Chapter 12

Selepas upacara tadi. Kenneth dan teman-temannya langsung pulang karena pihak sekolah akan ada rapat penting dengan salah satu pejabat kota. Membicarakan perihal pengembangan sekolah dan edukasi pendidikan.

Mereka berdiri di samping mobil Kenneth, membicarakan sesuatu dengan wajah serius.

"Jadi Arka ngajak gelut lagi? Dimana?". Tanya Cameron dengan wajah murka.

Bastian melihat-lihat ponselnya, tepatnya isi chat- nya dengan Arka. "Di gedung tua kemarin". Jawabnya tenang.

"Gimana Ken? Mau lo terima?". Dylan menyodorkan air mineral dan permen pada Kenneth.

Ada sedikit tidak rela jika Kenneth menerima tawaran Arka. Wajah Kenneth saja belum sembuh, lukanya belum kering.

Kenneth mengangguk sambil membuka bungkus permennya. Dimakannya permen itu dengan kerlipan mata polos, membuat Dylan tidak tega melihatnya. Entah apa yang dipikirkan dalam otak temannya itu hingga mau membiarkan muka tampannya itu terluka.

"Muka lo belum bener gitu, udah mau tarung lagi aja". Kini Cameron juga sepertinya tidak terima.

Bastian memperhatikan Kenneth yang sepertinya juga mempertimbangkan ucapan Cameron. "Bisa gue undur kalo lo males".

Kenneth menoleh lalu mengangguk semangat. "hm, besok malem".

"Oke". Bastian menghubungi Arka untuk menunda pertandingannya.

"Arka juga sibuk kayaknya, balesnya cepet langsung ngeiyain". Lanjut Bastian tidak lama kemudian.

Kenneth mengangguk santai. Lagipula ia benar-benar ingin menghabiskan waktu untuk malas-malasan, atau belajar jika mood- nya baik. Saat ini ia sedang tidak ingin melakukan apapun. Jika memaksa untuk bertarung, sepertinya ia akan meninggalkan bumi dengan cepat.

Mereka kembali mengobrol santai, sambil menunggu parkiran agak longgar. Agar mereka bisa keluar area sekolah dengan santai, tanpa perlu berdesakan dan ribut seperti suasana sekarang.

Dari kejauhan Kenzo berdiri di samping motornya, bersama dua temannya yang lain. Mereka membicarakan kegiatan apa yang akan mereka lewati untuk sekarang hingga sore nanti.

"Sodara lo kan, Zo?". Tanya Brian yang bersiap menaiki motornya namun tidak jadi. Ia memperhatikan gerombolan Kenneth yang seperti sedang membicarakan sesuatu yang serius.

Sepasang mata Kenzo menatap saudaranya yang seperti sedang berdiskusi penting dengan para temannya. Ia lalu mengangguk singkat. "Hm".

Brandon berdiri di samping Kenzo. "Muka kalian sama banget". Laki-laki kurus itu melihat Kenneth dan Kenzo bergantian. Tidak memiliki celah untuk berkomentar, ia berdecak kagum sambil berfikir bahwa mereka adalah bibit sempurna.

"Namanya juga kembar". Celetuk Brian malas.

Kini Brandon menatap Brian. "Tapi ada anak kembar nggak sama mukanya, contohnya gue sama lo".

Brian terkekeh sinis. "Ya bagus dong, muka lo jelek jadi gue nggak mau samaan mukanya kayak lo".

Mendengar itu Brandon mengumpat samar. Memang benar mereka kembar namun tidak memiliki wajah yang serupa seperti halnya Kenzo dan Kenneth.

Brandon itu memiliki tahi lalat kecil di bawah pinggir bibir. Sementara Brian juga memiliki tahi lalat yang ada di atas alis. Bukan perkara tahi lalat, namun wajah mereka memang benar-benar beda.

Sifat mereka pun sangat bertolakbelakang. Brandon itu emosian dan suka marah-marah. Dan Brian lah yang suka mencari dan mengundang masalah. Ya, begitulah mereka.

"Kira-kira mereka ngomongin apa ya Zo?". Tanya Brandon penasaran sekaligus menahan sabarnya ketika Brian dengan wajah konyol mengolok-oloknya.

Kenzo pun juga penasaran. Jika bersama Cameron, Bastian, dan Dylan pasti selalu membicarakan hal yang penting. Apa ada hubungannya dengan tubuh Kenneth yang selalu babak belur?.

"Oh iya, kita jadi nanti?". Kata Brian mengalihkan pembicaraan.

Kenzo mengangguk. "Iya, nanti siang di lapangan biasa".

Mereka menaiki motor masing-masing, meninggalkan area sekolah yang mulai sepi.

Sama halnya seperti Kenneth yang sudah menaiki mobilnya. Tadi mereka sudah membicarakan tentang rencana besok. Hari ini mereka ingin self healing masing-masing. Dan niatnya adalah ingin mengunjungi suatu tempat sekaligus menjemput Kelvin.

Adiknya tadi mengatakan bahwa Darel tidak berangkat sekolah karena sakit, sehingga dia harus menaiki angkutan umum.

**

Kenneth berjalan menyusuri tempat pemakaman umum. Ia berhenti di sebuah makam seseorang. Sejenak ia menarik napasnya dalam, lalu menghembusnya dengan tenang. Ia berjongkok di pinggir makam itu, meletakan bunga lili putih kesukaan sang adik yang telah tiada.

Kevin Abhimanyu

Adiknya yang malang. Kenneth tersenyum manis, kemudian menengadahkan tangan untuk berdoa. Setelah beberapa menit kemudian ia mengusap tulisan nama di nisan makam adiknya itu.

Kevin adalah anak bungsu Fina dan Reyhan, adik si kembar Kenzo dan Kenneth.

"Maaf". Kenneth mulai menundukkan kepala, selalu merasa bersalah. "Maafin kakak ya, Vin". Lanjutnya dengan suara lirih.

Kematian Kevin adalah pukulan besar untuk keluarganya, terutama Fina. Ibunya itu nyaris gila setiap kali jika mengingat hal-hal yang berhubungan dengan Kevin, terutama kematiannya. Kematian yang tidak pernah terduga dan tidak pernah terbayangkan.

Ada secuil kisah pahit mengenai kematian Kevin, juga dirinya yang disalahkan didalamnya. Yang membuat ia terusir dan tidak lagi di terima oleh kedua orangtuanya.

"Kakak janji akan terus lindungin kamu. Walaupun kita sekarang jauh, kakak harap kamu jangan benci kakak. Karena kakak sayang sama kamu, maafin kakak Vin".

Berpuluh-puluh bayangan dari sebuah memori menggerogoti hatinya. Membuatnya semakin hancur dan melebur. Mungkin jika soal fisik ia jagonya, namun siapa yang akan baik-baik saja setelah melihat orang yang kita sayangi telah tiada. Apalagi orangtuanya menyalahkan dirinya atas semua ini.

Kenneth adalah orang yang terpuruk kemudian telah dihancurkan. Dua hal itu menemaninya setiap waktu. Hingga ia menjadi seperti ini.

"Kakak nggak pernah nyesel ketemu sama kamu, dan kakak harap kamu juga nggak nyesel punya kakak kayak kakak ini".

Jika orang lain menyukai sepi sebagai ketenangan, sama halnya seperti Kenneth yang kemudian digunakannya untuk mencoba untuk menghilangkan banyaknya serpihan kaca yang menetap di relung hatinya.

Tidak perlu menjauh dari orang-orang untuk ada dalam sepi. Karena ia telah ada di lingkaran gelap itu sejak dulu.

Sepi seperti duka, namun hanya itu cara agar ia selalu sadar bahwa kehidupannya tidak lagi sama. Yang di pandang penuh sayang oleh orangtuanya. Sekarang tidak lagi. Yang ada hanya Kenneth tidak tau malu yang pulang ke rumah setelah membunuh seorang bintang di singgasana.

"Kakak capek Vin, kakak capek terus-terusan kayak gini".

Hanya disinilah Kenneth bisa mengutarakan isi hati kecilnya. Hidupnya yang sepi dan gelap itu setia menemaninya tanpa mau mengembalikannya seperti dulu lagi.

Jika di tanya apakah lelah. Jawabannya sudah pasti iya.

Ia terus bermain dengan kesalahan. Mengejar dan di kejar, setiap hari ia di paksa untuk seperti itu.

Orang-orang tidak pernah membiarkannya berhenti, orang-orang tidak pernah membiarkannya istirahat. Barang memberinya jeda untuk membuatnya bernapas dengan lega. Semua itu seperti kesalahan terbesar dalam hidupnya, hingga ia tidak bisa di biarkan untuk bebas.

Ia terkurung dalam lubang hitam selamanya.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!