\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
♥️♥️♥️♥️♥️
Suasana di dalam Aula tampak gaduh saat
pembawa acara memberitahukan kehadiran
orang yang paling penting dan paling di tunggu
dalam acara kali ini. Semua tampak memfokuskan perhatian kearah pintu utama aula dimana disana terlihat para petinggi kampus dan beberapa
pejabat pemerintahan yang turut menghadiri
acara ini berjalan dengan hormat mengiringi
langkah seorang lelaki tua yang masih tampak
begitu berwibawa dan berkharisma.
Bagaimana tidak..!!
Dia adalah Tuan Adiyaksa Wiguna Mahendra,
seorang konglomerat terkenal, pemilik berbagai perusahaan besar dan ternama yang tersebar
di berbagai negara. Dan pusat nya ada di negeri
ini dengan induk perusahaan bernama
'AM Corporation' yang saat ini ada di bawah
kendali penuh cucu satu-satunya bernama
Abraham Geraldi Mahendra.
Bahkan para pejabat pemerintah pun akan
tunduk dan hormat di hadapan lelaki tua itu.
Tuan Adiyaksa di tempatkan di kursi khusus
tamu kehormatan yang berada di barisan tengah paling depan bersama beberapa pejabat dan orang-orang penting dari Universitas tersebut.
Dia tampak duduk tegak dengan wajah datar
namun terlihat bersemangat dan sorot matanya tampak mencoba memperhatikan keadaan
sekitar panggung. Tidak lama dia terlihat
sudah berbincang hangat dengan sang Rektor
dan para pejabat dengan sesekali di selingi
tawa kecil dan senyum bangga saat mendengar berbagai prestasi yang telah di raih oleh
Universitas miliknya tersebut.
Suasana sedikit hening saat lampu di panggung
berubah remang, Tuan Adiyaksa dan semua orang
yang hadir di aula tersebut tampak memfokuskan
pandangan kearah panggung. Tidak lama lampu
kembali menyala seiring lantunan musik gambus
yang mulai mengalun dengan merdu dan syahdu.
Duduk di tengah panggung sang vokalis grup
musik tersebut dengan anggun nya. Semua orang
mengenal grup musik gambus ini. Apalagi dengan
vokalis nya yang nampak mampu menyedot fokus
dan perhatian semua mata yang ada di tempat itu.
Selain wajahnya yang sangat meneduhkan, suara
nya itu, sangat lembut..sangat merdu..dan mampu menenangkan semua orang yang mendengar nya, hingga akan tanpa sadar meneteskan air mata.
Lagu religi Ainul Uyyun sebagai lagu pembuka
saat ini terdengar mengalun dengan syahdu nya, menyejukkan pendengaran semua orang dengan suara lembut dan mendayu. Para hadirin tampak
terdiam meresapi dan menikmati alunan merdu
musik religi yang kini memehuhi seluruh ruangan
aula yang menjadi tempat acara.
Tuan Adiyaksa tampak terdiam, menatap takjub
ke tengah panggung. Bibir nya yang sudah keriput
tampak tersenyum tenang dengan mata yang tiada
lepas menatap kearah Kanaya yang saat ini sedang
begitu larut dalam lagu dan musik yang di bawakan nya.
Selesai lagu pertama, lagu kedua berjudul Allah
Allah Aghisna ya Rasulallah kembali mengalun
merdu membuat semua orang semakin larut
dalam penyesalan segala dosa dan kekhilafan terhadap Sang Maha Pencipta. Tak terasa beberapa orang terlihat meneteskan air mata saat menyadari betapa hina dan rendah nya kita di hadapan Sang Pemilik Kehidupan. Selama ini, kebanyakan orang hanya larut dalam napsu duniawi tanpa menyadari bahwa hidup di dunia tidak lah kekal. Ada alam keabadian yang tengah menunggu mereka saat ini.
"Apa gadis vokalis tadi kuliah di sini.?"
Tuan Adiyaksa pura-pura bertanya kepada sang
rektor karena ingin tahu pendapat orang tentang Kanaya, sesaat setelah grup musik gambus itu
mengakhiri penampilannya dan turun dari
panggung yang di sambut gemuruh tepuk tangan
dan cuitan dari para hadirin. Bahkan semua mahasiswa tampak mengelu-elukan nama
Al-Arafah, nama grup musik gambus tersebut. Beberapa mahasiswi malah ada yang menjerit
histeris meneriakan nama Amar sebagai idola
mereka.
"Benar sekali Tuan, tapi saat ini dia hanya tinggal
menyelesaikan skripsi saja."
"Bagaimana prestasi nya ?"
"Dia adalah salah satu mahasiswi yang telah
banyak berkontribusi, memberikan banyak kehormatan dan penghargaan pada fakultasnya."
"Hemm.."
Tuan Adiyaksa mengangguk faham, bibirnya
kembali tersenyum puas.
"Dia bisa kuliah di sini karena beasiswa yang telah
anda sediakan selama ini untuk semua anak yang
berprestasi dan berpotensi Tuan."
Kembali Sang Rektor memberi penjelasan di
sambut anggukan pelan Tuan Adiyaksa.
Acara terus bergulir hingga sampai pada moment
dimana Tuan Adiyaksa di undang untuk naik ke
panggung guna memberi sedikit sambutan dan
kesan-kesannya untuk acara ini.
----- -----
Kanaya berjalan keluar dari ruangan tempat
nya bersiap di belakang Aula, Yara selalu setia
mendampinginya, mereka tampak berbincang
kecil dan tersenyum riang saat Naya bercerita
tentang adik-adik panti nya. Dia akan selalu bersemangat untuk pulang saat mengingat
kelucuan anak-anak panti nya yang menjadi
kekuatan dan motivasi hidupnya selama ini.
Tidak lama menyusul Amar dan dua teman
pria lain nya yakni Gibran dan Abrar yang
tampak baru saja keluar dari gedung sebelah,
mereka langsung bergabung dengan kedua
gadis itu.
Saat ini acara memang masih berlangsung
dan hanya di isi dengan hiburan saja. Semua
tamu penting sudah mulai meninggalkan
tempat berlangsung nya acara tersebut.
"Ayo..aku akan mengantar mu pulang."
Amar mencoba berjalan di samping Kanaya
yang sedikit ragu saat melirik kearah Yara.
"A-ku pulang sama Yara saja ya Kak."
Amar terhenti, begitu juga Naya, dan yang lain
juga turut menghentikan langkah nya. Amar
tampak menatapnya dingin, sementara Naya
hanya bisa menundukan wajah nya.
"Kalau kamu mau pulang sama Kak Amar, aku
gak apa-apa kok Nay..pergilah.!"
Yara langsung membuka suara melihat suasana
canggung yang tercipta saat ini.
"Tapi Yara.."
Naya tampak sedikit ragu. Namun fokus mereka
kini tiba-tiba beralih kearah kedatangan beberapa
pria berjas dan berkacamata hitam, ada sekitar 6
orang yang sedang berjalan kearah mereka yang
hanya bisa terdiam mematung di tempat.
Setelah dekat, pria-pria itu tampak berbaris dan
berdiri tegak menjadi dua baris di kanan kiri jalan.
"Apa anda nona Kanaya.?"
Salah seorang dari pria berjas hitam itu bertanya
sembari menunduk dan hanya menjentikkan
jempol menunjuk kearah Kanaya. Mereka tampak terkejut dan saling pandang. Naya berusaha menguasai dirinya dan bersikap tenang.
"Benar, saya Kanaya, apa ada yang bisa saya
bantu.?"
Naya menjawab dengan setenang mungkin.
"Mari ikut kami nona."
"Hei..tunggu dulu.! ada apa ini, siapa kalian.?
Ada urusan apa dengan Naya ?"
Amar segera maju ke hadapan pria tadi dengan
menatap tajam penuh selidik.
"Kami mendapat perintah dari Tuan besar untuk
menjemput nona Kanaya."
"Tuan Besar siapa maksudmu.?"
Intonasi suara Amar sedikit meninggi, masih
menatap penuh curiga begitupun dengan yang
lain. Mereka merangsek maju mencoba
melindungi Naya yang hanya terbengong saja.
"Katakan..! siapa Tuan besar kalian itu heh.?"
Gibran ikut bertanya sambil menatap curiga.
"Kami mendapat perintah dari Tuan Adiyaksa."
"Tuan Adiyaksa ??!!"
Mereka serempak berucap terkejut, lalu saling
pandang bingung. Naya sendiri tampak terkejut
dan jantung nya seketika berdebar tak karuan.
Dia mencoba mengatur napas, lalu menatap
Yara kemudian mengangguk pelan.
"Maaf Tuan, apa anda tidak salah.?"
"Tidak Nona, sebaiknya anda ikut kami sekarang.
Tuan Besar tidak punya banyak waktu."
Pria tadi segera membentangkan tangan memberi
isyarat agar Naya mengikuti perintahnya.
"Tunggu Nay..kamu tidak boleh percaya begitu
saja!"
Yara mencegah dan menarik tangan Naya yang
tampak menggeleng dan mengelus lembut
tangan Yara untuk meyakinkan.
"Tidak apa, semua akan baik-baik saja. Baiklah
semuanya, aku pergi duluan ya."
Naya merangkul Yara sesaat setelah itu mulai
melangkah ragu di kawal oleh 6 orang berjas
tadi di ikuti tatapan bingung teman-temannya.
Amar tampak mengepalkan tangannya kuat, dia merasa seperti seorang pecundang yang tidak
bisa mencegah orang-orang itu membawa Naya
dari hadapannya.
Naya sampai di depan sebuah mobil mewah yang
telah terparkir gagah di loby depan kampus. Detak
jantung nya saat ini semakin tidak beraturan, apa
dia sudah melakukan sebuah kesalahan hingga
dirinya harus di panggil menghadap Tuan Besar
Adiyaksa.? Dia mencoba menarik napas, dan
sebisa mungkin mengendalikan perasaannya .
Pria berjas hitam tadi membukakan pintu mobil
bagian belakang sambil membungkuk, Naya
tampak menautkan alis nya. Apakah dia harus
masuk ke dalam mobil itu.?
"Silahkan masuk nona.."
"A-apa.? saya harus masuk.?"
Pria itu mengangguk. Dengan penuh keraguan
dan kebingungan Naya akhirnya masuk ke dalam mobil mewah itu. Semerbak aroma wangi nan
mewah dari dalam mobil langsung menabrak
indra penciuman Naya membuat nyalinya
semakin ciut. Saat pintu mobil tertutup Naya
semakin merasakan kebingungan, dia meremas
jemari nya dengan terus mencoba untuk menenangkan dirinya.
***** *****
Mobil yang membawa Naya akhirnya tiba di panti
asuhan tempat tinggal Naya selama ini membuat
dia bisa bernapas lega. Namun saat dia keluar dari
mobil, hatinya kembali merasakan tidak nyaman
saat melihat beberapa mobil mewah telah terparkir
di halaman depan panti.
Perlahan Naya berjalan memasuki teras depan
langsung menuju pintu masuk.
"Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam.."
Terdengar sahutan serempak dari dalam rumah.
Naya membeku di ambang pintu saat melihat
kehadiran Tuan Adiyaksa di kursi ruang tamu.
Pria tua itu saat ini sedang menatapnya tenang
seraya memegang tongkat emas di depan lututnya.
"Kamu sudah pulang Nay.?"
Ibu Halimah yang merupakan ibu pemilik panti
dan sudah dianggap sebagai ibu kandung sendiri
oleh Naya tampak melangkah menghampiri gadis
itu dengan tatapan yang sangat kompleks, dia lalu
merengkuh pundak Naya di ajaknya untuk duduk
di hadapan Tuan Adiyaksa.
Naya duduk perlahan dengan membungkuk
rendah dan tersenyum tipis pada Tuan Adiyaksa.
"Naya..kamu tentu tahu siapa Tuan besar ini kan?"
Ibu Halimah buka suara dengan sedikit berat.
Naya tampak mengangguk pelan dengan kepala
yang tetap menunduk.
"Hari ini dia telah melamarmu untuk cucunya."
Seketika Naya menoleh dan menatap tajam wajah
Ibu Halimah yang saat ini matanya sudah tampak
berair.
"Apa maksud ibu.?"
Suara Naya tercekat di tenggorokan, tangannya
meraih tangan Ibu Halimah, di genggamnya kuat.
"Sebenarnya kamu sudah di jodohkan dari kecil dengan cucu Tuan Adi sayang.. Sekarang sudah saatnya kalian untuk menikah."
Naya tampak terkejut setengah mati,
genggamnya terlepas seketika, wajahnya
terlihat pias, kepalanya menggeleng kuat.
"Ibu asuhmu akan menjelaskannya nanti Nak."
Tuan Adiyaksa akhirnya buka suara membuat
Naya melirik cepat kearahnya.
"A-apa maksud anda Tuan.?"
"Panggil aku Kakek Nak.."
Tuan Adi tampak menatap lembut wajah Naya
yang masih di selubungi keterkejutan.
"Sebaiknya sekarang kamu beristirahat. Besok
pagi pernikahan kalian akan di langsungkan.
Sekarang Kakek pulang dulu."
Tuan Adi tampak berdiri di kawal langsung oleh
dua orang pengawal pribadinya. Dia melangkah
menghampiri Kanaya, kemudian mengelus pelan
kepala bagian belakang nya yang tertutup hijab.
"Jangan terlalu banyak berpikir, persiapkan saja
dirimu sebaik mungkin. Ini semua memang sudah
seharusnya terjadi."
Setelah berucap begitu Tuan Adi melangkah pergi diantar oleh Ibu Halimah sampai ke teras rumah.
Sementara Kanaya tampak duduk terhenyak masih
berusaha mencerna segala kejadian barusan yang
berlangsung begitu cepat diluar bayangannya.
Apa benar dirinya sudah di jodohkan dari kecil?
Bagaimana bisa? Sementara kedua orang tuanya
saja telah pergi mendahuluinya menghadap Yang
Kuasa saat dia belum lah sempat mengingatnya.
------ -----
"Ibu..tolong ceritakan semuanya, jangan membuat
Naya tersesat di dalam kebingungan."
Naya tampak duduk bersimpuh diatas karpet
merah di dalam kamar nya, kepalanya di rebahkan
di atas pangkuan Ibu Halimah yang saat ini duduk
di pinggir kasur setelah mereka berdua
melaksanakan sholat isya berjamaah. Perlahan
dan lembut tangan Ibu Halimah mengelus sayang kepala putri asuh nya itu yang sangat di sayangi
nya melebihi pada anak kandung nya sendiri.
"Ibu sudah pernah bercerita bukan, bahwa kau di
titipkan di sini ketika usia mu sekitar 3 tahun. Dan
orang yang telah menitipkan kan dirimu di sini
adalah Tuan Adiyaksa sendiri. "
Naya tampak tersentak dan langsung mendongak
menatap wajah Ibu Halimah penuh rasa tak
percaya atas apa yang di dengar nya.
"Bagaimana bisa Bu.?"
"Tuan Adi hanya mengatakan bahwa tempat ini
adalah tempat yang paling tepat untukmu tumbuh. Orang tuamu meninggal dalam kecelakaan
pesawat saat usiamu masih sangat kecil, Dan
hanya Tuan Adi lah yang bisa di percaya untuk menjagamu. Dia juga mengatakan, bahwa sejak
kamu lahir kakek mu dengan Tuan Adi sudah
sepakat untuk menjodohkan dirimu dengan
cucu nya."
Ibu Halimah menjeda uraiannya. Naya tak kuasa menahan air matanya yang kini mulai menetes
membasahi wajah putih mulus nya.
"Apa aku tidak memiliki keluarga lain nya Bu.?"
Naya menatap wajah Ibu Halimah dengan hati
yang di penuhi rasa sakit mengetahui kenyataan
nasibnya yang sangat menyedihkan. Dan dia
semakin merasakan pilu saat Bu Halimah menggeleng lemah menjawab pertanyaannya.
Air matanya langsung saja luruh berjatuhan dan
dia semakin terisak pilu dalam pelukan Ibu
asuhnya itu.
"Selama ini, Tuan Adi lah yang telah berdiri di
belakang kita. Dia yang sudah menjamin
kehidupan kita semua tanpa memberikan
segala sesuatu nya dengan berlebihan. "
"Kenapa baru sekarang aku mengenalnya Bu?"
"Itu adalah keinginannya sendiri. Dia ingin kamu
tumbuh menjadi seorang gadis yang kuat."
"Tapi setidaknya aku tahu, masih ada orang yang
peduli padaku Bu..hiks hiks.."
"Apa Ibu kurang peduli padamu Nak.?"
"Tidak.! tentu tidak.! Ibu adalah segalanya bagiku."
Keduanya semakin berpelukan erat seraya
menangis bersama, mengingat malam ini bisa
saja menjadi malam terakhir bagi mereka untuk
bisa bersama, saling berbagi beban, kesedihan maupun kebahagiaan. Akankah Naya mampu menjalani hidup baru nya esok hari yang entah
akan terjadi seperti apa dan bagaimana.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Selamet Turipno
bagus kayaknya ceritanya cuma satu yg kurang bagus menurut gua apa tidak ada nama lain tokoh utamanya ngapain mesti Abraham Ibrahim lebih bagus
2025-04-06
0
ayi fujiarti
mengulang lagi untuk sekian kalinya... tak pernah bosan baca karya ka shan
2024-12-09
2
Siti Aminah
baru nyimak thor...
2024-10-26
0