Bee melipat kedua tangannya di dada melihat Papa dan Mama barunya pagi ini makan dengan tenang. Sejak pagi, Resti mengawasi Bee, bahkan makanan untuk Dinka baru dihidangkan setelah Dinka tiba.
Semua orang telah selesai makan, sisa Abid dan Dinka saja yang baru saja turun Yah, benar, keduanya bangun kesiangan. Jelas karena Dinka semalam pingsan dan setelah sadar, dia terus saja memejamkan mata. Dia malah berharap pingsan sampai pagi.
Semalam itu mengerikan. Momen terhoror yang pernah terjadi di hidupnya. Yah, semalam dia mengatur napas agar tidak terlalu cepat dan detak jantungnya tidak terlalu keras berdisko. Baru setelah Abid pulas, Dinka baru bisa bernapas lega.
"Gimana, nyenyak tidurnya?" Resti bertanya saat menyodorkan piring berisi salad sayur untuk Dinka. "Abid nggak ngorok, kan?"
Dinka sejak awal sudah pesimis pada sarapan yang di pilihkan mama mertuanya hari ini, dan benar. Astaga, apa itu? Nggak ada ya, soto ayam, nasi uduk, atau nasi goreng?
Namun, Dinka adalah orang yang paling bisa menghargai orang lain, jadi dia langsung menyendok salad sayur itu. Walau rasanya, iewww ... mentah. Dia berasa jadi embek.
Dinka menggeleng dengan mulut penuh, dia berusaha tersenyum, tetapi justru terlihat kalau dia ingin muntah.
Resti takjub. "Wah, luar biasa ya, Abid biasanya ngorok, tapi baru semalam tidur sama kamu, ngoroknya langsung ilang. Hebat, loh."
Dinka membeliak seraya memaksa makanan masuk ke lambungnya. Secepat kilat dia menatap Abid yang dengan santai makan salad mentah itu. Beneran si ganteng kulkas itu ngorok? Kok nggak denger?
"Ya, nggak denger lah, orang—mmh."
Dinka secepat kilat menutup mulut Abid. Dikunyahnya sayuran di mulutnya dengan cepat. Matanya melotot nyaris lepas dari rongganya, untuk memperingati mulut Abid yang lemes itu.
"Dia masih ngorok, Ma ... hanya aku biarkan saja. Aku udah biasa, di rumah semua juga banyak yang ngorok." Dinka berkilah dengan cepat, lalu memberi Abid tatapan penuh peringatan, sekali lagi agar tidak menimpali apapun ucapannya.
"Wah, kamu baik sekali, Sayang." Resti makin riang, apalagi melihat Dinka sudah begitu akrab dengan Abid. Ah, senangnya. "Nggak salah Mama setuju Abid nikah sama kamu. Kamu beneran anak yang baik."
Dinka langsung melepaskan tangan dari mulut Abid, kemudian tersenyum manis. "Saya tersanjung, Ma."
Abid mendengus seraya mengelap bibirnya. Melihat Dinka yang wajahnya dibuat sok imut itu, Abid ingin memakinya. Yang benar saja, dia menikah karena terpaksa. Dinka juga punya motif sendiri kan? Mama Resti pasti tahu, tapi masih saja dibanggakan. Cih! Baik apanya?
"Kalian berangkat jam berapa? Nanti biar diantar Papa." Resti menyikut suaminya yang sejak tadi menikmati sarapan dalam diam. Sejak awal, Papa Anton memang pesimis pada pernikahan anaknya dengan. Dinka, walau dia tidak menolak, tetapi dia berpikir realistis.
Olla saja kabur, padahal udah kenal bertahun-tahun sebelum memutuskan pacaran. Ini, hanya pengganti yang baru kenal seminggu lamanya, jadi mau tahan berapa lama? Selain masalah kejantanan, Abid juga bukan orang yang mudah. Ada tingkah Abid yang terkesan berlebihan, dan pasti wanita tidak akan nyaman.
Papa Anton menarik napas dan berusaha tersenyum. "Ya, nanti Papa antar."
"Nah, kan?" Resti tersenyum lebar, "ayo sekarang habiskan sarapan, dan siap-siap berangkat. Sudah berkemas, kan?"
Dinka mengangguk dan tersenyum membalas tatapan dingin Papa Anton. Nyali Dinka makin mengkeret. Sementara Abid tidak menanggapi.
Bee sejak tadi ingin muntah melihat keakraban Papa dan Mama Dinka. Ini tidak baik. Dia harus melakukan sesuatu. Wanita jelek itu tidak boleh menjadi mamanya.
"Wanita jelek itu harus aku kasih pelajaran. Uncle Papa nggak boleh jatuh ke tangan penyihir seperti dia." Bee membatin seraya terus mengunyah sarapannya.
Dinka sarapan dengan cepat, sebab tak ada satupun makanan di sana yang bisa dinikmati lama-lama. Semua porsi sedikit dan sama sekali tidak membuatnya kenyang. Huh, menyebalkan!
Dan pada dasarnya Dinka tidak suka sarapan western!
Keluarga Abid memang bersiap meninggalkan hotel hari ini. Sisa beberapa saja yang memang tinggal di luar kota sekalian jalan-jalan. Dinka bergegas memasukkan pakaian yang hanya ditaruh di sebuah tas kecil. Tak ada yang dia bawa atau persiapkan. Honeymoon sama sekali tidak terpikirkan olehnya. Bahkan dia meminta Jen untuk mengawasi petshopnya selama dia pergi.
"Nggak ada yang susulin kamu baju?" Abid melirik tas jinjing berukuran sedang yang dipegang Dinka. Bee dibelakang, mengekor seperti anak bebek yang takut kehilangan induknya.
Dinka melihat itu, tapi dia tidak berkata apa. Benar kata Abid, sebaiknya tidak usah cari perkara dengan Bee.
"Lah, aku nggak tau kita akan kemana, kan?"
"Honeymoon, Dinka."
"Ya, maksudnya kemana honeymoonnya? Kan aku nggak punya indra ke enam buat nerawang rencana bulan madu yang kamu dan Mbak Olla buat," jawab Dinka nyolot.
Abid menghela napas untuk mengais kesabaran yang tersisa. "Ke Bali—"
"Klasik." Dinka mencibir untuk meremehkan. Sekelas Dokter-Dokter couple, harusnya lebih jauh dan special. Eropa, kek ... Maldives, atau kaya Jen waktu itu honeymoon ke dua. Pasti keren. Ops, pasti Abid nggak mampu. Jen saja yang kaya raya masih pakai subsidi dari Kristal kok.
Abid melirik sebal Dinka. "Kaya udah keliling di sana seribu kali aja, kamu, Din."
Dinka menatap Abid kesal. Mendadak dia punya ide.
"Tapi mungkin sebaiknya, kita nggak usah kemana-mana. Lagian, aku nggak bisa ninggalin kerjaan dan hanya ke Bali doang, kan?" Dinka beralasan. "Kaya bukan honeymoon gitu, cuma ke Bali, dan kaya orang liburan biasa. Nggak berkesan."
Jelas karena Dinka takut jadi dia berdalih. Hanya dia dan keluarganya yang tahu, Dinka ke Bali baru sekali. Pas SMA.
Dia takut keracunan terong jumbo milik Dokter Abid.
"Oke, silakan kamu pikirkan cara bagaimana kita nggak jadi pergi ke sana! Aku tunggu di bawah," tantang Abid seraya mengambil koper miliknya. Rasakan kamu, Dinka! Menyepelekan orang, nanti kamu kena karma. Nggak akan aku biarkan kamu bisa batalin rencana ini!
Dinka membeliak. Apa-apaan ini? Jadi Abid nggak mau kerja sama?
"Mas, tapi—"
"Kamu yang punya ide, kamu yang eksekusi aksinya. Aku terima beres." Abid angkat tangan, lalu melambai. Dibawanya Bee yang terlihat puas.
"Lagian, kita diantar Papa ke bandara. Kalau kamu bisa lewati Papa, aku bakal tunduk di kaki kamu, Dinka." Abid menambahkan dengan seringai muncul di bibirnya. Puas hati Abid melihat Dinka kelabakan dan panik begitu. Jika sukses, Abid akan membuat hidup Dinka selama honeymoon ini tersiksa.
"Haish, sial!" Dinka mengacak jilbabnya frustrasi. "Nggak mungkin aku bisa ngibulin Papa mertua, kan? Harus jaga imej, walau di sana nanti bakal capek hindari serangan ganas Mas Abid."
Dinka duduk dengan wajah pasrah bercampur kesal. "Mungkin kalau benar kejadian, aku bisa meregang nyawa."
Bayangan benda itu melintas kembali.
"Haish!" Dinka menendang udara di depan kakinya. Tangannya mengacak jilbab hingga berantakan.
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
'Nchie
bee knp benci mama Dinka padahal kan baru kenal
2024-01-10
0
Yuyun Haryanto
knp dgn si bee yah. kok jd benci sama Dinka?
2023-05-25
1
irfah albeghyttu
dinka...dinka....wong kamu baru liat terong aja udah takut begitu,... coba rasakan sedikit aja,apalagi kalo terongnya dibalado,beuhhhh..
kamu pasti ketagihan🤭🤭🤭
2023-03-08
5