Belum selesai keheranan anak buah Ki Paneluh karena api yang padam sendiri, tiba tiba terdengar suar tawa yang menggelegar di angkasa.
Ki Paneluh berteriak lantang,"Siapa kamu, keluar!!! Hadapi aku...... Jangan main main denganku!!!!"
Sulasna dan Nyai Selayar telah berdiri di atas bekas rumah yang terbakar.
"Ki Paneluh, Pendekar Teluh yang pilih tanding? Apa kabarmu... hahahaha," kata Nyai Selayar yang berpakaian serba biru.
Semua menatap pada dua orang yang ada di atas rumah yang sudah terbakar. Melihat kedatangan dua pendekar yang kemarin menolong warga dusun tersebut, para warga itu menyingkir mundur.
"Iya, dia akan menolong kita. Ayo kita beritahu Tetua Padukuhan," ajak salah satu warga yang diikuti beberapa orang warga.
Sedangkan yang lain pergi mengambil pentungan atau sabit dan senjata seadanya untuk membantu Pendekar Jubah Biru dan Pendekar Muda di sampingnya.
Pendekar Jubah Biru dan Sulasna turun dari atap rumah. Kini mereka telah berhadap hadapan dengan para perampok yang dipimpin oleh Ki Paneluh.
Ki Paneluh kemudian memerintahkan pada anak buahnya untuk menyerang Pendekar Jubah Biru dan Pendekar Muda yang ada di hadapannya.
Dengan Pedang terhunus mereka mengeroyok Sulasna dan Pendekar Jubah Biru.
Sulasna menghadapi lebih dari empat orang pengeroyok. Demikian juga dengan Nyai Selayar atau Pendekar Jubah biru.
Tendangan dan pukulan dilepaskan oleh Sulasna dengan memakai Jurus Siluman Penjalin, para pengeroyok itu kebingungan. Betapa tidak karena pedang yang sedianya di tikamkan mereka, tiba tiba Sulasna telah memukul dari belakang dan menyebabkan anak buah Ki Paneluh terjatuh dan terjerembab ke tanah.
Bahkan mereka saat bersama mau menyerang Sulasna yang akan diserang sudah tak nampak mereka beradu fisik antar kawannya.
Sulasna tidak mau berlama lama menghadapinya, ia kerahkan pukulan dan tendangan dari Jurus Siluman Penjalin, yang menyebabkan luka luka dalam pada tubuh para perampok itu.
Akhirnya pada perampok yang terluka dengan luka dalam itu mau berlari. Namun para warga Padukuhan telah siap dengan segala senjatanya. Pentungan dari kayu, bambu, bahkan besi dihantamkan pada perampok tersebut dan menambah luka luka pada fisiknya.
Sedangkan Nyai Selayar melakukan bendungan terhadap serangan para perampok itu. Ia pegang selendang bajunya, ia kibaskan baju tersebut dan muncullah angin dingin membuat para perampok itu terjatuh dan tak sadarkan diri.
Perampok yang masih bisa menguasai diri berlari meninggalkan lokasi pertempuran dengan mengambil jalan pintas. Sebab mereka ketakutan bila melalui jalan biasa, bisa saja akan berpapasan dengan warga dan di jadikan bahan bulan bulanan
"Pendekar Jubah Biru, makin hebat jurus jurusmu," ujar Ki Paneluh.
"Ayo majulah, keluarkan teluh teluh barumu untukku!" Gertak Pendekar Jubah Biru.
Dengan cepat Ki Paneluh menyerang Pendekar Jubah Biru. Tendangan beradu tendangan dan pukulan pun beradu dengan pukulan. Karena pertarungan keduanya dibarengi dengan tenaga dalam maka berakibat debu berterbangan seolah menutup pemandangan bagi mereka yang menyaksikan pertempuran kedua Pendekar.
Setelah agak lama Ki Paneluh berfikir kalau hanya tarung seperti ini akan menghabiskan tenaga yang sia sia. Maka ia mengambil tombak simpanannya. Tombak dilempar cepat pada Pendekar Jubah Biru. Jubah Biru dengan cekatan menarik selendang yang diikatkan dibalik jubah.
Aneh, selendang tersebut membentur tombak Ki Paneluh, yang berakibat tombak itu jatuh tepat di hadapan Ki Paneluh. Ki Paneluh mundur dua langkah. Ia memasang kuda kuda. Tangan kanannya diangkat ke atas, sedang tangan kiri membangun pukulan.
Nyai Selayar sudah paham, bahwa lawannya akan mengeluarkan pukulan Topan Api. Dia malah memberikan badannya seolah tidak membangun serangan. Tapi begitu hawa panas muncul dari Topan Api Ki Paneluh, muncul hawa dingin dari tubuh Pendekar Jubah Biru.
"Gliar.... dhug ....
Westttt......
Jleng........ "
Suara kedua ajian tenaga dalam itu memekakkan telinga. Ki Paneluh terpaksa harus mundur lebih enam pecak kaki. Sedang Pendekar Jubah Biru kuda kuda depan.
Ki Paneluh mengeluarkan kembali Pukulan Topan Api yang dibarengi dengan teluh braja.
"Teluh Braja...." batin Pendekar Jubah Biru.
Dirinya berguling di udara lalu memasang kuda kuda tegak, badannya membelakangi Ki Paneluh. Ia membentungi dirinya dengan Rajah Pagar Banyu Segoro.
Ki Paneluh memukulkan secara bersamaan aji Teluh Braja dan Pukulan Topan Angin.
Gliar ... Glar...
Jleng.....
Pukulan Ki Paneluh membentur rajah Pagar Banyu Segoro. Pendekar Jubah Biru terhuyung. Kemudian ia keluarkan Sebuah Pedang yang berwarna ungu seperti air. Ya, Pedang itulah yang bernama Pedang Angin Suci.
Pedang Angin Suci telah ada di tangan Pendekar Jubah Biru. Angin berhembus dengan kencang di barengi hawa dingin yang luar biasa. Secara tiba tiba, Pendekar Jubah Biru bayangannya melesat, memukul dada Ki Paneluh.
Dhug..... Dhug.... dhug....
Byar ....
Ki Paneluh terjerembab ke Tanah. Ia Tidak mengira akan ada gerakan Pukulan. Ia hanya mau menyerang dengan topan apinya yang akan di barengi dengan Ilmu Raga Geni. Tapi rupanya kalah cepat dengan gerakan Pendekar Jubah Biru.
Ki Paneluh yang terjerbah Ketanah itu kemudian bangkit dan melesat hilang.
"Jubah Biru, Ingat ini belum berakhir. Aku akan mencarimu lagi!" ujar Ki Paneluh.
"Aku akan menanti ilmu ciptaanmu atau teluh teluhmu," jawab Pendekar Jubah Biru lantang.
Sulasna kemudian mendekati Simboknya.
"Simbok tidak apa apa?" tanya Sulasna.
"Tenang Sulasna, Simbok hanya terluka ringan," jawab Pendekar Jubah Biru.
Kepala Pedukuhan dan para warga berangsek mendekati kedua Pendekar tersebut.
"Terima Kasih Pendekar Jubah Biru, kita terselamatkan lagi karena pertolonganmu," kata Kepala Pedukuhan.
"Ini semua karena Tuhan Yang Maha Kuasa melindungi kita," jawab Pendekar Jubah Biru.
"Kami mohon Pendekar dan anak muda ini untuk sementara berada di Pedukuhan ini. Sebab bisa saja Ki Paneluh akan datang dan menyerang kami," ujar Kepala Dukuh.
Pendekar Jubah Biru menatap Sulasna dengan tatapan penuh tanya. Sebetulnya ia ingin membantu masyarakat Pedukuhan tersebut. Namun anaknya Sulasna masih harus menyelesaikan tugas tugas dari Nyai Pandan Sari.
"Sulasna, Simbok mohon berengi Pedukuhan dengan Rajah Pagar Banyu Segoro dan berikan Aji penolak balak. Sebab bisa saja Ki Paneluh meminta bantuan Nyai Selasih," ujar Pendekar Jubah Biru.
Sulasna kemudian mengerahkan Tenaga dalam untuk memagari Padukuhan seperti yang disarankan oleh Simboknya. Setelah Sulasna selesai memberi pagar pada Padukuhan ia mendekat kembali pada Simboknya.
"Ki Harjo, saya mohon maaf, untuk malam ini saya hanya bisa menjaga Padukuhan dari jarak jauh. Tapi bila nanti tugas kami sudah selesai kami akan datang kembali," terang Pendekar Jubah Biru.
"Kalau begitu keinginan Panjenengan, kami tidak akan memaksa, Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa Melindungi kita semua," Ujar Ki Harjo yang menjadi Kepala Dukuh.
"Kami mohon pamit. Semoga Tuhan Yang Maha Welas mempertemukan kita semua dalam keadaan selamat," kata Pendekar Jubah Biru.
Wessss....
Secepat angin kedua Pendekar tersebut meninggalkan Padukuhan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments