Sentra itu, di hutan pandan seorang lelaki tua menatap lekat pada Sulasna. Bocah yang baru usia 15 tahun dan pencari kayu bakar itu terkejut. Sebab ada seorang yang ada dalam hutan Pandan. Sebab selama ini ia masuk keluar hutan pandan tak pernah bertemu dengan seorang pun.
sulasna tak henti henti menatap dirinya pada lelaki tersebut. Lelaki tua itu berbaju hitam, bercelana hitam. Rambutnya yang sudah dua warna di Gelung ke atas. Dengan wajahnya yang bulat, alias matanya tebal. Dengan kain batik ia jadikan sabuk. Dari caranya berdiri dengan kaki yang kokoh dan sedikit direnggangkan membentuk kuda kuda berdiri, sebagai tanda bahwa lelaki tua itu memiliki ilmu Kanuragan.
"Hei bocah, siapa namamu? Kenapa kau berani masuk Alas Pandan ini?!" tanya lelaki tua sambil matanya tak lepas menatap Sulasna. Seolah mata itu ingin bertanya lebih jauh tentangnya.
"Namaku Sulasna. Saya masuk ke Alas Pandan sudah biasa, Kek. Rumahku hanya seberang alas kayu Wangi. Aku mencari Kayu Bakar," Jawab Sulasna.
"O... Jadi rumahmu Kayu Wangi?'"
"Rumahku di tapal batas Alas Kayu Wangi, Kek. Sedang Kakek kenapa di sini dan siapa nama Kakek," tanya Sulasna.
"Tapal batas Alas Kayu Wangi?" gumam Kakek itu, seolah di tujukan pada dirinya sendiri.
"Iya, Kek," ucap Sulasna.
Melihat Kakek itu diam dan merasa tak memiliki urusan dengannya Sulasna mengambil kayu bakar yang telah di tumpuknya. Kayu kayu dari ranting dan dahan itu ia kumpulkan dan kemudian di ikatnya menjadi satu.
Melihat kelakuan Sulasna yang seolah tak peduli dengan siapapun, Kakek itu hanya tersenyum.
"Pasti, pasti ini Putra Nyi Selayar dari pernikahannya yang ke dua, dengan almarhum Pendekar Tongkat Kembar," batin Kakek tersebut. Ia terus mengamati Sulasna yang telah selesai mengikat kayu bakar tersebut.
Meski badan Sulasna tegap, tapi usianya masih lima belas tahun. Otot dan tulangnya memang kuat. Namun ia harus peteteran juga ketika mengangkat seikat kayu bakar yang besar dan berat, sedangkan kebiasaan kayu dengan ukuran tali tersebut adalah ukuran orang dewasa.
"Kreeek, Krek... Brugj!"
Sulasna yang memaksa mengangkat seikat kayu tersebut harus jatuh bersama kayu yang di panggilnya.
Melihat yang demikian Kakek itu hanya tersenyum. Sebab ia melihat tak ada yang membahayakan pada bocah itu.
"Acuhnya adalah sifat keturunan Selayar, Pendekar Jubah biru. Sedangkan nekatnya adalah kenekatan Si Blandong Pendekar Tongkat Kembar.," ujar batin lelaki tua tersebut.
Sejak dulu Selayar memiliki sifat acuh. Dari Keacuhannya itu menyebabkan dia di sebut orang yang angkuh. Padahal dalam diri dan jiwa Selayar memiliki sifat yang lembut luar biasa. Sedangkan Blandong suaminya memang sejak kecil dalam asuhan Ki Pasinggahan. Seorang Pertapa yang sudah menghilangkan sifat keduniaannya. Maka Si Blandong terbangun sifat yang welas asih pada siapa saja. Kesetiaan kawan dan suka membantu orang lain tertanam pada siswa Ki Pasinggahan. Sebetulnya Nyi Selayar juga putra murid Ki Pasinggahan, namun aslinya ia adalah asuhan dari Nyi Pandan Wangi. Seorang Pendekar Putri yang menghilang entah kemana setelah pernikahan muridnya Selayar dan Papak Paringan.
Menurut Selayar, Nyi Pandan Wangi ingin melanjutkan pertapaannya di balik air terjun Toya Marta. Hal ini telah lama diungkapkan pada saudara dan muridnya. Namun Selayar tidak memperbolehkan. Karena dia ingin dalam pernikahannya dengan Papak Paringan bisa di saksikan gurunya.
*****
Kembali Sulasna mencoba mengangkat Kayu Bakar dalam seikat tali yang ukuran besar. Sementara Kakek itu tetap mengamati dari tempatnya dengan senyum yang di tahannya. Tiba tiba wajah Kakek itu mengerut. Sebab Sulasna akan mengangkat dengan mengeluarkan Ajian Bandung.
"Aji Bandung," ujar Kakek dalam hati.
Mau tidak mau Kakek itu mendekat pada Sulasna. Sebab dia yakin Aji yang dipakai bocah itu belum begitu sempurna. Dan ia akan menguji anak dari Selayar. Tentu anak ini juga asuhan dari Ki Pasinggahan.
"Saat kayu mau diangkat dengan kekuatan Aji Bandung oleh Sulasna, tiba tiba, "diassssh." sebuah tendangan kuat bersarang pada tangannya.
Sulasna yang telah mengumpulkan tenaga Bandung terpaksa mundur satu langkah.
"Kenapa Kakek menendangku. Apa aku salah, Kek?" ujar Sulasna.
"Kau mau bawa kayu tersebut tanpa seijin aku," ujar Kakek itu dengan tetap memandang tajam pada Sulasna.
"Brak...."
Tanpa ada kode apapun Kakek itu menyerang Sulasna dengan tenaga dalamnya. untung tendangan tersebut tidak mengenai Sulasna tapi menyasar pada Kayu yang ada di sampingnya.
Melihat Kondisi yang tidak kompromi, Sulasna pun menyerang. Ia meloncat dan membalas tendangan pada Kakek. Tendangan Sulasna hanya di beri separoh tenaga. Kakek tua tidak menghindar justru tendangan itu seolah dibiarkan mengenai tubuhnya
"Diash....das," tendangan Sulasna bersarang pada tubuh Kakek tua. Secepat kilat Kakek tua tubuhnya berputar terkena tendangan Sulasna . Namun tiba tiba tubuh itu sudah berada di atas ikatan kayu bakar milik Sulasna. Mau tidak mau Sulasna dibuat melongo padahal yang tak di duga
"Hahaha ..haha, Bocah, kalau kau ingin kayu bakar ini, Dengan syarat kau bisa mengambilnya," ujar Kakek itu sambil tertawa terkekeh kekeh
Seperti di tantang Sulasna menyerang pada tubuh Kakek dengan pukulan dan tendangan. Tapi tanpa beringset dari tempatnya Kakek itu mampu menghindari serangan Sulasna.
"Siapa Kakek ini, dari hawanya dia tidak menandakan sebagai seorang berilmu tinggi, namun ternyata kecepatan jurusnya dalam menghindari serangan ku begitu cepat," ujar batin Sulasna.
Melihat Sulasna diam, Kakek tersebut duduk dengan santai pada ikatan kayu Sulasna.
"Anak muda segitu kok sudah capek, hehehehe," ejek Kakek pada Sulasna.
Mendengar ejekan yang demikian Sulasna bersiap menyerang. Kali ini ia akan menggunakan jurus Banyu Sewu dan Aji Banyu Sewu.
"Ajian Banyu Sewu di imbangi dengan jurus Banyu Sewu..." ujar batin Kakek yang rupanya mengenal pembukaan jurus jurus Sulasna.
"Hiaaaat," Sulasna menyerang dengan jurus Banyu Sewunya. Jurus jurus yang terbangun dengan indah dan berkekuatan. Namun kembali Kakek hanya menghindar dengan duduk dan kadang berdiri. Sesekali ia menyampingkan badannya ke kiri dan kekanan.
Kembali Sulasna harus mengatur nafasnya. Karena ia untuk menyerang lawannya mau tidak mau menguras tenaga dalam dan semua tendangan dan pukulannya harus, selalu mengenai lokasi kosong.
"Hehehehe, bagaimana anak muda .. hahahaha, payah lagi .. payah lagi!" ejek Kakek itu sambil duduk di kayu bakar Sulasna.
Melihat hal ini Sulasna menyadari, Kakek ini tidak mau menyerang. Tentu ada yang di mauinya.
"Sebetulnya siapa Kakek ini dan mau apa menemuiku?!" tanya Sulasna.
"Hahahaha.... hahaha .. Aku orang tua tak berguna... hahaha. Kalau mau tahu tujuanku, ya jelas ingin melihat Jurus Banyu Sewu yang tak berguna itu ... hahahahaha ..." Jawab Kakek.
Sulasna tercengang mendengar perkataan Si Kakek tersebut. Di la tahu jurus yang aku gunakan. Tentu dia Pendekar hebat yang tidak sembarangan
"Aji Bandung gak sempurna, Jurus Banyu Sewu gak berguna. Hahaha .. haha ...haha," ejek Kakek.
Kakek itu secepat kilat telah sampai di hadapan Sulasna. Sulasna tentu saja terkejut bukan main.
"Banyu Sewu itu akan sempurna bila kau menyerang lawan, tapi tidak ingin menciderainya. Namun bila kau ada niatan kecil, meski sebesar kerikil ingin menciderai lawan, tentu kesempurnaan tenaga akan musnah," tutur Kakek tersebut.
Sulasna memang telah di beri tahu hal itu oleh Kakek Gurunya.
"Penguasa Aji Banyu Sewu dengan kesempurnaanya hanya ada dua di dunia persilatan. Yaitu Kakek Gurumu Ki Pasinggahan dan adiknya yaitu Gurunya Simbokmu, Nyi Pandan Wangi," ujar Kakek itu.
Sulasna kembali terheran heran mendengar penuturan lelaki tua itu. Sebab Sulasna tidak pernah mendengar cerita siapa dan dari mana Kakek Gurunya.
"Keduanya Pendekar tapi bukan Pendekar. Keduanya Pertapa tapi Pendekar. Maka kami menyebutnya adalah Warok," tutur Kakek tua.
Kakek itu menepuk pundak Sulasna.
"Semoga kau mampu mewarisi watak bapakmu, watak Kakek Gurumu. Kau harus banyak berlatih bertarung. Tanpa kau berlatih bertarung, kapan kau tahu mengeluarkan jurus. Simbokmu Selayar, tidak pernah memakai jurus Banyu Sewu untuk menyerang lawan. Dia memakai jurus Banyu Sewu hanya untuk membendung lawan," ujar Kakek tua.
"Terima kasih atas nasehatnya, Kakek," ujar Sulasna.
"Kalau kau mau tahu aku, datang ke Alas Penjalin. Di balik sungai itu," ujar Kakek.
Sulasna hanya menganggukkan kepalanya sambil memandang arah sungai yang ditunjukkannya.
"Sampaikan salamku pada Kakek Gurumu dan Simbokmu. Simbokmu Pewaris tunggal dari Pandan Wangi. Kakek Gurumu adalah keturunan dari seorang Pertapa yang berbudi," ujar Kakek itu yang dalam sekejap menghilang di hadapan Sulasna.
Kembali Sulasna terheran heran melihat kemampuan Kakek itu.
"Sampaikan salamku pada Kakek Gurumu dan Simbokmu. Semoga semua panjang umur," ujar Kakek itu yang hanya tinggal suaranya bergema. Bertanda tenaga dalamnya begitu tinggi.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
anggita
ajian banyu sewu.. 🌊💨
2023-02-23
0
Kaje
Menarik sekali..
2023-02-12
0