“Iya kamu bisa beli apa saja yang kamu mau Lasmi,” ujar Trisno.
“Oh ya aku sampai lupa, ini bagian untukmu Roy,” ucap Trisno.
“Terima kasih, ya sudah aku mau pulang dulu,” ucap Roy sembari mengambil duit yang di berikan oleh Trisno.
Roy pun pulang ke rumahnya meninggalkan rumah Trisno.
Sementara Trisno berserta Lasmi masuk ke dalam kamar mereka untuk menghitung duit yang mereka dapat dari Roy.
Sesampainya di dalam kamar Trisno mendatangi meja yang ada di dalam kamarnya lalu membuka laci meja tersebut.
Trisno mengambil kotak kayu berisi jenglot itu lalu membuka dan berbicara kembali kepada sang jenglot.
“Kamu benar-benar jenglot sakti, sekarang aku baru percaya jika kamu memang sakti. Aku sudah tidak meragukannya lagi,” ucap Trisno kepada sang Jenglot itu.
Lasmi yang tengah sibuk di menghitung uang di atas tempat tidurnya.
“Mas, kita kaya Mas,” celetuk Lasmi.
“Iya Lasmi, akhirnya impian kita terwujud berat jenglot ini, sekarang aku tidak takut miskin lagi, karena ada jenglot ini yang dapat membantu kita Lasmi,” ujar Trisno yang tersenyum bahagia.
Setelah selesai mengobrol dengan jenglot peliharaannya Trisno pun memasukkan kota kayu berisi jenglot ke dalam laci.
Trisno mulai menghampiri Lasmi di tempat tidur sembari mengkhayal bersama istrinya.
“Besok aku mau ke rumah Herman, ini membayar semua utang-utangku, baru setelah itu aku ke tempat Edi membayar semua hutang-hutangku.”
“Iya Mas, kita juga harus melunasi kontrakan yang menunggak Mas,” kata Lasmi.
“Iya Lasmi.”
Saat mereka tengah sibuk berbincang-bincang terdengar suara seperti nyai Asih.
“Trisno ... Trisno ... Apa Kau mendengarku!” suara nyai Asih yang tidak ada wujudnya.
“Lasmi apa kamu mendengar suara itu?” tanya Trisno.
“Suara apa Mas, aku tidak mendengar apa-apa?” ucap Lasmi yang masih sibuk dengan uangnya.
“Suaranya seperti nyai Asih masa kamu tidak mendengarnya Lasmi?” ucap Trisno meyakinkan istrinya.
“Aku berani bersumpah Mas, aku tidak mendengar apa-apa,” sahut Lasmi.
“Yah mungkin ini hanya halusinasiku saja Lasmi.”
Malam mulai semakin larut Trisno berserta Lasmi yang mulai mengantuk akhirnya pun tertidur.
Di saat Trisno telah saat lelap tertidur, Trisno pun mulai bermimpi aneh di dalam mimpinya Trisno sedang berada di hutan kawi sendirian tidak bersama Lasmi.
Trisno terus berjalan menyelusuri hutan kawi yang rimbun itu, di saat memasuki dalam hutan tersebut Trisno melihat sebuah rumah gubuk yang tidak asing baginya.
‘Itu seperti rumah nyai Asih,' batin Trisno.
Tidak ragu Trisno mulai berjalan mendekati rumah gubuk tersebut.
Setelah sampai di depan pintu rumah gubuk tersebut Trisno pun mengetoknya.
“Permisi, nyai Asih,” pekik Trisno sembari mengetok rumah gubuk tersebut.
Beberapa menit kemudian terlihat seorang wanita muda dengan segumpal dan sirih di pinggir mulutnya.
“Akhirnya kau datang juga Trisno, masuklah,” ujar nyai Asih yang memerintahkan Trisno masuk ke dalam rumah gubuknya.
Trisno di bawa nyai Asih ke kamar ritualnya.
Sesampainya di kamar ritual nyai Asih, nyai Asih memerintahkan Trisno untuk duduk.
“Duduklah Trisno,” perintah nyai Asih.
“Ada apa kiranya nyai memanggil saya datang ke rumah nyai?” tanya Trisno.
“Trisno kau jangan melupakan syarat yang aku berikan!”
“Bukannya semua syarat sudah aku lakukan semua nyai, sarat apa lagi yang belum aku kerjakan?” tanya Trisno yang bingung.
“Kamu melupakannya Trisno!”
“Tidak Nyai, mungkin aku lupa, sudi kiranya Nyai memberitahukanku,” sahut Trisno.
“Kamu masih ingat di kala kamu dan aku sedang berada di kamar, aku membisikkan sesuatu agar istrimu tidak mendengarnya,” tutur nyai Asih.
Trisno pun mencoba mengingat-ingat ucapan nyai Asih.
“Ya aku ingat Nyai, aku harus melayanimu setiap malam Selasa,” ujar Trisno mengingat ucapan nyai Asih.
“Baguslah jika kamu masih ingat Trisno, jenglot yang aku berikan kepadamu adalah milikku dan akulah tuan mereka, mereka akan patuh kepadamu jika yang menyuruhnya,” nyai Asih yang menjelaskan kepada Trisno.
“Lalu bagaimana caranya agar aku bisa melayanimu apa setiap hari aku harus ke hutan kawi ini?” Trisno yang bertanya.
“Tidak usah kau cukup berikan aku kamar tempat ritual Khusus, kamar itu bisa kau gunakan untuk ritual Jenglot itu. Dan satu lagi aku tidak mau orang tahu termasuk istrimu kamu mengerti Trisno,” ucap nyai Asih.
“Baiklah nyai aku akan menuruti ucapanmu,” ucap nyai Asih.
“Baguslah jika begitu,” sahut nyai Asih.
Sinar mata hari pagi mulai bersinar menyinari jendela kamar Trisno, tidak lama Trisno pun bangun dari tidurnya.
Trisno yang terbangun dari tidurnya terdiam sembari duduk di tepi tempat tidurnya.
Trisno masih teringat akan mimpinya tadi malam, sementara Lasmi sang istri tidak berada lagi di sampingnya Lasmi yang telah bangun lebih dahulu ketimbang Trisno.
“Mas kamu sudah bangun, aku lihat tidur mu sangat nyenyak tadi malam,” sahut Lasmi yang menghampiri Trisno di dalam kamar.
“Iya Lasmi, aku dapat tidur tenang sekarang tanpa memikirkan hutang-hutangku lagi.”
“Syukurlah jika begitu, udah sana mandi kopi mu sudah aku siapkan sedari tadi di ruang tamu.”
Trisno pun beranjak dari tempat tidurnya keluar kamar untuk mandi.
Selang beberapa menit telah selesai mandi Trisno pun pergi ke raung. tamu menikmati secangkir kopi sembari menikmati kue yang di beli Lasmi di warung.
“Mas, tadi waktu aku ke warung semua tetangga pada heboh mendengar kita kamu menang judi Mas. Dan belum apa-apa mereka semua menagih hutang-hutang kita,” Lasmi yang bercerita duduk di samping Trisno.
“Ya sudahlah berikan saja kepada mereka nanti malam jumat aku akan meminta nomor lagi sama Jenglot,” sahut Trisno.
“Iya Mas, oh iya katanya kamu mau pergi ke rumah Herman, dan juga Edi?”
“Iya selepas ngopi aku pergi ke rumah mereka.”
“Oh iya hari ini aku boleh ke pasar Mas mau membeli baju baru, dan juga perhiasan sudah berapa tahun aku tidak membeli baju baru.”
“Iya Lasmi kamu gunakan saja uang itu, aku butuh 130 juta untuk bayar hutangku sisanya kau gunakan, bayar kontarakan kita selepas itu aku ingin pindah kontrakan mencari kamar dua untuk tempat ritual,” pungkas Trisno.
“Iya Mas,” ujar Lasmi.
Setelah selesai mengopi Trisno pergi ke rumah Herman berserta Edi dengan mengendarai motor tuanya.
Selang beberapa menit Herman telah sampai di rumah Herman dan telah selesai membayar hutangnya sebesar 100 juta.
Setelah membayar hutangnya Trisno pun kembali pergi ke rumah Edi dengan mengendarai motor tuanya.
Berapa menit telah berlalu, Trisno pun telah sampai di warung Edi.
Trisno tanpa ragu mendatangi Edi di kasir tempat Edi duduk.
“Wah Trisno, lama tidak berjumpa bagaimana kabarmu,” tanya Edi.
“Baik Edi, aku mau bayar hutangku dan ada yang ingin aku ceritakan kepadamu,” ucap Trisno.
“Baiklah ayo kita duduk di pojok sana,” sahut Edi sembari menunjuk tempat duduk yang akan mereka tempati.
Edi beserta Trisno pun pergi ke tempat duduk di belakang sembari mengobrol santai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments