Perjalanan Nyai Selasih bersama Nyai Sekar Wangi dan juga Lowo Abang bersama dengan Ki Banas telah sampai pada sebuah tanah lapang di dalam hutan.
"Kita di mana ini, Nyai?" tanya Lowo Abang.
Nyai Selasih memandang kanan dan kiri. Begitu juga pada para pengikutnya yang lain. Mereka semua kebingungan.
"Asem Kecut, Kita di halangi untuk menuju pada padepokan Macan Gembong!" kata Nyai Selasih.
"Maksud Nyai, siapa yang menghalangi kita?" tanya Ki Banas.
"Kita kena pagar ghaib," ujar Nyai Sekar Wangi.
"Benar Sekar. Kita kurang waspada,"terang Nyai Selasih.
"Lantas bagaimana langkah selanjutnya, Nyai?" tanya Nyai Sekar Wangi.
"Ia, aneh... pagar ghaib ini tidak memagari kita untuk masuk ke Padepokan Macan Gembong. Tapi kita ini kebingungan. Jangan-jangan kita hanya tersesat," kata Lowo Abang.
"Kita tidak tersesat Lowo Abang. Kita sekedar di bingungkan. Karena Pagar ghaib ini hanya. membuat kita bingung saja", terang Nyai Selasih.
"Nyai, bagaimana kalau kita pulang dulu. Perasaanku percuma kalau kita melanjutkan perjalanan. Saya yakin di sekitar Padepokan penuh dengan pagar ghaib," usul Nyai Sekar Wangi.
"Saya sepakat dengan usul dari Sekar Wangi. Kita kembali dulu ke Markas. Kita susun langkah ulang, dan setelah itu besok atau lusa kita kembali ke Padepokan Macan Gembong," kata Ki Banas.
Nyai Selasih diam beberapa saat. Ia berfikir untung dan ruginya bila kembali ke Markas. Beberapa saat kemudian ia mencoba menembus pagar ghaib yang membuatnya bingung itu. Pikiran dan hatinya ia fokuskan pada titik yang di curigai terpasangnya pagar ghaib. Tapi beberapa kali ia coba tak ada hasil.
"Baiklah. Kita kembali dahulu dan besok kita susun rencana yang lebih tepat," ujar Nyai Selasih. "Sebab pagar ghaib ini saya tembus berkali kali, gagal," sambungnya.
"Mata batinku juga tak mampu menembus keberadaan dari Ki Macan Gembong. Padahal tadi saat masih di tikungan dekat sungai, masih bisa menembus," ujar Nyai Sekar Wangi.
"Langkah terbaik kita balik kanan. Saya yakin, pagaran ini tidak hanya dari satu orang. Tapi lebih dari lapis lima. Berarti yang ada di Padepokan Macan Gembong lebih dari 25 orang sakti. Kita mati konyol kalau kita nekat," sahut Ki Banas.
"Kalau begitu, kita pergi saja dan balik ke Markas," kata Nyai Selasih.
"West...", Nyai Selasih menghilang di hadapan mereka.
"West... wus...," ketiga Pendekar itu menyusul Nyai Selasih Pergi.
*****
Sulasna bersama ibunya dan Ki Penjalin sedang duduk di depan Goa Penjalin. Dalam hitungan siang dan malam, lebih dari 70 hari Sulasna dan Nyai Selayar berada di Padepokan Penjalin.
"Sulasna, kau kini telah menguasai jurus jurus tongkat kembar. Dua tongkat sakti itu adalah warisan dari pamanmu Papak Paringan dan di berikan pada Bapakmu Ki Blandong yang kini ada di dirimu. Dua tongkat sakti yang panjangnya tidak seberapa itu, akan bisa berguna untuk pusaka bagi dirimu. Tapi ingat, Sulasna, Tongkat itu jangan kau gunakan selain untuk kebaikan,"nasehat Ki Penjalin.
"Saya bersedia melaksanakan nasehat dari Kakek Guru," ujar Sulasna.
"Masih ada satu jurus yang harus kau pelajari untuk menyeimbangkan kemampuanmu dalam olah Kanuragan," terang Ki Penjalin.
"Jurus apa, Kakek Guru. Saya siap untuk mempelajari," Kata Sulasna.
"Jurus Angin Rembulan," ujar Ki Penjalin.
"Jurus Angin Rembulan?" ujar Nyai Selayar terkejut.
Sebab persyaratan untuk menguasai Jurus dan Ajian Angin Rembulan teramat berat. Dan itu belum tentu bisa dikuasai Sulasna.
"Apa kau keberatan bila anakmu mempelajari jurus Angin Rembulan?" tanya Ki Penjalin pada Nyai Selayar.
"Sebetulnya tidak. Tapi apakah Sulasna di usia yang masih muda bisa melaksanakan, Rama Guru? Sedangkan saya hingga saat ini mempelajari Jurus dan Ajian Angin Rembulan masih taraf dasar," ujar Nyai Selayar.
"Haha ... haha... Benar. Maksudku juga tidak saat ini. Sebab jurus Siluman Penjalin dan Pukulan Ombak Segara sudah cukup untuknya saat ini," ujar Ki Penjalin.
"Apa kesulitannya mempelajari Jurus dan Ajian Angin Rembulan Kakek Guru?" tanya Sulasna penasaran.
"Sulasna, Jurus Angin Rembulan merupakan jurus yang mengiringi Ajian Angin Rembulan. Untuk mendapatkannya, pertama kau harus belajar Jurus jurus Angin Rembulan. Untuk bisa mendapatkannya pertama kau harus puasa dalam melatih jurus jurus tersebut. Lamanya menguasai jurus Angin Rembulan 40 hari untuk tujuh belas gerakan. Selama penguasaan jurus tetap dalam keadaan puasa," Terang Ki Penjalin.
"Kalau hanya itu saya sanggup, Kakek," ujar Sulasna.
"Haha... hahaha. Tidak hanya itu, sedang untuk masuk pada ajian, Kau harus puasa Pati Geni dalam waktu tujuh hari, kau tidak boleh marah atau emosi. Jadi harus menjalani kesabaran, bagaimana?" tanya Ki Penjalin.
"Saya akan mencoba Kakek Guru!" ujar Sulasna.
"Boleh, tapi tidak sekarang. Tugasmu Sekarang mematangkan ilmu ilmu yang telah kau dapatkan," ujar Ki Penjalin.
"Mengapa, Kek?"
"Matangkan dulu jurus jurus yang kau dapatkan, terutama jurus tongkat kembar," tegas Ki Penjalin.
"Sulasna, lebih baik ikuti perintah Kakek Guru," ujar Nyai Selayar.
Sulasna mantap Nyai Selayar. Kemudian ia menganggukkan kepalanya.
****
Udara pagi di Alas Penjalin sangat dingin sekali. Sulasna nampak sudah berada di balik gunung bersama Simboknya. keduanya berlatih mematangkan jurus jurus yang di milikinya. Nyai Selayar nampak bangga melihat kemajuan anaknya dalam gerakan jurus jurus dan tenaga dalamnya.
Tendangan dan pukulan Sulasna semakin berbobot. terlebih bila di barengi dengan tenaga dalam. Pun begitu cara menghindar dari serangan serangannya sudah semakin cepat dan nampak kalau memiliki bakat yang luar biasa.
Cara menghindar sangat halus, bahkan saat mengeluarkan tenaga dalam pun halus, seirama dengan gerak reflek dan sangat terukur
"Cukup, Sulasna. Sekarang coba kau keluarkan Jurus Siluman Penjalin. Kemudian serang baru batu yang ada di depanmu dengan pukulan Ombak Segoro," perintah Ki Penjalin.
Sulasna berdiri tegak di atas sebatang bambu yang membujur. Jurus Siluman Penjalin, hampir semua gerakannya tidak menyentuh di tanah. Maka dalam menguasai jurus ini diperlukan gerakan meringankan tubuh dan menjaga keseimbangan.
Dari Bambu sebatang yang membujur Sulasna memasang kuda kuda. Kedua telapak tangannya posisi menyembah. Kemudian ia jatuhkan tubuhnya dengan posisi miring di bambu tersebut. Sekejap Sulasna sudah tak nampak di pandangan, dan tiba tiba dari atas udara dirinya sudah tertawa tawa lepas di atas dahan kayu.
Dengan secepat kilat, kaki dan tangannya memukul batu bergantian," Dussssh.... pyarr, byaaaar," batu sebesar kerbau itu pecah terkena pukulan Ombak Segoro.
Sulasna kemudian menuju pada kedua orang yang di hormatinya. Yaitu Ki Penjalin dan Simboknya.
"Sembilan puluh hari belum genap, pukulannya sudah dahsyat, Ngger," kata Nyai Selayar.
"Ini berkat Simbok dan Kakek yang mengasuh dan melatih saya," kata Sulasna.
"Hahaha... Memang Sulasna sangat berbakat. Dan giat dalam berlatih," ungkap Ki Penjalin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
anggita
oke, jurus angin rembulan..
2023-02-23
0