Fina merentangkan kedua tangannya dengan lebar, matanya menatap binar pada Kenzo yang berjalan kearahnya. Mereka berpelukan, melepas rindu karena Fina dan Reyhan ada ke luar negeri selama hampir 3 hari.
"Kangen tau ma". Kata Kenzo manja.
Fina terkekeh pelan, membalas pelukan anaknya dengan tak kalah kencang. Reyhan sendiri menggeleng geli dengan menarik koper-koper mereka ke dalam kamar.
"Mama juga kangen sama kamu, banget".
Kenzo menguraikan pelukannya, ditatapnya Fina dengan senyum yang berseri. Dalam hati masih berharap bahwa disampingnya kini berdiri Kenneth yang juga sedang memeluk Fina. Namun sayang, Kenneth sedang pergi keluar weekend-weekend begini. Entah apa yang Kenneth lakukan di luar sana. Yang pasti, ia tau Kenneth sedang mencoba menghindari Fina dan Reyhan. Orangtua mereka.
"Kok melamun sih, mama punya oleh-oleh loh buat kamu". Kata Fina yang menggiring Kenzo ke ruang tamu.
Kenzo masih tersenyum, memperhatikan mamanya yang membuka satu koper besar yang Reyhan sisihkan tadi. Fina mengeluarkan paper bag berwarna putih dan hitam, lalu menyodorkannya pada Kenzo.
"Ini dia!!!". Kata Fina riang.
"Wahh apaan nih!!". Sahut Kenzo antusias, tangannya bergerak membuka paper bag itu.
Seketika matanya semakin berbinar, melihat Jersey futsal yang ia impi-impikan selama ini. "Makasih ma!!". Kata Kenzo riang.
Fina mengangguk dengan senyum manis, kembali memperhatikan Kenzo yang membuka satu paper bag lagi.
"Tumbler?". Kata Kenzo cengo sejenak.
Fina mengangguk. "Ya siapa tau berguna kan? Simpen aja".
Kenzo menggaruk kepalanya bingung, namun ia kembali tersenyum dan menyimpan barang-barang itu ke dalam wadah.
"Makasih ya ma".
"Sama-sama sayang". Jawab Fina menepuk pundak anaknya.
Kenzo masih melirik koper di sebelah Fina. Ada banyak paper bag namun dengan warna yang feminim, ia yakin itu punya Fina. Ayahnya bukan tipe orang yang suka berbelanja, jadi paper bag berwarna lucu di koper itu punya Fina.
Ia memang sudah ada jatahnya, namun ia masih mencari-cari sesuatu.
"Kenapa Zo?". Tanya Fina yang melihat aneh pada Kenzo yang masih celingukan melihat kopernya.
"Punya Kenneth mana?".
Fina terdiam. Ia merapikan kopernya kemudian berdiri, menarik kopernya hendak pergi ke kamar.
"Dia bukan orang penting yang harus di kasih hadiah". Kata Fina yang langsung berjalan memasuki kamar.
Brak!!
Fina terlonjak hampir menjatuhkan kopernya ke bawah. Kemudian berbalik badan dan melihat ke arah Kenzo yang berdiri menyorot dingin padanya.
"Kenzo kamu kenapa? Terus hadiahnya kenapa kamu lempar?".
Kenzo masih diam dengan wajah yang memerah, memandang sendu pada mamanya yang tidak berubah juga.
"Kenneth itu penting buat aku, terserah mama nganggepnya kaya gimana. Aku sama Kenneth kembar, selamanya akan jadi anak kembar". Katanya dingin.
Fina jadi terdiam.
"Karena kita kembar, jadi harus adil. Kalo Kenneth nggak dapet hadiah, itu artinya aku juga nggak akan dapet hadiah".
Kenzo mengambil kembali semua paper bag yang ia lempar tadi. Kemudian memaksa Fina untuk menerima barang itu.
"Aku kembaliin ini, makasih ma untuk perhatiannya. Tapi maaf, aku kecewa kali ini. Aku sama Kenneth lahir dari rahim yang sama, itu artinya mama nggak seharusnya membedakan antara aku sama Kenneth. Atau mengesampingkan salah satu di antara kami, karena kita itu sa-tu". Lanjut Kenneth yang menekan kata terakhir dengan jelas.
Fina menatap nanar pada putranya yang berjalan menanjaki tangga, kemudian masuk ke dalam kamar.
Ia tanpa sadar menjatuhkan koper juga paper bag ditangannya.
