Chapter 17

Reyhan keluar dari area Cafe setelah jam makan siang ia habiskan untuk makan. Dia membuka jas kerjanya, dan menyampirkannya di bahu. Kemudian ia berjalan ke arah mobilnya. Ketika akan masuk ke dalam mobil, gerakannya terhenti begitu melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.

Di sisi trotoar jalan ada sebuah gerobak nasi goreng, ada penjual dan satu pelanggan yang duduk di kursi menunggu. Yang menjadi perhatiannya adalah, seorang laki-laki dengan seragam SMA duduk melamun sendiri.

Itu adalah Kenneth.

Penjual itu seperti mengajak Kenneth berbicara. Namun seperti biasa, Kenneth tidak menjawab dengan menambahkan banyak kata, laki-laki itu merespon seadanya.

Ia mematung, menatap Kenneth dengan tatapan tak terbaca.

Jika dulu melihat Kenzo dan Kenneth akan sangat berbeda. Namun sekarang dia merasa keduanya sama saja. Sama-sama menjadi anaknya. Seharusnya ia sadar sejak dulu. Kendati pun karena sebuah kesalahan, tetap saja Kenneth adalah anaknya.

Ia mendadak sedikit merasakan nyeri pada hatinya karena teringat saat kemarin Kenzo mengucapkan sesuatu. Putra pertamanya itu bercerita dengan tangis yang tidak bisa terbendung lagi. Kenzo berbicara tentang Kenneth yang lagi-lagi di salahkan dan kembali mendapat kebencian.

Dengan alasan yang jelas yang sebenarnya ia tau bahwa Kenneth tidak ada hubungannya dengan itu. Namun Fina lagi-lagi mengelaknya, istrinya itu masih diliputi awan hitam yang tebal, yang sulit untuk dihilangkan.

"Papa. Kenapa Kenneth diem aja selama ini, kenapa dia nggak belain diri sendiri, kenapa dia biarin mama nyalahin dia".

"Dan papa. Papa masih benci sama Kenneth? Kenneth salah apa sama kalian?".

Suara serak dan tangis memilukan Kenzo memenuhi kepalanya. Otaknya di paksa bekerja dengan segera untuk merespon ucapan Kenzo kemarin. Namun nihil, ia tidak memiliki jawaban dan alasan yang jelas.

Tentang mengapa Kenneth selalu diam. Itu karena putra keduanya itu memiliki hati yang lembut dan sisi yang pendiam. Ia sadar selama ini selalu keras pada Kenneth. Ia juga tau mengapa Kenneth seperti itu.

Kenneth duduk di sisi ranjang, memeluk boneka Teddy milik adiknya yang baru saja berpulang. Matanya sembab dengan suara yang memanggil adiknya yang sebenarnya percuma. Adiknya tidak akan kembali.

Pintu terbuka dengan suara keras. Reyhan berdiri di ambang pintu, mencengkram kenop pintu dengan kuat. Matanya menatap tajam pada Kenneth yang masih terkesiap.

Tiba-tiba Reyhan berjalan ke arah Kenneth, menarik kerah kemeja hitam anak kecil itu dan melemparnya ke lemari.

"APA YANG KAMU LAKUKAN SAMA PUTRA SAYA?!!".

"KURANG AJA KAMU. KAMU YANG BUAT PUTRA SAYA MENINGGAL!!".

Reyhan berteriak dengan suara nyaring, tidak peduli pada Kenneth yang mengaduh kesakitan.

"Sini kamu!!". Reyhan kembali menarik baju Kenneth, lalu dihempasnya ke lantai. Ia menarik sabuknya dan memukuli Kenneth dengan sabuk itu.

Berulang kali hingga Kenneth terbaring lemah di atas lantai yang dingin.

"Ini hukuman buat kamu karena bunuh Kevin!!!".

Satu pukulan yang terdengar keras itu membuat Kenneth terbatuk-batuk.

"Dan ini buat kamu karena kamu buat mama kamu sedih!!".

Mata Kenneth mengabur, pandangannya samar-samar menatap papanya dengan pandangan terluka.

Sementara Reyhan kembali memberikan pukulan terakhir dengan tak kalah kerasnya. Laki-laki itu pergi meninggalkan kamar Kenneth. Dan meninggalkan Kenneth tanpa melihat Kenneth yang menutup mata dengan senyum getir.

"Pa, maafin Kenneth".

Ia sadar. Pernah menjadi sosok ayah yang bejat karena melukai anaknya sendiri, bahkan mungkin hingga kini. Selama bertahun-tahun itu ia tidak pernah berbalik arah pada Kenneth, untuk sekedar melihat apa putranya baik-baik saja, apa putranya masih sakit.

Namun selama ini ia sangat bersalah. Membiarkan putra keduanya sendiri dengan dalih untuk kebaikan istrinya, yang seharusnya ia harus adil karena Kenneth juga membutuhkan uluran tangannya.

Juga Kenzo yang ternyata merasakan penderitaan Kenneth. Putra pertamanya ikut terluka karena semua ulahnya.

"Kenzo juga sakit pa liat Kenneth kayak gitu, Kenzo selama ini selalu ngerasain apa yang Kenneth rasain".

"Selama ini setiap Kenneth sakit, Kenzo juga pasti sakit. Dan kalo Kenzo yang cuma liat aja sakit, apalagi Kenneth. Kenneth yang ngerasain itu semua pa. Sendirian. Kenneth sendirian. Dia butuh kita".

Seketika dia sadar bahwa yang seharusnya disembuhkan itu Kenneth, bukan istrinya. Fina hanya perlu ikhlas dan sabar. Tapi Kenneth, dia harus merasakan keduanya itu. Namun luka yang ia torehkan, Kenneth harus menyembuhkannya sendiri. Putranya harus bertahan dan berjuang sendiri.

Dan soal benci. Ia sangat munafik bahwa Kenneth memang tidak pernah terlibat dalam kejadian lampau yang menyayat hati itu. Putranya hanyalah anak kecil yang menjadi saksi tanpa pernah mengerti hal yang sebenarnya di lihat.

Reyhan menunduk dengan wajah pilu. Begitu sakit mengingat memori-memori yang penuh luka itu. Dimana ia membuat luka untuk Kenneth, selalu memanjakan Fina, dan akhirnya gagal menyelamatkan keluarganya yang cacat ini.

Ia gagal menjadi sosok pemimpin di keluarganya sendiri.

"Kenapa sendirian? Temen-temennya mana mas?".

Reyhan mengangkat kepalanya, melihat interaksi hangat antara penjual nasi goreng dan Kenneth di depan mata.

Kenneth tersenyum tipis. "Telat kayaknya. Mereka remidi karena gagal ulangan".

Penjual nasi goreng itu terkekeh dengan gelengan heran. "Jadi masnya sendiri? Wahh berarti pinter dong karena bisa lolos, kalo gitu saya gratisin deh buat mas Kenneth".

"Nggak juga pak, nilai saya masih mending lah. Saya bayar aja nasi gorengnya, masa bapak yang jual terus saya makan gratis". Jawab Kenneth dengan ramah.

"Nggak papa mas. Anggap aja pemberian bapak karena mas Kenneth nggak remidi, tapi janji ya mas kalo mas Kenneth harus jadi anak yang pinter".

Kenneth tertawa, lalu mengangguk dengan semangat. "Siap pak kalo gitu, saya makan ya pak".

"Iya mas. Monggo dimakan, saya ambilin air putih dulu ya mas".

"Iya pak".

Reyhan tersenyum getir. Begitu sakit melihat pembicaraan hangat itu. Ia mendadak iri karena penjual nasi goreng itu memberikan ucapan-ucapan hangat yang seharusnya diucapkan oleh dirinya, sebagai seorang ayah.

Dari yang ia lihat. Kenneth seperti sudah dekat dengan penjual nasi goreng itu, terlihat dari cara bicara yang santai dan perlakuan penjual itu yang seperti seorang teman.

Ia lupa kapan terakhir kali ia mengucapkan hal-hal itu pada putranya. Terlambat. Ia terlambat mengucapkan kalimat itu.

Ia juga membiarkan putranya belajar sendiri. Ia sadar bahwa Kenneth tumbuh menjadi anak yang pintar. Bahkan setiap kali ia berbincang santai dengan Kenzo, anak pertamanya itu menceritakan tentang Kenneth yang selalu menorehkan prestasi di sekolah.

Melihat bagaimana antusias dan serunya Kenzo berbicara tentang hal itu, juga kini membuatnya sadar. Bahwa ia tidak ikut andil apa-apa tentang pendidikan dan masa depan Kenneth, putra keduanya tidak pernah menerima pelajaran darinya seperti yang dia ajarkan pada Kenzo, juga tidak pernah menerima hadiah atau sekedar ucapan selamat seperti yang ia berikan pada Kenzo.

Ia tidak pernah adil.

Kenneth melakukan segalanya sendiri.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!