\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
♥️♥️♥️♥️♥️
Setelah Dokter Rama dan Pak Ali keluar dari
kamar nya, Aham kembali terdiam, menatap
tenang wajah Naya yang kini mulai sedikit
berdarah kembali. Dia meraih salep dari atas
nakas untuk di oleskan di sekitar leher Naya.
Sejenak Aham termenung ragu, namun tidak
lama kemudian dia duduk di samping tubuh
Naya. Dengan ragu dia mulai melepas hijab
instan yang menutup kepala Naya.
Tangan Aham tampak bergetar, ini sungguh
aneh baginya, kenapa dia seakan tidak memiliki keberanian untuk sekedar bersentuhan dengan
wanita ini. Atau..sejijik itukah dirinya terhadap
wanita ini sehingga untuk menyentuhnya saja
ada perasaan ragu sekaligus ketegangan.?
Hijab itu telah berhasil terlepas dari kepala Naya.
Dan Aham kini hanya bisa diam tertegun saat
menatap keseluruhan wajah wanita yang sudah
di nikahinya tanpa berminat itu. Apa yang kini
di lihat Aham ? Wajah yang begitu cantik dan
anggun, lembut bagai rembulan malam yang
sangat indah dan memukau. Sejenak Aham
tampak terkesima menyaksikan keindahan
yang begitu nyata di depan matanya tersebut.
Tiba-tiba Aham menelan saliva nya berat saat
bibir merah alami Naya mendesah lirih dalam
gelisah. Matanya tidak bisa terlepas dari
keindahan yang tersuguh di hadapannya kini.
Dia mencoba untuk menguasai dirinya dengan cepat-cepat berpaling dan membuka tutup salep,
lalu perlahan dan hati-hati dia mengoleskan obat tersebut di sekitar leher putih mulus Naya yang
kini tampak memerah.
Rahangnya sedikit mengeras saat sekilas dia
mengingat kembali kejadian mengerikan barusan.
Bagaimana bisa dirinya kehilangan kontrol dan
hampir melenyapkan nyawa seorang wanita.
Naya kembali mendesah lembut saat tangan
Aham bergerak pelan mengoleskan salep di
lehernya. Ada butiran keringat yang kini kembali membasahi kening nya. Aham cepat-cepat
mengakhiri sentuhan tangannya dan kembali menghapus keringat di dahi Naya dengan handuk tipis. Dia menarik napasnya berat seraya berdiri
dan menaikan selimut menutup tubuh Naya
sampai sebatas dadanya.
Setelah itu Aham cepat-cepat berlalu masuk ke
dalam kamar mandi yang ada di sebelah kanan
ruang tidur nya.
Setengah jam kemudian Aham keluar dari kamar mandi setelah merasa tubuhnya kini kembali segar. Dia hanya memakai celana putih panjang tanpa memakai atasan. Tubuh bagian atas nya di biarkan polos begitu saja.
Dia kembali ke dekat tempat tidur, berdiri di
pinggir ranjang menatap lekat wajah Naya yang
kini sudah kembali merona. Demamnya juga
sudah mulai turun.
Waktu sudah menunjukan pukul 2 dini hari.
Dengan sedikit ragu Aham naik ke atas tempat
tidur, perlahan dia membaringkan tubuhnya di
sebelah Naya yang terlihat terlelap dengan
tenang.
Aham menghela napas nya lamat-lamat karena
anehnya dia merasakan sedikit sesak saat
menyadari kini di samping nya terbaring tubuh seorang wanita. Selama ini tidak ada seorangpun
yang pernah berani menaiki tempat tidurnya.
Dan kini walau berusaha di pungkiri, wanita
yang sudah sah menjadi istrinya itu merupakan
orang pertama yang berada di tempat tidurnya, berbaring dengan tenang di sebelahnya.
Aham menatap tenang langit-langit kamarnya
yang di hiasi lampu dengan suasana temaram.
Tidak lama dia melirik kearah Naya dan menatap tenang wajah cantik nan ayu wanita yang barusan sudah di aniaya nya hingga hampir saja kehilangan nyawa di tangan nya, Aham kembali terkesiap
sendiri saat mengingat kejadian tersebut.
------ -----
Aham baru saja mencoba memejamkan matanya
saat mendengar gumaman tidak jelas dari mulut
Naya, tidak lama terdengar rintihan kesakitan.
Dengan cepat dia bangkit dan melihat keadaan
Naya, ternyata gadis itu sedang mengigau, seperti
nya kejadian barusan berusaha masuk ke dalam
mimpinya dan menimbulkan trauma yang cukup
kuat di benak gadis itu.
Aham mengusap kasar wajah nya, penyesalan
kini sudah tiada guna baginya. Naya tampak
makin gelisah dalam tidurnya, keringat dingin
mulai meremang di sekitar pelipis dan kening
nya. Aham semakin bingung, apa yang harus di
lakukannya sekarang untuk mengembalikan
ketenangan dan kedamaian jiwa gadis ini.
"Lakukan..apapun sesukamu..Aku rela..Aaa.."
Naya kembali mengigau dan menggeleng keras,
namun dia seakan sulit untuk terbangun dan
tersadar dari alam bawah sadar nya yang gelap.
Dengan ragu dan bimbang Aham mendekat,
kemudian sedikit gemetar dia meraih tubuh
mungil Naya kedalam rengkuhan nya, di peluknya perlahan tubuh itu. Lembut..halus..dan..aroma
bunga lili yang sangat menenangkan menguar
lembut dari tubuh gadis itu. Tanpa sadar Aham memejamkan matanya menikmati semua aroma menenangkan yang tercipta dari tubuh halus
lembut wanita yang ada dalam dekapannya ini.
Aham semakin mempererat pelukannya, wajah
Naya di masukan kedalam rengkuhan dada nya.
Dia mencium aroma wangi lembut dari rambut
Naya membuat jiwa nya seketika merasakan
damai. Dan demikian pun hal nya dengan Naya,
dia tampak mulai tenang.
Tubuh Aham menegang seketika saat dia
menurunkan pandangannya, dan kini mendapati
wajah cantik Naya berada dekat di depan matanya.
Ada desakan perasaan aneh yang kini menggedor
jiwanya memaksa Aham untuk menyentuhkan
bibir nya di kening Naya. Dia tertegun sendiri
merasakan hatinya yang menghangat saat bibir
nya mencium lembut kening istrinya itu. Matanya kembali terpejam mencoba menahan ketegangan yang kini melanda dirinya.
Owh Shit !
Aham menggeram saat tubuh bagian bawah nya
tiba-tiba saja bangun dan menyesakan celananya.
Apa yang terjadi dengan dirinya ? Selama ini walau
dia bersentuhan dan bercumbu mesra dengan
wanita-wanita yang menjadi teman kencan nya,
tapi tidak seorang pun dari mereka yang bisa membuat senjata perkasanya itu bangun secara tiba-tiba seperti ini. Aham mencoba menguasai
dirinya saat gejolak hasrat tanpa ampun kini
menyerbu menguasai seluruh aliran darahnya.
Dan dalam keadaan itu, tiba-tiba Naya membuka
matanya, membuat mata mereka bertemu dalam
keterkejutan satu sama lain. Naya membulatkan
matanya saat menyadari kini dirinya ada dalam
dekapan erat laki-laki yang beberapa waktu lalu
hampir saja melenyapkan dirinya.
"Kau sadar.?"
Suara Aham membuat Naya kembali pada
kesadaran penuhnya. Dengan cepat dan reflek
dia mendorong tubuh Aham, wajahnya di penuhi kecemasan dan ketakutan. Dia segera bangkit
dan bergerak turun dari tempat tidur.
"Kau mau kemana ?"
Aham ikut bangkit dan menatap tajam Naya yang
saat ini meraih kerudungnya, kemudian kembali
memakainya.
"Apa yang kau lakukan, kenapa aku bisa di sini.?"
Naya berucap lirih seraya melirik kearah Aham
yang tampak sedikit kikuk.
"Kamu pingsan tadi, aku membawamu kesini."
"Tidak ! ini bukan tempatku.!"
Naya segera melangkah menjauh, Aham dengan
cepat turun dari tempat tidur mengejar Naya
yang kini sudah berjalan kearah pintu kamar.
"Hei..kamu harus istirahat sekarang !"
Aham mencekal lengan Naya yang sontak berbalik
dan menatap tajam wajah Aham.
"Lepas.! Aku harus kembali ke kamarku !"
"Tidak ! ini larut malam.! Kau bisa tidur disini
sekarang.!"
Naya menggeleng, mata mereka kembali saling
menatap kuat.
"Bagaimana bisa aku tidur dengan orang yang
berperangai sepertimu.!"
Aham mengetatkan rahang nya, pegangan tangan
nya kini semakin kuat.
"Cepat kembali ke tempat tidur sekarang juga.!"
"Tidak !!"
"Apa kau lebih suka aku bertindak kasar ?"