"ARRHGHHH!!!". Fina berteriak sambil mengacak rambutnya. Reyhan yang tersadar teriakan itu langsung berlari menghampiri istrinya.
"Fina kamu kenapa?".
"MAS!! KENZO JADI BENCI SAMA AKU, SEMUA INI GARA-GARA ANAK SIALAN ITU".
"ANAK ITU HARUSNYA NGGAK ADA DISINI, DIA HARUSNYA PERGI!!".
Reyhan yang mengerti sesuatu segera mendekap istrinya, merapalkan kata sabar untuk ketenangan wanita itu.
"Kamu tenang Fin, jangan marah-marah".
Fina tak berhenti. "NGGAK BISA MAS!! AKU NGGAK AKAN TENANG SEBELUM ANAK ITU KELUAR DARI RUMAH INI, AKU NGGAK BISA DI BENCI SAMA KENZO!!".
Fina terus berteriak, menyumpah serapahi pada anaknya yang lain. Tanpa menyadari Kenneth yang mematung di ambang pintu garasi, mendengar teriakan yang menggema di dalam rumah ini dengan wajah sendu.
Hatinya bagai di timpa ribuan batu. Sakit. Sedikitpun ia tidak bergerak untuk berbalik arah, kakinya seperti di paksa untuk menetap, telinganya seperti di paksa untuk mendengar kalimat menyakitkan itu, dan hatinya yang menerima langsung teremas begitu saja.
Niatnya pulang untuk melihat wajah orangtuanya dari jauh saja sangat susah, bahkan rumah dan isinya tidak lagi menerima dirinya. Kenneth hanya bisa mengkhayal dengan gambaran yang pas-pasan, karena ia sendiri juga memiliki hanya sedikit memori indah bersama orangtuanya. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali mereka memeluknya, seperti saat Fina memeluk Kenzo tadi.
"ANAK ITU YANG HARUSNYA MATI!! BUKAN KEVIN!!".
Dengan niat yang terkumpul, Kenneth menyeret kakinya kembali sampai ke mobil.
Di dalam kamar Kenzo terduduk di pinggir ranjang. Nafasnya memburu dengan tetesan air mata yang tidak berhenti. Tangannya meremas kuat rambutnya, untuk melampiaskan sebuah kemarahan yang selalu sia-sia.
Tidak pernah berhenti dan terus bertambah.
Sangat frustasi memikirkan keluarganya yang tidak normal. Keluarganya itu cacat. Sangat menyakitkan saat mengetahui orangtuanya membenci anaknya sendiri, apalagi itu saudara kembarnya.
Kenzo hanya ingin keluarganya seperti dulu lagi. Tetap bahagia walau kehilangan satu anggota. Tetap menjalani hari sebagai keluarga yang damai tanpa ada kebencian didalamnya. Yang natural dan tidak di buat-buat.
Namun sepertinya itu hanya ilusi. Hari-hari yang dijalaninya di dalam rumah seperti neraka.
Selama ini mereka tampak munafik. Di pandang sebagai keluarga yang kaya dan harmonis. Mengumbar kebahagiaan ke orang-orang tanpa pernah menunjukan celah kekurangan sedikitpun.
Kekurangan itulah yang hanya mereka tutupi. Sampai ia yang di kenal sebagai anak tunggal kaya raya. Dengan bangganya orangtuanya memamerkan dirinya sebagai satu-satunya berlian yang berharga. Tanpa pernah mau menunjukan Kenneth sebagai berlian lain yang harus mereka jaga.
Mereka selalu tutup mata untuk itu.
Jika boleh jujur. Ingin rasanya Kenzo berteriak pada semua orang bahwa keluarganya itu palsu. Bahagia di luar dan menutupi segala kebrobokan didalamnya. Ia sangat benci pada situasi seperti ini. Orangtuanya hanya mengandalkan pamor dan atensi terhadap orang lain. Tanpa pernah mencoba berdamai dengan kekurangan keluarganya sendiri.
Mereka terlihat sangat menikmati itu. Sampai tidak pernah mau sadar satu anggota keluarganya sangat terluka, bahkan sudah bertahun-tahun lamanya. Tanpa pernah mau memaafkan dan mendekap kembali.
Sekarang Kenzo sangat bingung. Keluarga hangat seperti apa yang selama ini orang-orang bicarakan. Ia tidak pernah merasakan apa-apa dalam keluarganya.
Bahagia dan kecewa yang menjadi satu.
Hanya itu yang terus berevolusi di dalam hidupnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments