Chapter 11

Gwen menatap kakaknya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia lelah sendiri dengan tingkah kakaknya dan kakak iparnya itu. Bertahun-tahun ia mengibarkan bendera permusuhan pada Fina, namun Fina tidak pernah mau berubah. Dan kedua pasangan itu masih sama seperti dulu, membenci Kenneth.

"Apa?". Tanya Fina yang sejak tadi merasa diintimidasi oleh tatapan Gwen.

Mereka sedang duduk di ruang makan. Gwen berada di sebelah Kenzo, ia menunggu kehadiran Kenneth untuk sarapan bersama. Namun sepertinya keponakannya itu mengerti dan malah menghindar.

"Mbak masih tanya kenapa? Setelah apa yang mbak lakuin sama Ken?". Gwen tertawa palsu. "Hebat, mbak itu hebat".

Fina menggertakan giginya, ia melirik Reyhan yang masih santai melahap sarapan. Tidak ada gunanya meminta pembelaan sekarang. Adik iparnya itu harus ia beli kejelasan sejelas-jelasnya.

"Emangnya kenapa? Aku ngapain sih? Aku nggak ngapa-ngapain kok". Katanya mulai membela.

Gwen memasang wajah shock. "Nggak ngapa-ngapain?!! Gila, mbak sekarang gila". Gwen mendecak keras. "Mbak! Harusnya mbak itu sadar, apa yang mbak ucapin itu kelewatan. Kenneth itu anak mbak, dia itu a-nak kan-dung mbak!!". Kata Gwen yang terlanjur geram menekan kalimat terakhirnya.

Jangan salahkan ia yang seperti ini. Hatinya sangat sakit mendengar suara serak Kenzo yang bercerita tentang kejadian di keluarga ini kemarin

Fina terkekeh sinis. "Nggak peduli!! Karena anak yang aku anggap itu cuma Kenzo!!".

Gwen tersenyum tipis dan mengangguk paham. Ia menoleh pada Kenzo yang terdiam dengan mata memanas.

"Kamu denger kan? Kamu denger apa yang mama kamu ucapin kan?".

Kenzo membalas tatapan mata tantenya, yang ia lihat tetap sama. Hanya ada luka, seperti saat dirinya juga dihancurkan seperti ini. Ternyata Gwen juga merasakannya.

"Jangan salahin mbak kalo suatu saat kamu kepisah sama Kenneth, mbak bakal bawa Kenneth pergi dari rumah ini. Mbak bakal ngurus dia, sekolahin dia di luar negeri".

"Itu semua salah orangtua kamu, terutama dia!!". Gwen menunjuk Fina dengan keras.

Namun Reyhan segera menepis tangan Gwen.

"Gwen jangan buat keributan pagi-pagi!!". Katanya sedikit berteriak.

Fina terkekeh kecil. "Oh!! Jadi kamu mau ambil anak itu? Silakan, silakan kamu bawa dia keluar dari rumah ini!! Aku juga terpaksa nerima dia disini, kalo kamu mau bawa dia ya silakan". Fina berkata dengan santai. Tidak menyadari raut wajah Kenzo yang mengeruh, laki-laki itu meremas kuat sendok ditangannya.

Gwen membalas dengan senyum yang lebar. "Bagus deh!! Biar Kenneth bisa hidup bahagia, dan nggak terus-terusan di siksa kayak gini".

"Siapa yang nyiksa?!!!". Sahut Fina keras. "Jelas-jelas dia yang mau ada disini tanpa paksaan. Aku juga nggak pernah maksa dia buat tinggal disini, jadi kalo mau pergi ya pergi!!".

"Oh aku tau!! Jangan-jangan dia yang ngadu ke kamu sampe kamu berani ngomong kayak gini ke aku. Sadar Gwen, anak itu udah memperdaya kamu!!".

"MBAK!!".

"CUKUP!!". Reyhan tak tahan, ia hanya ingin sarapan dengan tenang tanpa keributan seperti ini. Namun tiba-tiba adiknya datang dan bertengkar dengan istrinya.

"Kalian cukup, jangan bertengkar lagi!!".

Gwen terdiam, begitupun dengan Fina yang memasang wajah dingin.

Kini Gwen menatap kakaknya. "Kak, jangan sampe kakak nyesel sama kelakuan kakak ke Kenneth. Karena gimanapun juga Kenneth itu anak kakak, nggak ada anak yang mau di musuhi sama orangtuanya sendiri". Gwen menunduk dengan mata memanas. "Lulus SMA nanti, Gwen bakal bawa Kenneth ke luar negeri. Aku harap kakak mempertimbangkan sama apa yang kakak lakukan selama ini sama Kenneth".

