Setelah Herman pergi Trisno menghampiri Lasmi yang sedang menangis di tempat tidurnya menutupi tubuhnya selimut.
Trisno yang melihat keadaan sang istri pun segera menghampirinya memeluk tubuh sang Istri.
Lasmi menangis di pelukan Herman.
“Maafkan aku Lasmi, aku akan membalaskan ini semua kepada Herman!” ucap Trisno dengan penuh amarah.
Beberapa jam telah berlalu Lasmi yang mulai tenang pun mulai memakai bajunya.
Terlihat amarah di wajah Lasmi saat itu.
“Aku ingin membalaskan kebiadaban Herman!” ucap Lasmi penuh amarah.
“Iya Lasmi kita akan membalaskannya,” ucap Trisno.
Trisno keluar dari kamarnya ke ruang tamu mengambil kotak kayu yang di Hempaskan oleh pengawalnya Herman.
Trisno membenah kan isi di dalam kotak kayu itu yang berhamburan di lantai.
Satu persatu Trisno mengambil jenglot lalu memasukkannya kembali ke kotak kayu tersebut, Ia pun mengambil kain putih yang bertulisan mantra memasukkan kembali ke kotak kayu tersebut.
Trisno pun kembali ke kamar di mana Lasmi masih berada di sana.
“Besok malam tepatnya malam jumat aku akan melaksanakan ritualku,” ucap Trisno kepada Lasmi.
“Ta-tapi Mas? Uang kita sudah habis semua di rampas oleh Herman bagaimana kita membeli ayam hitam untuk memenuhi syarat sajennya Mas?”
“Tidak usah bingung Lasmi, aku masih ada beberapa lembar uang di dalam kantong celanaku untung saja semua uang tidak aku taruh di dalam tas ransel itu,” sahut Trisno.
“Syukurlah jika begitu Mas,” kata Lasmi.
Keesokan harinya Trisno pergi ke pasar untuk membeli beberapa sajen ritualnya, dari kembang 7 rupa, tungku perapian yang di gunakan membakar kemeyan, lalu kemenyan, arang serta yang paling penting adalah ayam hitam.
Setelah semuanya lengkap Trisno pun kembali ke rumahnya dengan mengendarai motor tuanya.
Di malam harinya tepatnya menjelang tengah malam Trisno di bantu oleh Lasmi mempersiapkan sesaji lengkap untuk ritual dirinya.
“Apa semua telah siap Lasmi?” tanya Trisno.
“Sudah Mas,” sahut Lasmi.
Jam sudah menunjukkan pukul 00.00 tengah malam.
Sesaji pun telah di siapkan Trisno di dapurnya dari kopi pahit, kopi manis, air rendaman bunga tujuh, rokok, tunggu perapian serta kemenyan dan yang paling penting adalah ayam hitam yang telah di ikat di letakan di atas nampah berisi bunga tujuh rupa serta kertas putih.
“Lasmi matikan lampu dapur, tinggalkan aku sendiri!” perintah Trisno.
“Baik Mas,” ujar Lasmi melaksanakan perintah sang suami.
Lasmi yang telah mematikan lampu meninggalkan Trisno di dapur sendirian, Lasmi pun masuk ke dalam kamar.
Setelah sajen telah siap Trisno duduk bersila dengan di terangi oleh cahaya dari lilin.
Trisno mulai mengambil serpihan kemeyan yang diletakan di atas tungku perapian yang di dalamnya terdapat bara api.
Seketika serpihan kemenyan itu menjadi gumpalan asap tipis yang mengeluarkan bau has di sukai oleh bangsa makhluk tak kasat mata.
Setelah selesai membakar kemeyan Trisno mulai mengambil kotak kayu yang berisi jenglot tersebut, Trisno pun mengambil kain putih yang berisi mantra serta cara memanggil jenglot tersebut.
Trisno membuka kain putih itu lalu mengikuti arahan yang tertera di kain putih tersebut.
Di ambilnya jarum lalu Trisno menusukkan jarum tersebut ke jari tengah tangan kirinya.
Seketika darah segar keluar dari jari tengah tangan kiri Trisno.
Trisno pun segera meneteskan darah segarnya ke mulut jenglot itu sembari membaca mantra.
“Jenglot, Jenglot, Jenglot, kula mbeluk sampeyan karo getihku teka mene lan tulungaken kula. Tulung kula kon dadi sugih lan mateni Herman, Teka ... Teka ... Teka ... (Jenglot, Jenglot, Jenglot, aku memanggilmu dengan darahku datanglah dan bantu aku. Bantulah aku untuk menjadi kaya dan bunuhlah Herman, datanglah ... Datanglah ... Datanglah)” Trisno yang membaca mantra.
Setelah mantra telah selesai di bacakan Trisno merasakan hawa dingin yang membuat bulu kuduknya berdiri.
Trisno pun teringat akan pesan dari nyai Asih, jika dirinya telah selesai ia harus meninggalkan tempat ritual itu.
Trisno pun berdiri lalu beranjak pergi dari dapur masuk ke dalam kamar.
Setelah berada di dalam kamar Lasmi menanyakan kepada Trisno.
“Bagaimana Mas? Apa Sudah?” tanya Lasmi.
“Sudah Lasmi kita tunggu saja apa yang terjadi,” ucap Trisno.
Tidak lama terdengar suara ayam hitam yang berkokok dengan cepat seperti sedang di sembelih.
“Mas ayam itu!” ucap Lasmi yang mendengar suara ayam hitam.
“Sudahlah biarkan saja, kita lihat besok pagi, sebaiknya kita tidur saja,” ucap Trisno memperingati Lasmi.
“Iya Mas,” sahut Lasmi.
Tidak berselang lama suara ayam hitam yang masih hidup itu tidak lagi bersuara.
Sayup-sayup mata Trisno pun mulai terasa berat, Trisno yang tidak dapat menahan kantuknya pun mulai tertidur.
Sementara Lasmi yang merasa merinding di dekat tengkuknya pun mencoba untuk memejamkan matanya tidak lama kemudian Lasmi pun tertidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Nhamee
nekat....karena dendam
dendam akan hinaan
dendam karna perlakuan
dan akhirnya *gelap*
2024-06-06
1