Sinar mentari menyinari hutan kawi embun pagi membasahi daun-daun di hutan tersebut hingga hawa dingin pun masih terasa menusuk kulit.
Di pagi itu Trisno beserta Lasmi sudah terbangun dari tidurnya mereka berdua ingin berpamitan kepada nyai Asih.
“Nyai kami pulang dulu, terima kasih sudah mengizinkan kami berdua menginap di tempat nyai,” ucap Trisno berpamitan kepada nyai Asih.
“Baiklah hati-hati kalian di jalan dan ingat pesanku setiap tiga tahun sekali kalian harus memberikan seorang bayi untuk jenglot itu dan di malam jumat kalian harus memberikan sajen lengkap beserta ayam hitam untuk jenglot tersebut, dan satu hal lagi di dalam kotak tempat jenglot itu berada ada sebuah kain putih yang bertulisan mantra, bacalah nanti jika kau akan memberikan sajen atau tumbal itu jenglot itu, apa kalian berdua mengerti?” pungkas nyai Asih kepada Trisno serta Lasmi.
“Kami mengerti nyai,” sahut serentak Trisno beserta Lasmi.
Mereka pun pergi berjalan meninggalkan rumah nyai Asih, sementara kotak berisi jenglot sendiri di masukan ke dalam tas ransel yang di bawa oleh Trisno.
Mereka terus berjalan menyelusuri hutan kawi, mencari keberadaan motor tua yang mereka tinggalkan di hutan itu karena mogok.
Di dalam perjalanan menyelusuri hutan kawi Lasmi menanyakan sesuatu kepada Trisno.
“Mas apa yang kamu lakukan kepada nyai Asih Mas di dalam kamar itu?” Lasmi yang ingin mengetahui sendiri dari mulut Trisno.
“Aku tidak melakukan apa-apa?” Trisno yang berbohong.
“Kamu bohong Mas, aku melihat dengan sangat jelas kamu meniduri nyai Asih!” Bentak Lasmi.
“Aku tidak melakukan itu Lasmi, kau salah melihatnya,” Trisno yang mengelak.
“Kau bohong Mas!” bentak Lasmi yang kesal.
Lasmi pun berlari meninggalkan Trisno sembari berlinang air mata.
“Lasmi! Lasmi! Tunggu aku!” Pekik Trisno.
Trisno mengejar Lasmi yang berlari. Trisno berlari kencang untuk dapat mengejar Lasmi hingga akhirnya Trisno dapat meraih tangan Lasmi.
“Lepaskan aku Mas!” teriak Lasmi sembari menangis.
“Iya aku salah aku melakukan itu, aku tidak mau usahaku sia-sia! Sekarang kau tahu semuanya bukan!” pekik Trisno menjelaskan kepada sang istri.
Tamparan kencang pun mendarat di pipi Trisno.
PLAAKK
“Kamu Mas!” Ucap Lasmi yang tidak bisa berkata apa-apa lagi.
“Coba dengarkan aku, berikan aku kesempatan untuk menjelaskannya!” ujar Trisno yang menarik tangan Lasmi.
“Apa yang ingin di jelaskan lagi Mas! Semua sudah jelas!” teriak Lasmi meluapkan semua emosinya kepada Trisno.
Trisno mencoba melemah dia tahu dirinya salah namun hal ini ia lakukan karena tidak mau semua yang di lalukannya sia-sia.
“Maafkan aku Lasmu, aku sangat mencintaimu hal itu terpaksa aku lakukan untuk mengapai keinginanku, aku tahu hatimu sakit melihatnya aku pun begitu tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku harap kamu dapat mengerti Lasmi,” sahut Trisno dengan nada lembut.
Trisno pun mendekati Lasmi menarik Lasmi ke pelukannya, Trisno hanya terdiam di kala Lasmi memukul-mukul dadanya.
Hingga beberapa menit kemudian Lasmi dapat mengendalikan amarahnya, ia mencoba mengerti posisi Trisno saat itu.
Setelah perdebatan yang panjang akhirnya mereka berdua pun melanjutkan perjalanan mereka menyelusuri hutan kawi.
Setelah lama berjalan dan menyelusuri hutan, akhirnya mereka menemukan motor tua yang mereka tinggalkan.
“Lasmi itu motorku,” teriak Trisno sembari menunjuk motor tuanya dari kejauhan.
“Iya Mas,” sahut Lasmi.
Mereka berdua berlari ke arah motor itu berada.
Sesampainya Trisno di motor tuanya ia pun langsung mencoba menyalakan motor itu, hal aneh terjadi motor itu dapat hidup kembali walau awalnya mogok.
“Motor ini dapat hidup Lasmi, padahal sebelumnya motor ini mogok,” ujar Trisno yang mengaruk-garuk kepalanya walau tidak gatal.
“Iya Mas, aneh sekali,” sahut Lasmi yang juga ikut bingung.
“Ayolah kita keluar dari hutan ini,” ajak Trisno yang sudah menaiki motornya.
Di susul Lasmi yang juga menaiki motor tua itu duduk di belakang Trisno.
Trisno pun menjalankan motor tuanya meninggalkan hutan kawi tersebut.
Hingga di saat mereka melewati kembali warung kopi tersebut Trisno berserta Lasmi melihat warung itu dengan bangunan yang bagus serta kakek dan nenek yang menjaga warung itu melambaikan tantangan ke arah mereka.
Lasmi yang melihat hal itu pun menceritakan kepada Trisno.
“Mas, apa tadi kamu liat kakek dan nenek di warung kopi itu?” tanya Lasmi.
“Iya aku melihatnya Lasmi, mereka melambai-lambaikan tangan mereka berdua ke arah kita,” ujar Trisno yang juga melihatnya.
“Berarti bukan aku saja yang melihatnya Mas, jalan menuju rumah nyai Asih begitu sangat menyeramkan Mas.”
“Iya banyak rintangan yang kita hadapi semoga saja semua ini tidak sia-sia,” Trisno yang berharap.
Enam jam telah berlalu mereka telah sampai di depan rumah kontrakan mereka tanpa hambatan sedikit pun.
Lasmi pun membuka pintu kontrakannya lalu masuk ke dalam rumah, mereka berdua mengistirahatkan tubuh mereka dengan duduk di ruang tamu sembari mengobrol santai.
Tidak lama kemudian Herman beserta dua orang pengawalnya yang bernama Iwan dan usup mendatangi kontrakan Trisno.
“Eh Trisno bayar utang-utangmu!” bentak Herman.
Trisno yang melihat Herman datang pun sangat terkejut.
“Ma-maaf pak Herman saya belum punya uang?” sahut Trisno.
“Alah kau tidak percaya lagi dengan mu, kalian berdua geledah tas ranselnya ambil barang berharga di dalam tasnya!” perintah Herman kepada kedua pengawalnya.
“Baik Bos” sahut serentak kedua pengawal Herman.
Kedua pengawal Herman mengambil paksa tas ransel yang di pengang oleh Trisno,”
“Jangan Pak Herman saya mohon jangan,” sahut Trisno yang memegangi tasnya yang ingin di rampas.
Dua pengawal Herman pun telah berhasil merampas tas ransel Trisno di dalamnya terdapat sisa uang yang Trisno pinjam dari Edi semua uang yang ada di tas Trisno pun di ambil oleh salah satu pengawal Herman.
“Ini Bos, saya mendapatkan uang di tasnya!” ucap Usup yang menyerahkan uang itu kepada Herman
Lalu Iwan pengawal Herman menemukan sebuah kotak kayu di tas Trisno.
Herman yang penasaran pun menanyakan kepada Iwan pengawalnya apa isi kotak kayu tersebut.
“Wan apa isi kotak kayu itu!” tanya Herman.
“Hanya patung aneh Bos,” ujar Iwan yang membuang kotak kayu beserta jenglot itu ke lantai.
Jenglot yang berada di dalam kotak kayu itu keluar dari dalam kotak dan terhambur di lantai.
Herman pun mendekati Lasmi, kali ini Herman yang melihat paras cantik Lasmi begitu sangat tergoda.
“Kalian berdua tunggu di luar dan jaga Trisno!” Perintah Herman.
“Baik Bos,” sahut Usup dan juga Iwan.
“Ayo ikut aku cantik,” ucap Herman sembari memegang dagu Lasmi.
“Lepaskan! aku Lepaskan!” teriak Lasmi ingin melepaskan pegangan Herman di tangannya.
Namun tenaga Herman yang kuat membuat perlawanan Lasmi hanya sia-sia.
Lasmi pun di bawa Herman ke dalam kamarnya mereka, setelah di bawa masuk ke kamar, tubuh Lasmi di angkat Herman lalu di hempaskan di atas tempat tidur.
“Jangan aku mohon,” ucap Lasmi yang memohon kepada Herman sembari menangis.
Namun dengan sangat bengis Herman pun memaksa Lasmi untuk melayani nafsu bejatnya.
Lasmi yang berteriak-teriak di kamar pun terdengar oleh Trisno.
“Herman jangan kau apa-apa kan istriku,” ancam Trisno.
Trisno mencoba melepaskan pegangan dua pengawal Herman yang memegangi tangannya untuk menyelamatkan istrinya.
Namun bukanya Trisno dapat menyelamatkan istrinya ia malah di hajar habis-habisan oleh kedua pengawal Herman.
Para tetangga tidak ada yang berani menolong Trisno, mereka tahu ganjarannya jika berurusan dengan Herman berserta anak buahnya.
Setelah beberapa menit Herman telah selesai menikmati tubuh indah Lasmi Herman pun meninggalkan Lasmi begitu saja di atas tempat tidurnya lalu segera keluar dari kamar.
“Ayo kita pergi dari sini!” ajak Herman.
“Baik Bos,” sahut kedua pengawal Herman.
Mereka berdua pun pergi meninggalkan rumah kontrakan Trisno.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Nhamee
bingun menyikapinya.....beja*🤬
2024-06-06
0
Yuli Eka Puji R
imbang sudah
2023-03-20
1
O Z
Lasmi&Trisno imbang donk jadinya..
2023-03-11
0