\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
♥️♥️♥️♥️♥️
Sesampainya di dalam kamar, Naya segera
masuk ke kamar mandi dan membersihkan
dirinya. Namun keadaannya bukannya membaik, tubuhnya malah semakin menggigil kedinginan. Pasalnya di kamar ini tidak terdapat pemanas
hingga dia terpaksa harus mandi dengan air
dingin.
Naya menggulung tubuhnya dengan selimut
seadanya untuk mengurangi rasa dingin. Dan
kepalanya kini mulai terasa sakit hingga seakan
seperti di remas dengan kuat. Dia juga terus
bersin-bersin tiada henti.
Pintu kamar di ketuk dari luar, dengan tubuh
yang sedikit bergetar Naya membuka pintu
menampilkan sosok Rani di ambang pintu yang
tengah menatap nya cemas. Dia membawakan
nampan berisi makan malam dan juga obat.
"Nona..Pak Ali memerintahkan saya
membawakan malam untuk anda."
Rani menyimpan nampan di atas lemari kayu di
dekat tempat tidur. Naya yang kembali meringkuk
tampak menatap Rani dengan sorot mata redup.
"Iya nanti saya makan, terimakasih ya Rani."
"Sama-sama Nona, apa ada yang bisa saya bantu
lagi ? mau saya pijat ?"
Rani menawarkan diri di balas senyuman lembut
Naya yang menggeleng pelan.
"Tidak usah, terimakasih. Saya hanya butuh
istirahat sekarang."
Rani tampak masih menatap khawatir kearah
Naya yang berusaha memejamkan matanya.
"Baiklah..kalau begitu saya permisi.! kapanpun
Nona butuh saya, tinggal mengetuk saja."
Naya mengangguk seraya kembali tersenyum.
Akhirnya Rani keluar dari dalam kamar Naya.
Setelah meminum obat yang tadi di bawakan
oleh Rani, Naya mencoba untuk tidur dan mengistirahatkan segala pikirannya.
Namun sampai tengah malam tidurnya tampak
terus saja gelisah, dia membolak balikan badan
nya mencoba mencari posisi ternyaman. Namun
kegelisahan tetap saja melandanya. Di tambah
hidung nya yang kembali meler dan bersin-bersin
nya masih saja tersisa.
Tidak ada pilihan, Naya terbangun dari tidurnya.
Dengan memakai baju hangat dari bulu halus
dia keluar dari kamar nya.
Hawa dingin langsung saja menerpa kulit nya
membuat dia kembali menggigil dan merapatkan
baju hangat nya. Kemudian dia mulai berjalan
menyusuri halaman belakang menuju ke arah
dapur. Dia harus membuat ramuan minuman
obat herbal yang biasa di buat nya sewaktu di
panti, kalau tidak sakit kepala dan bersin-bersin
nya tidak akan mereda.
Tidak lama dia sudah berada di dapur karena
memang pintu belakang tidak pernah di kunci.
Dengan penerangan seadanya karena tidak ingin
menggangu penghuni rumah Naya mulai mencari
bahan-bahan yang di perlukan.
Setelah semuanya siap, dia mulai menyalakan
kompor dan merebus bahan obat herbal tersebut.
Rasa sakit di kepalanya makin terasa berdenyut.
Setelah lama akhirnya minuman herbal yang tadi
di buat nya siap. Naya menuangkan minuman
tersebut ke dalam gelas dan mencuci semua
peralatan yang tadi di gunakannya.
Saat sedang fokus mencuci, tiba-tiba dia
terperanjat kaget saat mendengar suara langkah
kaki dari arah gudang bawah tanah yang terdapat
di samping dapur dekat ruang makan.
Naya menoleh, tubuhnya menegang seketika
saat melihat sosok Aham tengah berdiri di pintu
keluar gudang dengan memegang dua buah botol
minuman beralkohol. Mata mereka langsung
bertemu saling bertatapan kuat.
Aham melangkah sedikit sempoyongan
menghampiri Naya yang masih berdiri kaku
di tempat nya. Kini dia berdiri tepat di hadapan
Naya yang masih belum bisa bergerak. Dia
meletakan dua botol minuman yang di
bawanya di atas meja kecil yang ada di dapur.
"Apa yang kamu lakukan di sini.? Apa kau
sedang memata-matai ku hehh ?"
Mata Aham tampak sedikit merah menandakan
dia sudah di kuasai oleh pengaruh alkohol.
Entah berapa botol yang sudah di habiskannya.
"A-aku..sedang membuat ramuan.."
"Ramuan..? Kau sedang membuat racun
untukku.?"
Naya tersentak mendengar ucapan Aham, dia
menatap tajam wajah Aham yang kini semakin mendekat membuatnya reflek mundur, Aham
tampak menautkan kedua alisnya melihat
respon Naya. Dia kembali maju mendesak
membuat Naya tersudut membentur kitchen
sink.
"A- aku butuh obat.."
Naya berucap lirih dengan sedikit gemetar dan
masih menatap tajam Aham mencoba mencari
celah untuk melarikan diri.
"Apa kau tahu, kau sudah membuat hidupku
menjadi kacau sekarang.!"
Naya mengernyitkan alis, dia menggelengkan
kepala nya kuat.
"Aku tidak mengerti maksudmu.!"
"Kau sudah membuatku menentang kakekku.!
Dan..dia pergi untuk selamanya ! Dia pergi
meninggalkanku tanpa pesan apapun.!"
Naya terhenyak mendengar geraman Aham.
Dia menatap mata Aham yang kini terlihat di
penuhi oleh emosi yang terbendung. Naya
melihat dengan jelas bahwa laki-laki ini masih
belum bisa menerima kenyataan, dia tampak
masih terguncang akan kepergian Kakek nya.
Aroma alkohol yang sangat dominan keluar
dari mulut Aham saat dia kembali mendekatkan
wajah nya kehadapan Naya membuat tubuh
Naya menegang dan memejamkan matanya.
"Kau adalah wanita pembawa sial.!"
Desis Aham, tatapannya makin menghunus.
Naya membalas tatapan Aham dengan mata
yang mulai berkaca-kaca. Dia tersentak saat
Aham tiba-tiba mencengkram kuat pergelangan tangannya kemudian tanpa ampun menyeret
tubuhnya seraya menyambar botol minuman
yang tadi di letakkan nya.
Aham menyeret tubuh mungil Naya di bawa melangkah keluar dari dapur.
"Lepas ! Kau mau membawaku kemana, lepas !"
Naya berusaha berontak dan mencoba melepaskan pegangan tangan Aham yang kini terasa semakin
kuat. Namun laki-laki itu tampak tidak peduli dia
terus saja berjalan menaiki tangga menuju ke lantai atas.
"Tuan ! tolong lepaskan, ini sakit ! kau mau membawaku kemana ?"
Naya tidak putus asa dia terus meronta dan
menarik tangannya walaupun itu sia-sia saja
karena tenaga Aham bukanlah tandingannya.
Mereka sampai ke lantai atas, dan Naya tampak
semakin tegang saat tubuhnya di seret masuk
ke dalam sebuah kamar di ujung lorong yang
berada di lantai dua tersebut.
"Ini adalah tempat yang cocok untukmu.! Kau
harus menerima hukuman karena sudah
berani mengusik kehidupanku.!"
Aham melempar tubuh Naya ke sudut ruangan
membuat tubuh ringkihnya langsung tersungkur.
Dia berdiri menjulang di ambang pintu, menatap
tajam kearah Naya yang kini bergerak dan
beringsut ke dinding ruangan kecil itu.
Air mata tiba-tiba saja berjatuhan, tapi Naya
berusaha meredam tangisnya.
"Apa yang kau inginkan dariku.? Lakukan
apapun yang bisa membuatmu tenang.!"
Suara Naya bergetar menahan isak tangis yang
kini semakin mendesak pertahanannya.
Aham maju mendekat, dia menenggak minuman
dari botolnya langsung dengan terus menatap
tajam wajah Naya yang terlihat sedikit memucat.
"Aku ingin kau pergi dari hidupku secepatnya.!
Aku tidak pernah menginginkan kehadiran mu.!
Kau adalah penyebab Kakek pergi dariku !"
Aham kembali meneguk minumannya membuat
Naya terkesiap, dia mencoba berdiri dan mendekat
kearah Aham lalu merebut botol yang sedang di
teguknya.
"Tuan..! sudah hentikan.! Kau tidak bisa terus
menerus menyiksa dirimu sendiri.!"
Aham menatap murka kearah Naya, dia merebut
botol dari tangan Naya lalu melemparkannya
ke dinding ruangan hingga menimbulkan suara pecahan nyaring membuat Naya menjerit kaget
dan menutup mukanya.
Keheningan malam tiba-tiba terbelah oleh suara
gaduh yang berasal dari ruangan di pojok lorong
lantai atas tersebut.
"Jangan coba-coba mengajariku.!! "
Bentak Aham menggelegar, matanya menyala
penuh amarah dia mencengkram leher Naya dan menekannya ke dinding membuat Naya
membulatkan matanya dan tangannya berusaha memegang kuat lengan kekar Aham yang kini berusaha mencekiknya.
"Ka-lau.. kepergian ku bi-sa membuatmu tenang..
Silahkan..lenyapkan aku sekarang juga.."
Lirih Naya di sela napasnya yang tersengal.
Mata Aham tampak berkilat sesaat, dia terkesiap
saat matanya beradu tatap dengan mata pasrah
Naya yang kini semakin redup namun penuh
dengan cairan bening yang menetes deras.
Dengan cepat Aham melepaskan cengkraman
tangannya di leher Naya membuat tubuh Naya
ambruk seketika ke atas lantai dalam keadaan
tak sadarkan diri.
Aham tampak bengong menatap tak percaya
sosok lemah di hadapannya yang kini tergeletak
tak berdaya. Dengan cepat dia meraih tubuh Naya
memeriksa keadaanya. Dan tanpa pikir panjang
dia mengangkat tubuh Naya kedalam pangkuan
nya di bawa keluar dari dalam ruangan itu.
Di depan pintu masuk kamar nya dia berpapasan
dengan Pak Ali yang terlihat menatap cemas
kearah Naya yang kini terkulai lemas dalam
pelukan Aham.
"Bawakan air hangat ke kamarku.!"
"Baik Tuan."
Aham masuk kedalam kamar nya sementara Pak
Ali turun ke lantai bawah dengan tergesa-gesa.
Aham membaringkan tubuh Naya di atas tempat
tidurnya. Dia kembali memeriksa keadaan nya.
Denyut nadi nya sedikit lemah, wajahnya juga
terlihat semakin memucat sementara suhu
tubuhnya kini meningkat drastis.
Aham segera meraih ponsel dari atas nakas, dia
menghubungi nomor telpon dokter pribadinya.
"Kau bisa datang ke sini sekarang.?"
".."
"Aku membutuhkan bantuanmu sekarang
juga, cepat datang.!"
Aham langsung menutup telponnya sepihak.
Dia kembali berpaling pada Naya yang terlihat
semakin pucat, wajah Aham terlihat sedikit panik, berjalan mondar mandir, kemudian meremas kepalanya.
"Apa yang sudah kulakukan..!"
Aham mengusap kasar wajah nya. Dia kembali
menatap wajah Naya yang terlihat begitu tidak
berdaya. Akhirnya dia duduk di pinggir tempat
tidur, menatap lekat wajah pucat wanita yang
sudah sah menjadi istrinya itu.
Tatapannya semakin lama semakin intens. Baru
saat inilah dia bisa memperhatikan dan menatap dengan seksama detail wajah wanita yang
tanpa alasan tiba-tiba saja begitu di bencinya.
Semakin lama memandang nya, Aham seakan
tidak bisa melepaskan pandangannya. Dia
kembali mengusap kasar wajahnya dan
menarik napas berat.
Pak Ali muncul kedalam kamar membawakan
teko berisi air panas beserta mangkuk silver
komplit dengan lap kecil untuk mengompres.
"Biar aku saja."
Pak Ali tampak bengong saat melihat Aham
mulai menempelkan kain kompresan di kening
Naya. Dia setengah tidak percaya dengan apa
yang dilakukan oleh Tuan Muda nya itu.
"Tuan..apa tidak sebaiknya Nona Muda dibawa
ke rumah sakit saja, saya khawatir.."
"Aku sudah menyuruh Rama untuk datang kesini.
Dia akan menanganinya.!"
"Baik Tuan.."
Pak Ali terdiam dan hanya bisa menatap cemas
wajah Naya yang terlihat begitu pucat.
Nona..apa yang terjadi pada anda ? Sebenarnya
apa yang sudah Tuan Muda lakukan pada anda.?
Pak Ali terus bertanya-tanya dalam hatinya seiring
tatapan yang tidak lepas dari wajah Naya.
Aham kembali berjalan mondar mandir tidak
tenang menunggu kehadiran Dokter pribadinya.
Pak Ali sudah turun untuk menunggu kedatangan
Dokter Rama di ruang depan.
