Abid sampai di penginapan saat waktu Magrib hampir habis. Pria itu melupakan rasa kurang nyaman di tubuhnya, lalu segera menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim.
Setelah itu, dia bergegas meminum obat yang meredakan perasaan cemas dan takut ketika diajak Dinka ngebut. Obat yang diresepkan oleh dokternya itu memang selalu dibawanya kemanapun dia pergi. Meski tidak separah dulu, tapi tetap saja Abid ketakutan setengah mati tadi.
"Kurang ajar itu anak!" Abid mendengus mengingat kelakuan Dinka, yang sebenarnya merupakan salahnya sebagian besar. "Siapa suruh ngatain impoten! Belum tau aja dia kaya apa rasanya, mana baru dicium udah pingsan duluan! Suka banget ngeremehin orang."
Abid iseng meraba dada Dinka tadi, menempel seperti cicak di punggung Dinka agar wanita itu sesak dan risih. Berharap Dinka ingat kalau kemarin pernah dibuatnya pingsan. Setidaknya, Dinka berpikir dua kali untuk meremehkannya lagi.
"Mana sih, anak itu? Awas saja kalau dia sampai nanti!" Abid meletakan obat kembali ke tas kecil yang memang menjadi wadah khusus obat-obatan miliknya. Pria itu berdiri, membuka tirai jendela. "Perasaan tadi ngintil di belakang, deh? Kok belum sampai?"
Di lihatnya bagian depan penginapan yang masih sepi dari suara Dinka yang biasanya ribut itu. Pasti setelah ditinggal, anak itu ngomel panjang pendek, tapi di luar hanya angin dan rintik hujan yang bersuara.
"Ah, bodo lah!" Abid menutup kembali tirai dan menuju ranjang. "Mending tidur! Udah besar pasti bisa nemu jalan ke mari! Lagian ada Maps juga, kan?"
Abid baru merebah, namun dia bangkit kembali dengan mata melotot. Ponselnya berdering keras, terpampang nama mamanya di sana. "Masalah ini!"
Abid menjawabnya dengan gerakan cepat.
"Ya, Ma!"
"Dinka mana?"
"Em ... dia mandi." Abid menggigit bibir saking gugupnya. Ini kali pertama dia bohong pada sang Mama.
"Jam berapa ini? Kenapa baru mandi? Kamu belikan baju kan? Tasnya diumpetin anak kamu yang nakal itu!"
"I-ini baru pulang dari beli baju, Ma! Makanya baru mandi." Keringat Abid membanjir di kening dan seluruh badan. Mamanya memang mengerikan kalau marah.
"Nggak bohong, kan? Mama mau bukti! Kirim foto belanjaan Dinka! Mama nggak mau ya, kamu kongkalikong sama Bee buat kerjain Dinka!"
"Astaga, Mama! Kok mikirnya begitu? Aku nggak mungkin lah kaya gitu itu! Kaya anak kecil aja. Udah ya, aku mau makan sama Dinka. Laper ini!"
"Ya sudah, tapi kirimkan foto belanjaan Dinka! Mama tunggu sampai jam 9 malam! Kalau tidak, Mama akan hukum Bee dengan kejam!"
"Hah? Ma, ja—"
Tut-tut-tut ....
"Ish, Mama!" Abid menatap layar ponselnya dengan kesal.
Seperti biasa, Yang Mulia Ibu Penguasa Rumah itu mematikan panggilan lebih dulu. Abid menghela napas dibuatnya, lantas segera menggulir layar untuk menghubungi Dinka.
"The number you're calling is switch off, please—"
Abid mematikan panggilan begitu dia ingat kalau ponsel Dinka low bat. "Serius ini dia nggak tau jalan pulang? Masa nyasar sih, orang tempatnya strategis begini?"
Abid melihat keluar sekali lagi, lantas mengusap wajah dengan kasar. "Tuhanku!"
Abid menarik jaket dan dompet, lalu keluar untuk mencari ojek. "Yang bener aja, harus cari dia ujan-ujan begini?"
Abid menyeberang ke pangkalan ojek depan penginapan.
"Bli, bisa antar saya?"
"Ya, bisa. Kemana?"
"Ke deretan toko-toko itu, Bli!" Abid tentu tidak tahu namanya. Namun Bli itu mengangguk, lantas Abid melanjutkan.
"Bli, jalan pelan-pelan, ya! Saya lagi seseorang. Wanita pendek, bulat, pake kerudung—" Abid mengingat-ingat terakhir kali melihat istrinya. "peach. Kaya pink agak oren-oren gitu. Bajunya putih tapi nggak putih banget, celananya abu-abu—"
"Ada fotonya, tidak?" tanya Bli itu. Lebih mudah melihat visual melalui foto kan, daripada deskripsi begitu? Sapi warnanya putih juga, kan?
Abid berpikir sejenak lalu membuka galeri ponsel. "Ini, Bli!"
Bli itu mengerutkan kening saat melihat foto yang ditunjukkan oleh Abid. Dia menoleh, "Tidak ada yang foto biasa saja?" Yang benar saja, dia disodori foto pernikahan yang full make up. Bisa emang ngenalin orang pas mode pake topeng begitu? Apalagi itu tadi Korea look, yang lagi tren, jadi bisa saja dia burik, dan dibedaki jadi cantil kaya Park Sin Hye!
Abid menggeleng. "Tapi saya bisa mengenali istri saya, kok, Bli! Saya pasti bisa menemukan dia kalau ketemu!"
"Ya sudah! Bli cari sendiri saja, ini motornya Bli bawa sendiri!" ucap Bli Ojek kesal.
"Eh, jangan! Saya nggak bisa nyetir, Bli! Ayo, sok atuh jalan, Bli! Nanti istri saya kelamaan nungguin. Kasihan!" Abid terpaksa merendahkan harga dirinya demi mencari Dinka dan agar tidak dimarahi mamanya. Ah, sial memang.
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Mamath Kay
saya mampir ya mak
2023-11-11
2
Siti Ariani
kok sapi sih bandingannya 😂😂😂
2023-06-25
0
UTIEE
hatiku nyut.nyutan baca part ini. kasihan sama Dinka. tak berdaya dibuat olej suami dan anak angkat nya.
2023-05-20
1