Satu tahun telah berlalu Trisno pun kini semakin sukses menjalankan bisnis ilegalnya, Trisno pun sudah dapat membeli mobil untuk dirinya sementara Iwan berserta Usup menjadi asisten yang membantu Trisno menjalankan bisnis ilegalnya.
Namun kesuksesan Trisno menjadi bandar judi tidak berjalan dengan mudah hingga suatu hari Iwan yang melaporkan berita penting kepada Trisno.
Di sore itu Iwan yang sangat tergesa-gesa menghampiri Trisno yang sedang bersantai di depan teras rumahnya.
“Bos bahaya?” ucap Iwan yang panik.
“Bahaya kenapa?” sahut Trisno yang bingung.
“Sepertinya polisi sudah mulai mencium bisnis kita Bos,” ujar Iwan yang mulai panik.
“Memang kamu tahu dari mana?” tanya Trisno.
“Tadi ada pemain yang tertangkap tapi bukan warga gang kita, sepertinya polisi akan mengusut kasus perjudian online ini? Jika di usut kita akan terciduk bos?” Iwan yang menjelaskan kepada Trisno.
Tanpa pikir panjang Trisno mulai mengambil tindakan.
“Kalau begitu tutup semua akun kita, setelah itu ganti semua nomormu dan ponselmu dan juga Usup. Nanti malam kita akan pergi dari kampung ini. Jika kamu mau ikut silakan jika tidak ya tidak apa-apa,” pungkas Trisno.
“Kita mau ke mana Bos?”
“Kita akan pindah ke desa tempat di mana aku di besarkan!” siapkan semua barang yang akan di bawa di sana kita akan memulai dari awal kembali bisnis ilegal ini,” ujar Trisno.
“Baik Bos jika begitu saya dan juga Usup ikut Bos Trisno saja ke mana pun Bos pergi,” tutur Iwan.
“Bagus jika begitu,” ucap Trisno dengan tersenyum.
“Ya sudah kamu bersama Usup siapkan apa keperluan kita yang ingin di bawa?” sambung Trisno kembali memerintahkan Iwan.
Setelah itu Trisno masuk ke dalam rumah ingin memberitahukan kepada Lasmi rencana yang telah ia buat bersama Iwan.
Trisno mendatangi Lasmi yang sedang berada di dapur memasak makanan untuk mereka.
“Lasmi, kita harus pergi dari sini?” ucap Trisno yang sangat tergesa-gesa.
“Ada apa Mas? Kita mau pergi ke mana?” sahut Lasmi.
Lasmi yang mengikuti Trisno berjalan masuk ke kamarnya.
Sesampainya di dalam kamar Trisno mulai mengambil brangkas yang beri uang para pemain dan juga modal.
“Mas sebenarnya ada apa?” tanya Lasmi kembali.
“Polisi sudah mulai mencurigai kita Lasmi, kalau kita kurang cepat mereka akan berhasil menciduk diriku,” Trisno menjelaskan kepada Lasmi.
“Lalu kita mau ke mana, Mas?” tanya Lasmi yang mulai Khawatir.
“Kita akan pergi ke kampung halamanku, merintis kembali usaha ini. Dan aku akan membawa kabur semua uang para pemain,” ucap Trisno.
“Bagaimana jika polisi menemukan keberadaan kita?” tanya Lasmi.
“Tenang saja semua aku dan akses sudah aku tutup mereka tidak akan bisa melacak kita, semua ponsel tidak akan aku bawa. Kita akan merintis kembali usaha ini di kampung halamanku,” ujar Trisno.
“Syukurlah jika memang begitu,” Lasmi yang dapat bernafas dengan tenang.
“Kau persiapkan saja barang berharga yang ingin kamu bawa Lasmi, terutama semua perhiasanmu!” tutur Trisno.
“Iya Mas.”
Trisno memasukkan semua uang yang ada di brankas ke dalam tas ranselnya. Setelah semua yang ia masukkan ke dalam tas ranselnya Trisno pun berjalan keluar kamarnya menuju kamar ritualnya.
Sesampainya Trisno di dalam kamar ritualnya ia pun berjalan menuju meja tempat di mana jenglot itu di letakan.
Sesampainya Trisno di meja kamarnya ia mengambil kotak kayu yang berisi jenglot, kotak kayu itu di bawa Trisno keluar kamar dan di masukkan ke dalam tas ransel yang berisi uang tadi.
Semua perhiasan Lasmi pun di masukkan ke dalam tas ransel tersebut.
Semua persiapan telah selesai.
Hari mulai menjelang malam semua orang sudah berkumpul di ruang tamu, Iwan, Usup, Lasmi berserta Trisno.
“Bos kapan kita akan pergi?” tanya Usup.
“Nanti saja ketika semua warga sudah mulai tertidur, agar mereka tidak tahu kita pergi meninggalkan desa ini,” pungkas Trisno kepada Usup.
“Lalu bagaimana dengan rumah ini Mas?” tanya Lasmi yang sangat sayang meninggalkan rumahnya begitu saja.
“Biarkan saja kita tinggalkan, kamu mau aku ke tangkap polisi hanya gara-gara mempertahankan rumah ini!” Trisno yang menegaskan kepada Lasmi.
“Aku tidak ingin Mas,” ujar Lasmi.
Sembari menunggu tengah malam mereka semua berbincang-bincang di ruang tamu.
Tidak terasa hari mulai larut malam Trisno pun mulai memasukkan pakainya ke dalam bagasi mobil, namun tidak dengan tas ranselnya yang di dalamnya berisi barang-barang yang sangat berharga.
Setelah semua barang telah masuk ke bagasi Trisno pun memerintahkan Iwan dan Usul membuang ponselnya.
“Buang semua ponsel kalian, dan semua akun kita sudah kalian tutup?” tanya Trisno.
“Sudah Bos semua akun sudah kita tutup, tapi bos ini ponsel baru saya beli bos lebih baik saya kasih sama istri saja,” ucap Usup.
“Bodoh kamu itu namanya cari mati, kita harus menghilangkan semua barang bukti agar kita tidak bisa di lacak polisi, coba pikir pakai otak!” ucap Trisno yang kesal dengan Usup.
“Ba-baik Bos,” sahut Usup.
“Ya sudah jalan saja dahulu, sembari jalan kalian bisa membuang ponsel kalian,” perintah Trisno.”
“Ba-baik Bos,” sahut Iwan.
Iwan berserta Usup duduk di depan sementara Trisno dan Lasmi duduk di belakang.
Iwan yang bertugas mengemudi saat ini mulai menjalankan mobil Trisno meninggalkan rumahnya menuju kampung halamannya.
Di perjalanan Usup berserta Iwan pun melaksanakan perintah Trisno mereka berdua membuang ponsel mereka.
Karena perjalanan yang cukup lama memakan waktu 12 jam untuk sampai ke kampung halaman Trisno.
Agar tidak merasa bosan mereka mengobrol satu sama lain.
“Bos kira-kira perjalanan kita memakan waktu berapa lama?” tanya Iwan yang sedang menyetir.
“12 jam,” jawab dengan sangat Trisno.
“Lumayan jauh ya Bos?” celetuk Usup.
“Iya kalau dekat ya percuma, ada yang mengenaliku, dan bisa saja mereka melaporkan aku ke polisi,” Trisno yang menjelaskan kepada mereka berdua.
“Iya juga ya Bos,” ujar Usup.
“Lain kali apa-apa itu di pikir pakai otak jangan badan aja besar tapi otak berada di dengkul,” sahut Trisno yang kembali marah kepada Usup.
“Mas, aku sangat ngatuk, aku tidur dahulu ya,” celetuk Lasmi.
“Iya Lasmi, kamu tidur saja terlebih dahulu.”
Sampai akhirnya jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, semua orang yang berada di dalam mobil sudah mulai tertidur namun tidak dengan Iwan yang masih yang masih fokus menyetir mobil.
Di saat semua sedang tertidur Iwan di kagetkan oleh sosok menyeramkan yang berada di dalam mobil.
Saat itu Iwan sedang melihat tempat duduk di paling belakang dengan kaca spion yang berada di dalam mobil di atas sopir.
Di saat Iwan melihat kaca spion itu, Iwan di buat kaget saat ada sosok menyeramkan duduk pojok tempat duduk mobil paling belakang.
Sosok hitam dengan rambut panjang gigi taring yang panjang serta kuku tangan yang sangat panjang, mata merah menyala dan bercak darah yang menempel di mulut makhluk itu.
Iwan yang melihat makhluk menyeramkan itu pun berteriak sangat kencang.
“Se-setan!” teriak dengan sangat nyaring.
Teriakan Iwan membuat semua orang yang sedang tidur di dalam mobil pun terbangun kaget.
Termasuk Trisno, Trisno yang terkejut dengan teriakan Iwan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
“Ada apa Iwan?” tanya Trisno.
“I-itu Pak ada setan duduk di kursi belakang mobil, seram banget Pak tubuhnya hitam pekat rambutnya panjang, terus mempunyai gigi taring yang panjang Pak, di tambah lagi mata merah menyala dan mulutnya banyak darahnya Pak, pokoknya seram banget,” ucap Iwan yang menjelaskan penampakan makhluk
yang ia lihat tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Kemlinthi Kemethak Kemlenthus
kok novelnya jadi lemot banget
2024-05-02
0