajah Kenneth yang merunduk.

Ketika ia ingin menimpali ucapan Fina, mamanya lebih dulu pergi meninggalkan Kenneth yang tidak bergeming dan bungkam. Ia akhirnya memilih menepi saat Kenneth berjalan memasuki kamar, mungkin ia akan menanyakan soal ucapan Fina.

"Jadi mama ngapain lo?". Tanya Kenzo tanpa menghiraukan ekspresi wajah Kenneth yang terlihat kesal. Kesal karena ia memaksa masuk ke kamar laki laki itu.

"Tadi gue denger dia sinisin lo, besok biar gue ngomongin ini ke mama".

"Lo jangan gila!!". Sahut Kenneth melotot.

Kenzo tersenyum geli, ia memperlihatkan wajah Kenneth yang kesal. "Gue nggak akan terima lo diginiin, sekalipun itu sama mama. Biar sesekali mama ngerti kalo bukan lo yang salah, ini bukan salah lo".

"Lupain aja, gue nggak mau inget lagi". Kenneth diam. Nyatanya dia sering berbohong pada diri sendiri.

Kenneth masih diam, namun tak lama ia menghela napas. "Mendingan lo pergi deh, gue capek mau tidur".

Bukannya bergerak untuk pergi seperti ucapan Kenneth, Kenzo berbaring di kasur pemuda itu. Kenneth langsung menarik tangan Kenzo, tidak membiarkan saudaranya terbaring nyaman.

"Pergi Zo, besok sekolah".

Kenzo mendecak, ia berdiri. "Pelit lo, numpang baring doang nggak boleh".

"Ini udah tengah malem, lagian ngapain lo kesini sih". Kenneth mendesah berat, ia mendorong tubuh saudaranya keluar kamar. Kenzo memerotes, namun ia tidak peduli dan tetap menggiring saudara kembarnya untuk keluar.

Lebih baik seperti ini, di banding dengan Fina yang tidak sengaja memergoki Kenzo yang belum tidur dan malah berada kekamarnya. Walau itu mustahil karena Fina tidak sudi bahkan tidak akan sudi untuk berdekatan dengan segala hal yang menyangkut tentang dirinya.

Ia juga tidak ingin mendengar pertanyaan Kenzo. Bukan karena takut kakaknya mengomel, namun ia sangat bingung harus menjawab seperti apa. Walau kemungkinan Kenzo sangat tau penyebab ia sering pulang larut, karena berkelahi.

Setelah itu Kenzo akan protes pada Fina, dan Fina yang marah-marah. Itu membuat Kenneth kembali merasa bersalah, seakan dia adalah sumber kesalahan dari keluarganya sendiri.

Itu bukan keinginannya. Karena ia hanya ingin selalu melihat senyum mamanya lagi di pagi hari atau sapaan lembut Fina pada orang-orang. Walau itu bukan untuknya. Namun ia ingin tetap melihat senyum keibuan itu.

Dan ia tidak akan membiarkan itu terjadi, lebih baik Kenzo tetap bungkam dan mendiamkan hal ini daripada laki laki itu berucap yang membuatnya kembali merasa terasingkan.

Setelah Kenzo pergi, ia menutup pintu dengan pelan. Kemudian melangkah dan duduk di tepi ranjang, memperhatikan layar ponsel yang menyala karena notifikasi dari teman-temannya.

Kelvin: kakak udah sampe?

Bastian: Lo udah sampe?

Dylan: hee obatin lukanya, atau mau gue yang obatin?

Darel: Kelvin nanyain, kakak udah sampe?

Cameron: maapin gue Ken, gue pasti ngerepotin lo

Kenzo tidak memiliki niatan untuk membalas pesan itu, kecuali pada Kelvin.

Kenneth: udah.

Kelvin tidak akan menyerah sebelum laki laki itu mendapat balasan darinya. Seperti yang ia bilang, Kelvin terlampau khawatir padanya.

**

Setelah melihat notifikasi pagi-pagi dari seseorang. Sebisa mungkin Kenneth menghindari orang itu yang akan kerumahnya. Bukannya apa-apa, namun tabiat orang yang sangat ia kenal itu belum siap untuk ia lihat. Lebih tepatnya ia belum siap terkena serangan pertanyaan bertubi-tubi atas luka yang ada diwajahnya.

Setelah cukup meminum air putih segelas, ia bergegas menuju mobilnya. Kemungkinan besar orang itu akan datang sebentar lagi, tepatnya 5 menit lagi.

Brum brum!!.

Suara mobil Kenneth menarik perhatian Kenzo yang baru akan duduk di kursi makan, laki laki itu tak jadi duduk dan mengerutkan keningnya bingung.

"Kenneth kan belum makan". Untuk apa adiknya pagi-pagi sekali berangkat sekolah, adiknya tidak serajin itu berangkat pukul 05.30 pagi. Anak itu walaupun tidak makan di meja makan bersama yang lain, pasti lebih memilih mendekam di kamar untuk sarapan sendiri.

"Loh Zo, udah disini?". Fina yang memakai celemek baru selesai memasak.

Kenzo tersenyum tipis, wajahnya mengeruh kala mengingat perbuatan mamanya pada Kenneth. Sebisa mungkin ia tahan, ia tutupi dengan senyum tipis. Meskipun luka yang juga menyudutkan hatinya belum memiliki titik terang. Tentang apa yang diucapkan mamanya, atau tentang mengapa wajah Kenneth begitu suram.

Fina yang menyadari keterdiaman Kenzo sedikit bingung, karena biasanya Kenzo yang walaupun memiliki wajah judes namun tetap menunjukkan sisi manis padanya. "Kamu kenapa sayang?".

"Nggak papa, papa mana?". Jawab Kenzo dengan senyuman diakhirnya.

Fina mengangguk dengan pelan. "Papa bawa bekel pagi ini, katanya ada meeting penting".

Kenzo tak lagi merespon, ia makan dengan tenang. Sebelum suara teriakan seseorang mengganggu mereka.

"KENNETH KENZO!!!".

Mereka kompak menoleh pada sumber suara. Tepat di ambang batas ruang makan, berdiri seorang perempuan mengenakan dress bunga dan menenteng dua totebag hitam.

"Tante?". Kata Kenzo sedikit terkejut.

Orang yang baru saja di sebut 'tante' itu mengerucutkan bibirnya. "Tante tante, berapa kali sih aku bilang! Jangan panggil aku Tante, kita cuma beda 7 tahun. Panggil mbak aja kenapa sih, susah ya?!".

Itu adalah Gwen, dia adalah adik kandung Reyhan. Perempuan itu masih menduduki bangku kuliah, di universitas Oxford Inggris. Baru pulang jam 3 pagi, seharusnya perempuan itu tidur nyenyak untuk istirahat, namun kerinduan terhadap keponakannya tidak bisa terbendung lagi. Ia rindu si kembar Kenzo dan Kenneth. Terutama Kenneth. Ia harus tau bagaimana keadaan Kenneth sekarang, mengingat betapa gilanya pasangan suami istri di rumah ini untuk membenci Kenneth.

Kenzo menipiskan bibirnya. "Iya mbak, mbak kapan pulangnya?". Tanyanya sambil memperhatikan Gwen yang menarik kursi dan mendudukinya.

Gwen sedikit mengibaskan rambut sebahunya. "Baru pagi tadi. Ini ada oleh-oleh buat kamu sama Kenneth". Gwen meletakan totebag itu di atas meja, sedikit melirik Fina yang duduk di sebelah Kenzo dengan sinis. "Cuma buat kamu sama Kenneth, lainnya nggak ada".

Fina diam, wanita itu makan tanpa menghiraukan ucapan Gwen.

Kenzo menerima dengan senang hati. "Bukan  brownies yang mbak beli di tanah abang kan? Haha".

"Sembarangan aja kamu!!". Dengus Gwen sedikit kesal.

Tidak melihat keberadaan Kenneth sejak tadi membuat Gwen sedikit geram. "Kenneth mana?".

Kenzo sedikit mendongak. "Dia berangkat duluan tadi mbak, nggak tau kenapa?".

Gwen menyeringai sinis. "Yaiyalah!! Mana mau dipelototin sama nyai besar di rumah ini, apalagi kalo galak nggak tau diri!!".

"Kamu nyindir aku?!!". Kali ini Fina bersuara. Kenzo tersentak saat mamanya merespon dengan emosi.

Lain dengan Gwen yang menarik sudut bibirnya. "Ngerasa mbak? Makanya inget dong kalo mbak itu punya anak kembar, bukan cuma Kenzo doang".

"Dia itu bukan anak aku!!". Fina berteriak galak.

Cukup. Emosi Gwen sudah terlanjur mendidih, ia berdiri menggebrak meja. "MAKSUD MBAK APA?!!!".

Pertengkaran itu kembali ada. Kenneth tidak ada disini, jika laki laki itu disini pasti sudah mengomeli Gwen karena tidak terima jika Fina diteriaki oleh perempuan itu.

Kenzo tersenyum miris.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!