Aria membantu si bapak berdiri, bapak tampak menahan sakit dan mencoba agar terlihat kuat.
“Tuh kan Pak, enggak apa-apa pak biar saya bantu jalan,” tawarnya kembali.
“Maaf merepotkan ya, Nak.”
Pada akhirnya Aria juga berjalan ke tempat yang sesuai dengan arah yang ditunjukkan si bapak, mereka berjalan kaki, perjalanan cukup jauh mengingat tujuannya yang dekat pemukiman pembuangan. Pundaknya merasa pegal karena membopong tubuh yang lebih berat darinya.
Setelah tiga jam berjalan kaki, akhirnya mereka sampai juga. Rumah si bapak terbuat dari kayu yang gentengnya bocor-bocor, Aria takut roboh hanya dengan melihatnya saja.
“Ini rumah Bapak?” tanya Aria mencoba terlihat biasa saja walaupun dia sedang menahan ekspresi kasihan.
“Iya Nak, oh iya rumahmu di mana Nak? Bapak jadi tak enak membuatmu masih terjaga di jam begini.”
“A-aku tidak punya rumah Pak, sebenarnya asalku bukan dari kota sini. Aku di sini karena diusir.”
Si bapak tersenyum. “Kalau kau mau kau bisa tinggal dengan bapak,” tawarnya.
Gadis itu semeringah sembari tersenyum dia tak menyangka mendapatkan tawaran seperti ini.
“Bapak serius?”
“Tentu saja Nak, tapi ya begitu rumah bapak reyot-reyot begini.”
“Tidak apa-apa Pak, aku mau kok. Yang penting aku punya tempat berteduh.”
Aria senang sekali, setidaknya malam ini ia tidak tidur di luar ataupun berlarian dari orang jahat di luar sana. Mulai hari ini bapak ini akan dia anggap bapaknya sendiri.
Lagian bapak ini hanya sebatang kara, dia tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini, maka dari itu mulai dari sekarang Aria akan menemaninya.
Saat bangun tidur, Aria terperanjat kaget ketika melihat jarum jam yang mengarah ke angka enam dan jarum panjangnya ke angka empat.
“Astaga aku bisa telat,” teriaknya bergegas mandi.
Bapak hanya memasang ekspresi bingung ketika melihat Aria yang tampak tergesa gesa.
“Astaga! Aku tidak punya baju,” jeritnya kembali.
“Aria ada apa?” tanya bapak.
“Aku harus bekerja Pak, tapi aku tidak punya baju lagi.”
“Pakai baju yang tergantung itu,” kata bapak menunjuk rentetan beberapa baju yang tergantung di dinding, rumah kecil ini tidak punya lemari, jadi wajar saja kalau baju hanya bergelantungan dipaku-paku dinding.
Ada tiga baju perempuan yang ukurannya lebih besar dari tubuh Aria yang tergantung di sana, tapi bajunya masih bagus walaupun modelnya kuno.
“Itu baju siapa, Pak?”
“Itu baju istri bapak dulu, orangnya sudah tidak ada lagi, jadi kau boleh memakainya.”
“Baiklah, Pak.”
Setelah selesai berpakaian, Aria pun keluar dari kamar mandi yang hanya disekat menggunakan karung bekas.
“Aria pergi kerja dulu ya Pak,” pamitnya hendak bersalaman.
“Aria ini uang untuk naik bus Nak, kau bisa telat jika berjalan kaki.”
“Tidak Pak, Bapak tenang saja. Bosku baik kok.” Astaga rasanya Aria ingin muntah mengatai Sesil baik, itu jauh dari kenyataan tentunya.
“Ambil saja, lagian hari ini bapak pasti dapat uang, siang nanti mobil angkutan sampah datang pasti banyak barang yang bisa dijual nanti.”
“Tapi Pak-“
“Sudah ambil saja, cepat pergi sebelum ketinggalan bus.”
Dengan perasaan yang tidak enak gadis itu pun terpaksa menerima uangnya, lalu berlari untuk bisa keluar gang menuju jalan raya. Cukup jauh, tapi tidak apa-apa ini semua demi keberlangsungan hidup.
“Nanti kalau sudah dapat gaji, aku akan membawa bapak untuk makan enak,” gumamnya, dia semakin semangat untuk bekerja dan mendapatkan uang bisa membalas kebaikan bapak.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments