Kenneth itu bukan hanya most wanted boy di SMA Cakrawala, tetapi juga menyandang sebagai laki laki manis dengan senyum tipis yang menenangkan.
Tubuhnya tinggi menjulang, proporsi badan yang hampir 80% kaki itu adalah laki laki yang mempesona.
Garis wajahnya lembut, bibirnya tipis namun berisi di bagian bawah, rambutnya halus memiliki poni. Tersenyum lebar adalah hal yang langka, mungkin jika Kenneth menunjukan hal itu, banyak yang akan merekam adegan itu sebagai memori.
Kenneth turun dari mobil dan memarkirkannya di bawah pohon. Pemuda tampan itu berdiri di samping mobil, kemudian bersandar.
Atensi kini beralih pada pemuda itu, menguarkan aura tenang namun penuh intimidasi.
Kenneth dan Kenzo memang kembar. Jika Kenzo lebih terlihat seperti badboy, maka ia lebih pada calmboy.
Ia tenang, tidak suka basa-basi dan apa adanya. Jika bergaul pada circle pertemanan, biasanya ia sering di katakan yang paling muda karena pemuda itu terlampau jujur dengan wajah yang polos.
"Oy!!".
Kenneth menoleh, itu suara Cameron. Laki laki yang kemarin di pukuli itu sudah terlihat bugar kembali, terlihat dari cara menyapa dan berjalannya yang pecicilan.
"Udah dari tadi? Nunggu kita ya?". Tanya Cameron kini berdiri di depan Kenneth.
Kenneth menghela napas, Cameron terlalu percaya diri. "Apa untungnya?".
Cameron cemberut, Dylan memalingkan wajahnya, sementara Bastian tersenyum geli.
"Nggak asik ah lo!". Decak Cameron memukul pelan lengan Kenneth.
"Gimana keadaan lo?". Tanya Bastian mengalihkan pembicaraan.
"Seperti yang lo liat". Jawab Kenneth tenang.
Seperti yang lo liat. Itu adalah kalimat dengan penuh kebohongan yang besar. Bastian tidak pernah mengerti makna ucapan Kenneth karena temannya itu pandai menutupi segala tentang diri.
Meskipun mereka berteman lama, nyatanya mereka sama sekali tidak tau apa-apa tentang Kenneth.
"Arka nggak mungkin diem aja, dia emang gagal ngalahin lo. Tapi mungkin bakal ngajak duel lagi, lo harus siap-siap Ken, Arka itu orang yang licik". Kata Dylan mengutarakan isi pikirannya.
Kenneth mengangguk tenang. "Kapan pun itu gue siap".
Dan akan selalu siap. Karena semakin ia mendapat penolakan dari orangtuanya, kapanpun itu ia tidak akan pernah menghindar jika dihadapkan pada sesuatu yang menyakitkan.
Berkelahi adalah kegiatan yang cukup mengalihkan pikiran buruk yang menghujam kepalanya.
Sambil berjalan, mereka berbincang soal perkelahian kemarin. Juga menyusun strategi jika sewaktu-waktu Arka datang tidak dengan seorang diri.
Baru sampai pada undakan tangga, seseorang menyeletuk nyaring.
"KEN!!".
Mereka kompak menoleh, menyorot pada wajah laki laki yang memiliki wajah serupa dengan Kenneth.
Kenzo berjalan tergesa-gesa menenteng sebuah totebag, itu adalah dari Gwen. Perempuan itu memaksa Kenzo untuk mengantarkan hadiah darinya pada Kenneth secepatnya. Mau tak mau Kenzo turuti, karena ini adalah satu-satunya acces untuk ia berbicara pada Kenneth.
Walaupun kembar, tidak sesering itu mereka berinteraksi bersama di sekolah. Kenneth selalu menghindar setiap kali Kenzo berusaha mendekatinya, seperti mengajaknya untuk ke kantin bersama, atau bertanding basket.
"Nih dari mbak Gwen". Kenzo menyodorkan totebag hitam ditangannya pada Kenneth.
Kenneth mengulurkan tangannya menerima totebag itu.
"Isinya apa?". Celetuk Cameron sedikit menyondongkan tubuhnya pada Kenneth, mengintip.
Kenzo mendecak keras, sedikit mendorong tubuh Cameron membuat laki laki itu merapat pada Dylan yang berada disebelahnya.
"Hiiisshh!! Kepo lo".