Kesal menunggu akhirnya Aham kembali duduk
di samping tubuh Naya, dengan sedikit gemetar
dia memegang tangan Naya. Ada semacam desiran halus yang kini merayap menjalari seluruh aliran
darah nya saat dia menggenggam tangan Naya
penuh rasa cemas akan kondisinya yang terlihat semakin lemah. Dia menatap resah wajah Naya.
Setelah menunggu cukup lama akhirnya Dokter
Rama muncul membuat Aham bisa bernapas
sedikit lega. Dengan segera Dokter pribadinya
itu memeriksa keadaan Naya.
"Apa kau bisa membuka kerudungnya ? Aku
ingin memeriksa lebam di bagian leher nya."
"Kau mau mati sekarang.?"
Aham menatap tajam wajah Rama penuh ancaman
hingga Dokter muda itu mengangkat bahu nya.
Cukup lama Dokter Rama mengecek kondisi Naya
hingga membuat Aham kembali tidak sabar dan
di landa kecemasan karena Naya tidak kunjung
sadar.
"Syukurlah tidak ada yang serius dengannya.
Dia hanya sedikit syok saja di tambah kondisi tubuhnya yang sedang demam."
Aham menarik napas lega saat mendengar
penjelasan Dokter pribadinya tersebut.
"Aku akan memberikan suntikan penenang agar
dia bisa istirahat dengan baik."
Setelah berucap demikian, dia mulai menyiapkan
alat injeksi. Aham mendekat dan memegang
lengan kiri Naya, kemudian perlahan dan hati-hati
dia menggulung lengan baju yang di kenakkan
Naya. Darah Aham kembali berdesir saat dia
menyentuh kulit halus lembut Naya yang kini
terbuka sampai ke siku nya. Ada luka lebam
di sekitar siku yang terlihat sedikit membiru.
"Siapa gadis ini sebenarnya ?"
Dokter Rama tampak menatap lekat wajah
cantik Naya. Walaupun keadaan nya pucat pasi
dan lemah, tapi mata Dokter itu bisa melihat
dengan jelas betapa cantik dan mempesona nya
gadis yang kini sedang di periksa kondisi nya.
Aham melirik dan menatap tajam penuh aura
intimidasi terhadap Dokter Rama yang masih
dengan tenang nya memandang wajah Naya.
"Kau harus menurunkan pandangan mu darinya.
Jangan kurang ajar !"
Dengus Aham. Dokter Rama menautkan alisnya.
"Kenapa memang nya ? Siapa yang tahan untuk
tidak memandang nya ."
"Jangan lancang kamu ! Dia adalah istriku.!"
"What ?? Apa kau bercanda ??"
Rama membulatkan matanya. Dia menatap
tidak percaya mendengar ucapan Aham.
"Dia wanita pilihan mendiang kakekku."
Aham menghela napas sambil kemudian kembali
menatap lekat wajah Naya. Rama terdiam dengan
wajah sedikit kecewa.
"Aku kira dia tidak ada hubungannya dengan mu."
"Apa maksudmu ??"
Aham kembali menghujamkan tatapan nya pada
Dokter Rama yang tersenyum kecut.
"Sudahlah, sekarang aku akan memberikan
suntikan padanya. "
Dokter Rama mengoleskan cairan anestesi pada
lengan bagian atas Naya, kemudian dengan hati-
hati dia mulai melakukan prosedur injeksi. Naya
tampak sedikit bereaksi dengan mengeluh dan meringis, tubuhnya bergerak resah hingga tanpa
sadar Aham mencoba mengelus kening Naya
untuk menenangkannya.
"Tidak perlu cemas, dia akan baik-baik saja. Tapi
sedikit trauma bisa saja di alaminya. Kau harus
terus memperhatikan nya. "
Rama berdiri setelah dia selesai melakukan
pengecekan menyeluruh terhadap kondisi Naya.
Dia merapihkan semua alat-alat yang di bawanya.
Setelah berpamitan akhirnya Dokter muda itu
keluar dari dalam kamar diantara oleh Pak Ali.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
andi hastutty
syukurlah masih terselip hati nurani di hati aham
2023-10-24
0
Yani
Aham punya hati nurani ternyata
2022-11-17
0
Novi Sulistiana
seganteng apapun aham jika merendahkan perempuan apalagi trhdap istrinya sendri...nama nya laki2 nggak brmoral...
2022-11-12
0