Naya terdiam, mereka kembali mengadu kekuatan
mata dan bertarung di udara.
"Aku hanya seorang pelayan disini.! Tidak patut
bagiku untuk tidur sekamar dengan Tuan yang
terhormat seperti mu !"
Deg !
Aham terhenyak, matanya tampak mengerjap.
Jantungnya seakan tertumbuk benda keras.
Naya tidak menyia-nyiakan kesempatan dia
segera menepis pegangan tangan Aham
kemudian berbalik dan membuka pintu kamar
dengan cepat lalu keluar setengah berlari dari
dalam kamar Aham yang masih berdiri
mematung di tempatnya.
Aham menatap nanar kepergian Naya dengan
wajah yang mengeras dan tangan terkepal
kuat. Dia menjatuhkan dirinya di atas sofa, lalu meremas kuat kepalanya seraya bersandar ke belakang.
Entah apa yang menjejali dadanya yang kini
terasa begitu sesak dan membuat dirinya muak terhadap dirinya sendiri.
***** *****
Pagi hari di Mansion megah keluarga Mahendra
seperti biasanya selalu di warnai dengan berbagai
kesibukan para pelayan dan pekerja lainnya.
Walau kejadian semalam masih begitu membekas
dan menimbulkan sedikit trauma di hati Naya,
namun dia berusaha untuk sejenak melupakan semuanya. Dia harus berkomitmen terhadap
semua keputusan yang sudah diambilnya, di sini
dia berada di posisi sebagai pelayan pribadi Aham
yang notabene nya adalah suaminya sendiri.
Tapi tidak ! sekarang ini dia hanyalah seorang
pelayan. Ya..tidak lebih baik dari barisan pelayan
lain yang saat ini sedang berjajar mendapat pengarahan dari Kepala Pelayan.
"Tidak boleh ada kesalahan..Tuan Noah sudah
kembali, jangan mencoba mencari perhatian
padanya.! "
Pak Ali tampak berkali-kali memberi arahan
sekaligus peringatan. Beberapa pelayan muda
tampak berbinar bahagia dan bersemangat saat
mendengar bahwa salah satu Tuan Muda
keluarga ini sudah kembali. Sementara Naya
hanya terdiam saja tanpa ekspresi apapun.
Akhirnya semua pelayan kembali pada rutinitas
nya masing-masing. Dan Naya mau tidak mau
harus kembali pada tugas nya, melayani segala
kebutuhan Tuan Muda Abraham, suaminya..
"Nona..sebaiknya anda istirahat saja sekarang.!
Anda harus memulihkan kondisi."
Pak Ali tampak khawatir saat melihat Naya telah
bersiap untuk naik ke lantai atas menuju ke kamar
Aham. Naya menggeleng dan tersenyum lembut.
"Saya sudah baik-baik saja Pak, anda tidak perlu
cemas."
"Tapi Nona..semalam anda terlihat sangat lemah."
"Saya kuat kok Pak, percayalah saya sudah
membaik sekarang."
Pak Ali menatap sekilas wajah Naya yang masih
terlihat sedikit pucat.
"Baiklah kalau begitu."
Naya mengangguk, lalu dia mulai melangkah
menaiki tangga menuju ke lantai atas.
Perasaan Naya sedikit tegang saat dia mulai
melangkah masuk ke dalam kamar Aham yang
semalam sempat di singgahi nya walau tidak
ingat sama sekali.
Dia meletakkan cangkir kopi di atas nakas.
Sosok Aham sudah tidak terlihat di atas tempat
tidur. Naya dengan cepat masuk kedalam ruang
ganti pakaian. Dia memilih setelan yang akan
di kenakkan Aham hari ini. Setelah selesai dia
meletakkan semua perlengkapan tersebut di
atas meja yang biasanya.
Naya membereskan tempat tidur dengan mulai
mengganti seprai dan selimut nya. Setelah itu
dia membereskan semua berkas diatas meja
kerja kecil yang ada di kamar Aham.
"Kau masih berani masuk ke kamar ini?"
Naya terlonjak kaget saat mendengar suara
Aham yang kini berada di belakangnya. Dia
berbalik dan berhadapan dengan Aham yang
masih dalam keadaan setengah telanjang.
Rambutnya masih terlihat setengah basah.
Karuan saja pemandangan indah dan seksi
tersebut membuat wajah Naya seketika
memerah.
"A-aku disini..untuk melayanimu."
Suara Naya terdengar pelan karena berusaha
memalingkan wajah tidak kuasa melihat
keadaan Aham yang sudah kedua kalinya
menodai pandanganya itu.
Wajah Aham terlihat datar, tatapannya sedingin
es dan sorot matanya tidak terbaca.
"Kalau begitu lakukan peranmu dengan baik."
Naya mengangkat wajah dan menatap bingung
kearah Aham yang saat ini sedang menatap nya .
"Apa maksudmu.?"
"Ambilkan pakaianku.!"
Naya mengernyit alisnya, namun tak urung dia
nurut juga melangkah kedalam kamar ganti dan
mengambil semua pakaian Aham yang tadi sudah
dia sediakan.
"Silahkan.!"
Naya meletakkan pakaian itu di pinggir tempat
tidur. Aham tampak menyeringai tipis.
"Jangan tanggung.! Pakaikan .!"
"Apa ?? tapi kenapa.?"
Naya terkejut dan membulatkan matanya.Mata
Aham tampak menatap menghujam saat Naya berusaha protes keberatan dengan perintah
yang di lontarkan Aham.
"Jangan membantah.!"
"Tidak ! bukankah tugasku hanya memilihkan
pakaian untukmu saja !"
"Semuanya tergantung perintahku.!"
"Tidak !! Aku tidak bisa !"
"Kau akan mendapatkan hukuman kalau tidak
mau melakukannya.!"
"Tapi bukankah ini sesuatu yang tidak pantas.!"
Naya menggeleng dan membantah keras. Kenapa
harus seperti ini, Pak Ali tidak pernah mengatakan
ada aturan seperti ini. Aham maju mendekat
membuat Naya reflek mundur. Aham berhenti
dan kembali menatap Naya yang menundukan
wajahnya.
"Jadi kau memilih untuk menerima hukuman
daripada melaksanakan perintahku ?"
Naya menggeleng keras. Dia kembali mencoba
mengangkat wajah nya hingga kini keduanya
kembali bertatapan kuat.
"Aku tidak bisa !"
"Kau harus menciumku.!"
"Apa ??!!"
Mata Naya membulat sempurna mendengar
ucapan enteng yang keluar dari mulut Aham.
"Itu hukumannya.!"
Naya kembali menggeleng kuat, apa-apaan ini.!
Apa maksud laki-laki ini sebenarnya ? kenapa
seenaknya saja dia berbuat sesuka hatinya .
"Kau tinggal memilihnya.!"
Kembali Aham berucap dengan santai seraya
mengusap rambutnya dengan handuk kecil.
Naya tampak bingung, tidak ada pilihan yang
lebih baik untuknya selain pergi dari kamar ini.
Dia tampak melangkah ingin keluar, namun
Aham segera menghadangnya, membuat
tubuh Naya menabrak dada bidang Aham
yang polos.
"Kau sudah memilih posisi sebagai pelayan
pribadiku.! jadi laksanakan tugasmu sebaik
mungkin mulai sekarang !"
Naya menjauh, Aham tampak menatap datar
tanpa ekspresi kearah wajah Naya.
Akhirnya memang Naya masuk kedalam
jebakan yang sudah Aham siapkan. Dengan
pelan dan sedikit gemetaran dia mengambil
pakaian Aham dan mulai memakaikan kaos
dalam ke tubuh gagah sempurna Aham. Naya
memejamkan matanya saat tangannya mulai
menyentuh kulit Aham.
Darah keduanya tiba-tiba berdesir halus dan
hangat menjalar ke seluruh nadi saat kulit mereka
bersentuhan. Tubuh keduanya pun kini merasakan
ketegangan yang teramat sangat saat napas
mereka saling menerpa wajah masing-masing.
Wangi bunga lili yang menguar dari tubuh Naya
menyatu dengan semerbak aroma maskulin
yang keluar dari tubuh Aham.
Mata Aham tampak terkunci tidak bisa berpaling
dari wajah cantik Naya yang berada di depannya.
Perasaan aneh kembali menguasai jiwa Aham
membuat dia seakan tidak bisa mengontrol diri
nya. Bibir ranum Naya yang memerah alami
tampak begitu menggoda dan menggoyahkan
pertahanan keangkuhan jiwa Aham.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
andi hastutty
modus sekali hukuman enak mah klo suru cium suami sendiri 😘😂
2023-10-24
0
Yani
Aham modus masa hukumsn suruh nyium 🤭
2022-11-17
0
Novi Sulistiana
nggak ada yg ngalahin devan sbg lelaki yg penuh prlindungn trhdp wanita...apalgi istri nya...pingin nonjok aham....
2022-11-12
0