Cameron mengerucutkan bibirnya. Kenzo tersenyum lebar. "Mbak Gwen ngajak kita makan siang pulang sekolah, dan lo harus dateng karena itu wajib". Kata Kenzo semangat.
Kenneth masih memperhatikan totebag ditangannya, ia juga menyahut. "Gue usahain". Jawabnya diakhiri dengan anggukan.
Kenzo semakin tersenyum lebar, membuat Dylan sedikit merinding, takut bibir itu robek. "Udah kan nggak ada yang diomongin lagi? Kita duluan ya Zo".
Mereka kembali berjalan menaiki tangga, meninggalkan Kenzo yang terlihat masih ingin berbicara pada Kenneth.
"Susah ya deket sama saudara sendiri".
Wajah Kenzo mengeruh, namun tak lama ia tersenyum tipis. Meskipun ia tidak selalunya berdekatan dengan Kenneth, adiknya itu memiliki teman, yang bisa selalu ada untuk Kenneth.
Ia sebenarnya ingin menjadi penopang untuk saudara kembarnya, tapi ia sadar bahwa Kenneth bukan lah orang yang membutuhkan uluran tangan, namun laki-laki itu juga butuh sebuah pengertian.
**
Kenneth berdiri sambil menengadah ke langit, kakinya bertopang pada lubang persegi panjang tembok pembatas antara sekolah dan halaman luar.
Disebelahnya ada Dylan yang asyik berbagi ciki dengan Cameron, sedangkan Bastian memilih jongkok dan bermain ponsel.
Jam kosong di mata pelajaran kedua membuat mereka memilih mengasingkan diri dari kelas ke halaman kosong belakang sekolah. Sekalian di bablaskan istirahat pertama.
"Hari ini Arka ngajak fight lagi di tempat yang beda dari kemaren". Suara Bastian menginterupsi mereka dari kesibukan masing-masing.
Kini Kenneth tersenyum tipis, menoleh pada Bastian dengan tatapan bertanya.
"Gudang tua yang ada di belakang lapangan futsal".
"Ambil".
Dylan dan Cameron membelalak mendengar ucapan ringan itu, Kenneth mengambil keputusan begitu cepat.
"Lo nggak tanya apa sebabnya?". Dylan sedikit heran. Kenneth bukan tipe penyerang yang mau di ajak duel dengan alasan yang tidak jelas. Temannya itu terlalu pemilih.
Cameron mengangguk setuju. "Bener Ken, dan bisa aja dia bawa pasukan. Lo harus hati hati Ken, Arka itu liciknya kelewatan, nggak bisa nepatin janji lagi". Cameron kali ini bersuara, khawatir tentang temannya yang sering membiarkan diri sendiri terluka.
"Lo nggak usah ikut, nggak di ajak juga. Cukup diem dan nonton, jangan bawel".
Cameron cemberut, memakan cikinya dengan kasar.
Bastian menyimpan ponselnya di saku. "Apalagi? Arka itu anak broken home, udah jelas buat pelarian". Jelasnya tenang.
Ia mengenal betul sifat Arka karena mereka sempat satu SMP sebelum akhirnya berpisah menginjak bangku SMA. Rumor yang beredar, ayah Arka itu suka bermain dengan wanita, dan ibunya itu gila kerja karena berprofesi sebagai wanita karier. Dengan ending yang menyedihkan, Arka menjadi brutal dan tidak terkendali.
Kenneth menerawang jauh ke depan. "Ternyata arti keluarga itu ilusi bukan cuma wacana".
Masalah yang menimpa Arka dan dirinya sama-sama fatal. Arka bertahan di tengah kehancuran keluarga, sementara dirinya bertahan karena harapan semu pada keluarganya.
Mereka tertegun namun memilih diam, ingin mendengar utaran hati Kenneth sejelas-jelasnya. Jarang-jarang laki-laki itu mau berbagi cerita.
Karena mereka tidak tau apa-apa tentang Kenneth, mereka buntu untuk menarik Kenneth berbicara tentang kehidupan keluarganya. Seakan itu adalah masalah besar, yang selalu Kenneth tutupi rapat-rapat.
"Lo siap-siap entar sore". Kata Bastian menepuk pundak temannya.
Sepertinya janji pertemuan antara Gwen dan Kenzo ia singkirkan. Ia tidak yakin bisa lepas begitu saja setelah berkelahi dengan Arka, dan luka di wajahnya yang pasti mengundang berbagai pertanyaan dari Gwen.
Ia malas meladeni pertanyaan dari perempuan itu. Gwen itu perempuan yang repot.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments