Nyai Selayar dengan pakaian Jubah Birunya, telah memasang kuda kuda depan. Ia menunggu serangan dari kawanan perampok dari anak buah Ki Paneluh. Tangan kirinya ia lambaikan pada anak buah Ki Paneluh, agar mereka menyerang.
Tapi perampok yang selalu memungut paksa pada rakyat itu, justru pasang kuda kuda. Tangan kanannya di angkat ke atas, badannya berputar dua kali.
"Ajian Topan Api," batin Nyai Selayar, yang telah hafal pada gerakan jurus dan ajian milik Ki Paneluh.
Nyai Selayar tidak bergerak ia terus melambaikan tangannya yang di berengi dengan tenaga dalam. Berakibat angin di sekitar tempat itu muncul hawa dingin. Inilah kekuatan dari Jurus Sewu Banyu Segoro. Gerakannya memang di barengi dengan pancingan amarah pada lawan.
Karena munculnya hawa dingin di sekitar tempat itu, para warga yang mengerumuni, satu persatu mundur. Dan memang kelihatan ini di sengaja oleh Nyai Selayar. Padahal dirinya kalau mau bisa membuang auranya jauh sekalipun agar hawa sakti tidak di mengerti lawan. Sehingga lawan mengecilkan keberadaan ilmu yang di miliki.
Satu hentakan pukulan Topan Api di arahkan pada Nyai Selayar oleh kawanan perampok anak buah Ki Paneluh, ......Glluuuuur, dhur dhor!!!!!!" begitu suara yang di timbulkan. Nyai Selayar mengibaskan cambuk yang masih di tangannya. "Cethar....."
Kedua anak buah Ki Paneluh itu terheran. Sebab pukulannya tidak mempan pada lawannya. Padahal dirinya telah memberi tenaga dalam dan hawa panas yang dahsyat.
Nyai Selayar memasang kuda kuda tipuan. Ia seolah tidak memberikan tenaga pada kaki depan. ia jinjitkan tumpuan utama pada kaki belakang. Badannya ia dorong agak di majukan.
"Ayo, mana Topan Api yang kau punya. Masih apa tidak?!" kata Nyai Selayar memancing emosi pada kawan. perampok.
Kedua perampok suruhan Ki Paneluh bangkit. sepertinya akan menggabungkan jurus dan ajiannya. Nyai Selayar merobah posisi, ia membalakangi kedua lawannya.
Tanpa di sadari gerakan Nyai Selayar yang semacam itu, membuat tergesa gesa serangan yang di bangun oleh kedua anak buah Nyi Paneluh. Sebab keduanya ingin segera menghabisi Nyai Selayar.
Satu tangan dari anak buah Ki Paneluh berpadu. Tangan yang lain membangun pukulan. Angin panas berhembus bertanda Pukulan Topan Api telah bergerak. Nyai Selayar kembali memukulkan cambuknya. Kali ini di barengi dengan kibasan Jubah biru mudanya.
Pukulan Topan Api bertemu dengan jurus Sewu Banyu Segoro berakibat, Dentuman membahana di angkasa.
"Gliar...gliar... dhar...!!!
"Gliar... gliar... dugh dhiaaaar... dhar"
Nyai Selayar duduk bersimpuh di tanah. Cambuknya ia lemparkan ke arah lawannya. Ia menunduk, tapi matanya tetap menatap pada dua perampok. Ini adalah sebuah gerakan tipuan dari jurus Sewu Banyu Segoro. Setelah membelakangi lawan, biar di kira tidak siap lantas bersimpuh biar di kira kalah.
Sebenarnya semua orang dalam perang, tentu akan mengalahkan dan ingin merubuhkan. Maka dengan membelakangi, tentu lawan akan segera memukul agar jatuh. Tapi Pukulan yang di bangun dengan segera bukan pukulan penuh. Sebab tenaga dalam akan lahir dari bentuk pemikiran atau konsentrasi. Sedangkan ketika lawan jatuh ia akan lawan akan segera menghabisi.
Begitu juga pada anak buah Ki Paneluh, melihat Nyai Selayar bersimpuh, ia mengira bahwa Nyai Selayar jatuh terkena pukulan Topan Api. Maka mereka tanpa sadar, maju mendekati Nyai Selayar. Tak Lupa Pedang mereka hunus untuk menggertak lawannya.
Begitu tinggal dua langkah Nyai Selayar dengan tubuhnya yang ringan bagai kapas itu bergerak bangkit dan menendang dada keduanya dengan cepat.
Dhug...
Dhug...
Jleng....
Tendangan yang tepat ke arah dada membuat kedua lawannya terjerembab. Dari mulut keduanya keluar darah segar. Bertanda serangannya merusak organ dalam.
Kedua perampok itu saling berpandangan. Nyai Selayar kedua telapak tangannya di adukan seperti orang bertepuk tangan. Gerakan ini sebetulnya gerakan memancing emosi lawan. Harapannya bila lawan bergerak emosi mereka akan lupa diri, menyerang membabi buta dan lupa akan kondisi dirinya.
Kali ini kedua lawannya yaitu perampok suruhan Ki Paneluh saling beradu pandang.
Keduanya mencoba bangkit dengan kondisi luka dalam.
"Katakan pada gurumu atau pimpinan kalian. Bahwa kalian telah bertemu dengan teluhmu yang akan menghabisi nyawamu!" ujar Nyai Selayar.
Keduanya telah berhasil menguasai diri dan kemudian berlari kencang.
Setelah perampok itu pergi, orang orang semua maju menuju pada Nyai Selayar.
"Terima kasih, terima kasih, bidadari biru," ucap mereka.
Mendengar kalimat itu, Nyai Selayar ingin tertawa. Tapi ia tahan sebab takut menyinggung perasaan mereka.
"Maaf, Paman dan Bibi. Namaku bukan bidadari biru. Masa ada bidadari bersilat. Namaku Jubah Biru," ujar Nyai Selayar. Tawanya yang tertahan, kini di keluarkan.
Orang orang Kampung kemudian mengenalkan dirinya. Terutama Kepala Padukuhan.
"Namaku Ki Harjo, saya adalah Kepala Dukuh di sini. Mereka sudah lama menekan kami untuk memberikan hasil panen. Dan benar, Den, kali ini kami belum panen," ujar Kepala Dukuh
"Bila Kami tidak memberi, malamnya kami di datangi api dan banyak warga kami yang mati terbakar api tersebut," tambah yang lain.
"Paman dan Bibi yang tenang. Nanti tidak lagi mereka datang Ke sini. Saya akan membantu warga sini untuk mengatasi mereka," ujar Nyai Selayar.
"Terima kasih, Den," ucap Kepala Dukuh.
"Kali ini sudah senja. Saya mohon pamit, tadi saya mencari daun sirih. Nanti Simbok saya marah bila sirihnya tidak segera datang," ujar Nyai Selayar.
"Lha nanti kalau mereka datang bagaimana?" ucap yang lain mengkhawatirkan kondisi dukuh.
"Tidak Paman. kampung ini adalah Kampung Pedukuhan yang luar biasa. Maka Apinya tidak akan mampu menembus di kampung ini. Selain yang punya api ikut datang ke mari," terang Nyai Selayar
"Terima kasih, Nyai," ungkap Kepala Dukuh.
Nyai Selayar pandangan matanya menyapu pada semua yang ada di hadapannya. Kemudian ia menunduk dengan hormat. Tak lama kemudian ia bergerak cepat ke arah Alas Toya Marta.
"Siapa dia. Aku belum pernah melihat dia di tempat ini?" tanya Kepala Dukuh.
"Kami juga belum, Ki. Tapi ia meski perempuan sakti sekali, Ki. Buktinya mereka para penjahat itu bisa di kalahkan," ujar yang lain.
"Semoga dengan munculnya perempuan tadi di Kampung Kita, mereka tak berani lagi ke sini, Ki," ujar yang lain.
"Iya, semoga demikian."
"Tapi kalau kawanan penjahat itu datang lagi bagaimana, Ki?"
"Semoga yang dikatakan Jubah Biru tadi benar. Nanti malam tidak ada serangan," ujar Kepala Dukuh Bimbang.
"Begini, Ki. Nanti malam yang laki laki semua berjaga. Semampu kita, kalau mereka menyerang kita lawan. Tadi saya merasakan hawa dingin dari tubuh Pendekar Biru tadi. Berarti lawan dari para penjahat itu air," ujar yang lain.
Kemudian para warga itu membubarkan diri, dengan keputusan semua yang laki laki berjaga di rumah masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
putri
dan untuk bacaan nya harus lebih di tingkatkan lagi , ada beberapa kata yg harus di perbaiki.
tetap semangat thor
2023-02-18
0
putri
untuk tanda baca nya cukup sekali di akhir kalimat saja thor
2023-02-18
1