\*\*\*\*\*\*\*\*\*
♥️♥️♥️♥️♥️
Naya masih terisak di dalam kamar nya. Rani
muncul membawa kotak obat, dia tampak
menatap iba wajah Nona muda nya yang
terlihat kacau itu.
"Biarkan saya mengobati luka anda Nona."
"Tidak usah Rani, biar aku saja."
Naya menggeleng, kemudian meraih kotak
obat yang telah di buka oleh Rani.
"Sikap Tuan Muda memang keras. Makanya
tidak ada yang berani mengusiknya."
Naya terdiam, obat merah yang telah di genggam
nya kini hanya di biarkan begitu saja. Tatapannya
terlihat kosong, dia kembali mengingat semua
perlakuan kasar Aham barusan.
"Sebaiknya Nona istirahat saja di sini, tidak usah
keluar lagi. Saya akan membawakan makanan
kesini sebentar lagi."
"Jangan Rani, sebentar lagi Tuan Aham akan
berangkat kerja, saya harus melayani nya
sarapan pagi."
"Tapi Nona, luka anda.."
"Ini hanya luka kecil saja kok."
Naya dengan segera menyibak lengan baju nya
hingga ke siku dan mengoleskan obat merah di
sekitar luka lecet di siku nya. Rani tampak
menatap diam majikan baru nya itu tanpa bisa mencoba membantunya.
Di ambang pintu tiba-tiba muncul 2 pelayan
wanita dengan penampilan yang cukup seksi,
baju seragam mereka tampak tercetak dengan
jelas hingga memperlihatkan lekuk tubuh
keduanya dengan tonjolan yang mencolok di
setiap bagian sensitif tubuh mereka.
Mereka berdiri dengan melipat kedua tangan di
dada seraya menatap tidak suka terhadap Naya.
"Ohh..jadi ini pelayan baru Tuan Muda.! Punya
nyali juga ya kamu untuk memegang posisi yang sangat penting ini.!"
Salah seorang dari pelayan itu dengan dandanan
yang super menor tampak masuk ke dalam kamar
kemudian berdiri bertolak pinggang di hadapan
Naya yang hanya menatap datar kearah kedua
pelayan seksi tersebut.
"Mau apa kalian ? Tolong jangan ganggu kami ya."
Rani berdiri menghadap pelayan yang barusan
masuk ke dalam kamar.
"Memang nya siapa yang menggangu.? Aku
hanya ingin melihat pelayan baru yang sudah
berani melangkahi kita sebagai senior nya.!"
"Apa maksud kamu.?"
Rani menatap tajam pelayan itu yang kini
tersenyum sinis pada Rani.
"Seharusnya aku yang menempati posisi sebagai
pelayan pribadi Tuan Muda, itu adalah sebuah hal
yang selama ini kita impikan, tapi.. tiba-tiba saja
pelayan baru model begini melangkahi ku.!"
"Kepala pelayan sendiri yang sudah menempatkan
Naya di posisi itu.!"
"Cihh..! Aku yakin dia tidak akan bertahan lama.!
Kau lihat..baru di hari pertama saja keadaan nya
sudah menyedihkan seperti ini haa..!"
Pelayan itu tiba-tiba melempar kotak obat yang
ada di pangkuan Naya hingga jatuh berantakan
membentur lemari kayu di ujung ruangan. Naya
tampak tersentak, dia langsung berdiri dan
menatap tajam wajah pelayan itu.
"Tolong..hargai posisi kita masing-masing. Aku
disini hanya ingin bekerja dengan baik."
Pelayan tadi membulatkan matanya dan
menopang tangan di dada kemudian
memiringkan kepalanya di depan wajah Naya.
Dia tampak menatap intens wajah cantik Naya, terdengar decakan kekesalan dari mulut
pelayan itu.
"Kita lihat nanti, sampai berapa lama kamu
bisa bertahan di posisi ini..!"
Tangannya mendorong bahu Naya dengan
keras hingga membuat Naya terduduk paksa
di pinggir tempat tidur. Rani tampak mengepalkan tangannya geram melihat perlakuan teman
pelayannya itu terhadap Nona Muda nya.
Kedua pelayan itu mengibaskan rambut dengan
gaya centil nya kemudian berlalu pergi dari tempat
itu meninggalkan Naya dan Rani yang hanya bisa
mendesah pelan.
----- -----
Suasana di ruang makan kini sudah mulai terlihat
sibuk. Nyonya Elen beserta Tuan Rolland sudah
duduk menempati posisi masing-masing. Tidak
lama muncul Melin yang sudah siap dengan
pakaian seksi nya, padahal hanya akan pergi ke
kampus, dan dengan gaya pakaian yang seperti
itu, sungguh..dunia memang sudah semakin kacau.
"Pagi Mami, Papi.."
Gadis cantik bertubuh tinggi itu langsung
mencium pipi kedua orang tuanya.
"Pagi darling.."
Sahut Nyonya Elen dengan senyum merekah.
Mereka memulai sarapannya tanpa menunggu kedatangan Sang Tuan rumah yang sesungguhnya. Karena memang setiap harinya juga seperti itu.
Aham adalah sosok yang sangat dingin dan
susah di tebak suasana hatinya. Nyonya Elen
sendiri sebagai ibu yang sudah mengandung
dan melahirkannya tidak pernah bisa mendekati
sosok putra nya itu. Sikap Aham berubah dingin
terhadap dirinya, saat Nyonya Elen memutuskan
untuk menikah kembali ketika Aham menginjak
usia 9 tahun.
Dari arah dapur muncul Naya membawakan
sarapan pagi yang biasa di santap Aham
sesuai jadwal harinya. Mereka bertiga tampak
saling pandang dan memandang sinis kearah
Naya.
"Akhirnya dia menyadari juga tempat dan posisi
yang sesuai dengan dirinya.!"
Nyonya Elen buka suara seraya menatap sinis
wajah Naya yang terlihat sedang menata
hidangan di depan kursi Aham yang kini
menempati kursi yang biasanya di duduki
oleh Tuan Adi.
"Hei..sini kamu.!"
Naya menatap sebentar ibu mertuanya itu,
kemudian mendekat dan berdiri di samping nya.
"Iya Ibu.."
"Siapa yang memberimu ijin memanggilku ibu.?"
"Maaf, sebutan seperti apakah yang sepantasnya
saya berikan untuk anda ?"
"Panggil aku Nyonya besar.!"
Naya terdiam, beberapa pelayan yang ada di
tempat itu terlihat menunduk tidak ada yang
berani mengangkat muka saat melihat
kemunculan Aham di pintu masuk. Jantung
Naya seketika berdebar dengan ritme yang tidak beraturan.
"Selamat pagi Tuan Muda."
Semua pelayan menyapa serempak saat Aham
berjalan melintas. Wajah nya terlihat datar dan
tatapannya begitu dingin hingga membuat seisi
ruangan seakan di selimuti aura dingin yang
membekukan suasana.
Mata Aham menatap sebentar kearah Naya yang
tampak berdiri di samping Nyonya Elen.
"Pagi Kakak tampan ku.."
Melin menyapa dengan tersenyum manja di balas
lirikan malas dari Aham membuat gadis itu hanya
bisa mengerucutkan bibirnya.
Aham tampak duduk tegak penuh gaya elegan
yang sangat menawan. Dengan ragu Naya
mencoba mendekat dan mulai menuangkan
jus ke dalam gelas nya.
"Pak Ali..!"
Aham berucap dengan suara beratnya dan wajah
yang terlihat mengeras. Dengan cepat Pak Ali
maju mendekat dan berdiri patuh di samping nya.
"Iya Tuan Muda."
"Siapa yang memberikan izin wanita ini untuk
melayaniku."
"Sa-saya Tuan."
Brak !!
Aham menggebrak meja makan dengan kuat
membuat guncangan yang cukup hebat hingga
semua makanan berkuah diatas meja langsung
saja tumpah keatas meja. Semua orang tampak terkejut dan membeku di tempat, termasuk Naya
yang langsung mundur. Dia menarik napas dengan
berat berusaha menguasai dirinya.
"Maafkan saya Tuan. Kalau anda tidak berkenan
biar saya yang melayani anda."
Pak Ali segera menenangkan dan membungkuk
dalam di hadapan Aham. Sementara Nyonya Elen
tampak berdiri dari duduknya langsung mendekat
kearah Naya.
Plak !
Tanpa basa basi dia langsung menampar wajah
Naya yang sontak memekik dan berpaling
memegang wajahnya yang terasa panas dan
langsung memerah.
"Dasar pelayan kurang ajar.! baru hari pertama
sudah membuat napsu makan putraku kacau.!"
Sumpah serapah dari mulut Nyonya Elen keluar
bak semburan lahar. Pak Ali nampak terkesiap
melihat apa yang di lakukan Nyonya Elen tersebut. Semenyara Aham terlihat datar saja, namun
rahangnya sedikit mengeras, matanya menatap
tajam kearah Naya yang kini tertunduk berusaha menahan air mata.
"Suruh wanita itu pergi dari sini.!"
Titah Aham, Pak Ali mengangguk gugup.
Dia segera menghampiri Naya dan berbisik
"Sebaiknya Nona istirahat sekarang. Tunggu
suasana hati Tuan Muda membaik."
Naya mengangguk pelan, dia tampak melirik
sekilas kearah Aham yang tidak di sangka saat
ini sedang menatap nya juga. Keduanya saling
tatap sebentar. Setelah itu Naya melangkah
pergi meninggalkan ruang makan.
Pak Ali kembali mendekat kearah Aham dan
mulai menuangkan makanan di piring nya.
"Aku sudah tidak berselera.!"
Aham berdiri dari duduknya kemudian tanpa
kata lagi dia berlalu pergi keluar dari ruangan
itu di ikuti oleh Pak Ali yang segera menyambar
tas kerja Aham yang tersimpan rapi diatas lemari
besi di dekat tangga menuju lantai atas.
------ -----
Pagi hari ini di jalani Naya dengan cukup berat.
Wajahnya saat ini masih tampak bengkak sedikit. Waktu sudah menunjukan pukul 10 pagi, Naya terpaksa harus pergi ke kampus nya karena
ada beberapa hal yang harus di urus nya untuk menyelesaikan masalah penyusunan skripsi nya.
Selain itu hari ini dia ada jadwal mengisi acara di sebuah pesantren bersama grup musik gambus
nya.
Bagaimana kini dia harus mengatur semua
jadwal hariannya, sementara status nya walau
tidak di akui kini sudah menjadi seorang istri. Meskipun pernikahannya tidak boleh di publish,
tapi dia tetap menyadari posisi nya kini.
"Nona..anda akan di antar supir pribadi mulai
sekarang kemanapun anda pergi."
"Tidak perlu Pak Ali, saya sudah memanggil taxi
online, dan tolong..jangan memaksa saya untuk
memakai fasilitas yang telah di siapkan. Semua
pelayan akan curiga."
Naya berucap sambil terus berjalan keluar dari
halaman untuk segera mencapai gerbang depan
yang berjarak sangat jauh dari halaman
belakang.
"Tapi Nona..semua adalah hak anda.! Tuan besar
sudah menyiapkan semuanya untuk anda. Bahkan
mobil pribadi hadiah khusus dari Tuan besar untuk
Nona sudah beliau siapkan jauh-jauh hari."
Naya menghentikan langkahnya seketika.
Matanya tampak mengerjap beberapa kali
mencoba menahan desakan air mata yang
kini sudah mulai terkumpul di pelupuk matanya.
Rasa perih di dalam hatinya kembali mencuat mengingat segala kebaikan Tuan Adi kepadanya.
"Akan ada saatnya nanti saya menggunakan nya.
Tapi bukan sekarang Pak, biarkan saat ini berjalan
apa ada nya. Sebaiknya Pak Ali kembali ke dalam.
Saya bisa terlambat kalau tidak cepat- cepat pergi."
"Baiklah Nona, hati-hati."
Naya mengangguk lalu dia keluar dari gerbang
istana megah itu, di luar telah terparkir sebuah
kendaraan online yang tadi di pesannya.
Selama di perjalanan Naya hanya bisa terdiam
mencoba menelaah semua hal yang telah terjadi
pada hidup nya setelah pertemuan nya dengan
Tuan Adi.
Tidak !! ternyata semua ini bukanlah mimpi
belaka. Ini adalah sebuah realita yang mau
tidak mau harus di jalaninya seikhlas mungkin.
Naya menghela napas dan memejamkan mata
mencoba menepis semua kesedihan yang kembali
menyeruak dari dasar hatinya ketika mengingat
pertemuan singkat nya dengan mendiang Tuan
Adi yang berujung dengan nasibnya sekarang.
***** *****
Siang hari di sebuah ruangan megah kantor
Presdir AM Corporation.
Saat ini Aham baru saja kembali dari ruang
meeting. Dari pagi dia mengadakan rapat
penting untuk membahas masalah kepergian
Sang Tuan Besar.
Sehingga kini semua wewenang dan kendali
atas semua aset dan properti yang di miliki oleh seluruh anak perusahaan, untuk sementara ada
dalam kendali penuh dirinya. Setidak nya sampai
surat wasiat di bacakan nanti pada waktunya.
Rapat ini di hadiri oleh hampir semua direktur
perusahaan cabang dari seluruh wilayah.
Dia tampak sedikit lelah. Duduk bersilang kaki di
atas sofa dengan membuka jas dan melonggarkan
dasi nya. Matanya terpejam mencoba memulihkan
kondisi tubuh dan pikirannya yang saat ini
dipenuhi oleh berbagai beban dan masalah.
Leo masuk kedalam ruangan dengan membawa
setumpuk dokumen di ikuti oleh dua orang
sekretaris yang membawakan nampan berisi
makan siang untuk Aham.
Kedua sekretaris cantik dan seksi itu tampak
mencuri pandang wajah Bos nya yang saat ini
masih terpejam menyandarkan kepala ke sofa.
Dengan cekatan mereka menata makanan di
atas meja dengan tak lepas mencuri pandang,
ini adalah kesempatan emas bagi mereka bisa
menikmati pesona ketampanan Bos nya itu
tanpa takut di ketahui.
Pesona ketampanan Aham yang memiliki daya
pikat luar biasa, di tambah dengan sikapnya yang
super dingin membuat wanita manapun yang berdekatan dengannya akan merasa terbang ke
awan dan dalam sesaat mereka akan berfantasi
liar tentang betapa bahagianya mereka seandainya bisa naik ke atas ranjang pria dingin itu dan bisa menikmati satu malam membara bersamanya.
Semerbak wangi memabukan yang menguar dari
tubuh gagah Aham membuat kedua sekretaris
itu semakin larut dalam fantasi liarnya, hingga
membuat tubuh mereka panas sendiri. Napas
mereka tiba-tiba saja menjadi berat.
Namun di saat keliaran pikiran kedua sekretaris
itu semakin melebar, kesenangan mereka tiba-
tiba terganggu saat Leo berdehem dengan tatapan tajam menghujam mengarah pada mereka. Pria
muda berwajah sama datar nya dengan bos nya
itu tahu pasti apa yang ada dalam pikiran dua
sekretaris itu, karena ini adalah hal yang biasa
terjadi saat wanita manapun berada di dekat Aham.
"Kalau sudah selesai kalian bisa keluar.!"
Kedua sekretaris itu tampak kecewa dengan wajah
yang memerah. Mereka hanya mengangguk tanpa
bersuara dan segera keluar dari dalam ruangan.
Aham membuka matanya dan melihat hidangan
yang telah tersedia di atas meja dengan tatapan
malas tidak berselera.
"Sebaiknya Tuan makan dulu, dari pagi anda
belum makan apapun."
Leo ikut duduk di hadapan Aham dan mulai
menuangkan makanan ke piring Aham yang
kini tampak menegakkan badannya.
"Apa yang sedang di rencanakan oleh wanita
pembawa sial itu hingga dia berada di rumah
belakang..!"
"Nyonya besar sendiri yang telah menempatkan
Nona Kanaya di rumah belakang. Saya sudah
mendapatkan informasi akuratnya dari Pak Ali."
Aham terdiam, namun wajahnya kini terlihat
semakin dingin.
"Dan wanita itu tidak protes?"
"Nona Kanaya sudah terbiasa dengan keadaan
yang serba menyulitkan dirinya."
"Apa kau mencoba membela wanita itu Leo.?"
Leo sontak terkejut dengan raut wajah berubah
sedikit takut.
"Tentu tidak Tuan, tapi itu kenyataannya."
Leo menundukan mukanya. Aham mulai meraih
piring makannya.
"Aku butuh informasi lengkap tentang wanita itu.
Carikan segera !"
"Baik Tuan.."
Keduanya terdiam mencoba menikmati makan
siang nya dengan tenang.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Bersambung....
Jangan lupa kasih like, koment and vote nya
ya zeyeeng ..😁🤗🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
andi hastutty
smoga segera bucin
2023-10-23
0
fitriani
aish blm taw aja si babang aham ini kl kanaya adalah wanita tangguh... aku tunggu kebucinan tingkat akutmu k kanaya y babang aham
2023-07-08
0
Siti Atia Jumadin
sekejam nya saga tpi tdk prnh membiarkan keluarga nya Bermain fisik dgn istri nya
2023-04-03
0