Reyhan menatap adiknya yang kini berdiri. Hatinya seperti merasakan sesuatu yang berbeda ketika Gwen mengatakan hal itu. Ada sedikit kebimbangan di lubuk hatinya, dan juga ia jadi mempertimbangkan ucapan adiknya itu.

Gwen berdiri, menepuk pundak keponakannya. "Zo, mbak harap kamu jangan cepat mengambil kesimpulan tanpa pernah tau apa yang sebenernya terjadi. Mbak nggak mau kamu nyesel suatu saat nanti".

Bermaksud menyindirnya, Fina memalingkan muka tak peduli.

Kenneth berdiri di ujung tangga untuk ke garasi. Ia mengetahui keributan pagi ini, dan lagi-lagi karena dirinya.

"Ken!!".

Gwen tersenyum riang menghampiri Kenneth. Ia memeluk keponakannya itu dengan erat. "Kamu belum sarapan kan? Ayo sarapan sama mbak, kita cari makanan yang enak". Ucapnya lirih dengan bibir yang bergetar dan matanya yang berair.

Kenneth tidak menjawab, ia pasrah saat Gwen menarik tangannya keluar.

Dari jarak yang cukup dekat. Kenzo menyaksikan itu semua. Ia sempat bertatap mata dengan Kenneth sebelum adiknya tertarik untuk pergi, adiknya masih baik-baik saja. Ia jadi memikirkan ucapan Gwen tadi, soal Gwen yang akan membawa Kenneth pergi.

Mungkin sekarang Kenneth baik-baik saja. Namun siapa yang bisa tahan dengan kebencian dari orangtua. Kenneth bisa saja hancur jika laki-laki itu tidak kuat dengan semuanya. Ia juga tidak bisa melihat Kenneth yang seperti ini. Saudaranya butuh kebahagiaan. Dan bukan disini tempatnya. Bukan di rumah ini.

Jadi apa dia juga harus merelakan Kenneth pergi ke luar negeri.

**

Di dalam mobil Kenneth, Gwen hanya menarik nafas dan menghembusnya dengan wajah gusar. Terlihat sekali perempuan itu banyak memikirkan sesuatu. Salah satunya adalah Kenneth.

"Kamu mau sarapan apa? Di tikungan kayaknya ada yang jual bubur deh, kita sarapan bubur yuk". Ajak Gwen dengan senyum manis.

Kenneth menghela napas. "Kalo mbak mau, aku bakal anterin kesana. Aku nggak biasa makan pagi, jadi mbak aja yang makan".

Gwen mengernyit heran, tak lama kedua matanya membola. "Jadi kamu nggak pernah sarapan?!! Mbak Fina bener-bener kebangetan, dia ngebiarin kamu nggak sarapan dan cuma fokus sama Kenzo!!".

"Apalagi kak Reyhan cuma diem. Sebenarnya mereka itu mikir apa sih Ken. Keluarga kamu itu aneh, aneh banget!!".

"Mbak jadi sarapan apa enggak? Ini hari Senin, aku harus upacara". Kata Kenneth mengalihkan perhatian tantenya yang terlihat menggebu-gebu. Ia lelah mendengar celotehan tantenya yang terus menyalahkan orangtuanya.

"Mbak turun disini aja deh". Gwen bersiap melepas seatbelt. Kenneth mengangguk lalu memelankan laju mobilnya.

"Kamu hati-hati. Lain kali harus sarapan, dan jangan pernah dengerin apa kata mama kamu. Dia itu wanita nggak bener!!".

"Mbak!!".

Gwen tidak peduli, ia turun dari mobil Kenneth. Lagi-lagi ia tidak memiliki kesempatan untuk ia berbicara soal masa depan Kenneth. Dalam hati yang emosi seperti ini, ia hanya akan bertengkar dengan keponakannya.

Di dalam mobil Kenneth lagi-lagi menghela napas gusar. Setelah sedikit jauh dari jangkauan tantenya. Ia baru bisa terlihat seperti orang yang frustasi.

Ia tidak tuli untuk sekedar mendengar ucapan Gwen yang akan membawanya pergi. Ke luar negeri, jauh dari orangtuanya dan Kenzo.

Bagaimana ia bisa seperti itu. Ia hanya ingin berjuang untuk mendapat maaf dari orangtuanya. Mengapa semua orang menyuruhnya untuk berhenti. Seakan mereka tidak mau melihat ia bahagia.

Percayalah. Bahwa kebahagiaan sebenarnya dari hidupnya adalah bisa berkumpul kembali bersama keluarganya.

Bukan jauh dan terlihat bermusuhan seperti ini. Ia hanya ingin orangtuanya kembali. Hanya itu.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!