Katakan saja Dinka ini nasibnya sangat baik. Ketika keluar resto, dia melihat Abid berbicara dengan wanita cantik di dekat mobilnya.
"Apa itu mantan calon Abid?" Dinka memindai sekilas. "Pantas, model begitu pasti lebih suka pria yang mampu membuatnya mendesah-desah. Uang bukan masalah tampaknya."
Menilai dua orang itu serasi, jika saja Abid tidak loyo. Dinka tersenyum. Cemburu? Tidaklah, toh Dinka hanya memenuhi target hidup manusia kebanyakan. Hanya menikah. Hidup itu tidak perfect jika tidak punya pasangan. Padahal, Dinka selama ini tidak pernah merasakan apa hal darurat yang berbahaya jika tidak punya pasangan.
Lihatlah, dia hidup dengan baik sampai di usia 27 tahun. Tanpa pasangan. Aneh orang-orang itu.
Olla melihat Dinka—sejak tadi dia memang mengawasi dan niatnya memang untuk memberitahu Dinka soal Abid. Wanita itu berjalan cepat ke arah Dinka yang dengan cepat—tanpa ketahuan kalau sedang mengawasi mereka, memakai helm dan naik ke Scoopy kesayangannya ini.
"Mbak-mbak!" Dinka pura-pura tidak merasa kalau dirinya yang dipanggil. Matanya melirik spion tanpa takut ketahuan, sebab dia pura-pura memainkan ponsel.
"Olla, apaan, sih kamu?!" Abid terdengar mengejar dan menahan Olla. "Dia nggak ada urusan sama kita!"
"Ada! Aku mau serahkan cincin ini untuk wanita beruntung yang mau gantiin aku, Abid!" Terdengar provokatif dan merendahkan. Ya, memangnya kenapa? Andai ada orang yang tulus menerima kondisi Abid, kan, seharusnya bukan menjadi masalah. Cinta itu bukannya saling menerima keadaan? Baik dan buruk pasangan. Lagian, sekalipun kaya raya dengan harta tak terbatas, membatalkan pernikahan di detik akhir begini bukan hal yang etis. Untuk kebaikan semuanya.
Andai Dinka tak punya motif lain saat menerima Abid, Dinka pasti memaki wanita bernama Olla itu. Tetapi dalam hal ini, dia sama buruknya dengan Olla kan?
"Nggak usah! Aku masih mampu membeli cincin lain untuk calon istriku!" Abid menghalangi. Terlihat jelas dari spion Dinka betapa Abid sangat marah.
"Ck, aku pantang menerima pemberian dari orang yang udah aku tolak, Abid! Kita udah putus." Olla kukuh melepaskan tangan dari Abid. Di genggaman jari dengan nail art yang glossy itu, ada kotak cincin berwarna biru.
Haih, dasar wanita.
Olla mengambil langkah setengah berlari agar sampai lebih cepat ke hadapan Dinka.
"Turun sebentar, Mbak!" Olla dengan tidak peduli pada Abid yang mengecamnya, menarik tangan Dinka.
Dinka akhirnya turun tanpa melepas helm. Dia hanya menurunkan masker yang dipakainya.
"Kenapa sih, Mbak, ribut ditempat umum kaya gini?" Dinka sok bijak. "Malu dilihat orang."
Ya, jelas sekali banyak yang memperhatikan melihat ramainya tempat ini.
Ketika berhadapan, Olla dan Dinka terlihat begitu berjarak tingginya. Yah, Olla 170 dengan tambahan hak sepatu 10 senti, sementara Dinka hanya 160 dengan sepatu flat unyu yang membuatnya terlihat mungil.
"Nih, cincin pertunangan yang diberi Abid ke aku." Olla menyerahkan cincin itu ke Dinka yang langsung dibuka begitu saja oleh Dinka. "Boleh kamu jual, buat beli outfit nanti. Aku baru memakainya sebulan."
Dinka menatap Olla, "Oke! Makasih, ya!"
Olla menaikkan alisnya. "Serius kamu mau gantiin aku?"
"Olla, please deh!" Abid terdengar jengah. Namun, Olla malah bersedekap. Sepertinya dia mulai goyah melihat Dinka yang entah mengapa rasanya tahu sesuatu dibalik penolakan yang dilakukannya.
"Kenapa tidak?" Dinka mengendik acuh. "Hidup itu pilihan, kan? Dan aku pilih jadi penggantimu dengan bangga."
"Kamu pasti nyesel nanti!" Olla mencoba menakut-nakuti. Aneh kan, ada wanita yang mau nikah sama pria impoten?
"Mbak yang akan nyesel nanti." Dinka dengan keyakinannya menjawab. Bagi Olla, Abid ini buruk, tapi bagi Dinka adalah baik. Musibah untuk Olla, berkah untuk Dinka.
Olla tertawa meremehkan. Matanya melirik Abid yang sejak tadi diam menahan kesal bercampur malu. "Bid, Kamu kasih apa otaknya, kok, bisa dia nerima keadaanmu? Kamu bayar berapa dia?"
"Mas kawin ke Embak berapa memangnya? Nanti aku mau nambah di luar mas kawin yang disebutkan di akad! Itu bayaran saya sebagai istri Mas Abid." Dinka menyela, menatap Olla yang langsung mengatupkan bibir mendengar ucapannya.
"Pulang, Mas!" Dinka mengalihkan perhatian ke Abid yang syok mendengar semua penuturan Dinka. "Di sini nggak baik buat kesehatan kamu."
Apa maksud wanita itu?
Baik Abid dan Olla bingung, tetapi Abid setuju. Dia sudah terlalu lelah menghadapi Olla yang banyak ulah hari ini.
Dinka meninggalkan kedua orang itu lalu memacu motor meninggalkan halaman resto. Dia akan menyimpan cincin dari Olla, mungkin nanti akan dimuseumkan sebagai benda bersejarah. Dia tidak peduli pada dua manusia itu. Terserahlah mau bertengkar atau berkelahi.
Olla berlari mengejar Abid. Dia harus memastikan. Takutnya, dia salah dengar.
"Abid!"
Pria itu berhenti. Tanpa menoleh.
Olla mengambil posisi di depan Abid.
"Aku kaget pas Tante Resti bilang, kamu mau ketemu calon istri kamu!" Sedikit merengek, Olla mengatakan itu. Pikirnya, siapa yang mau menerima Abid kan?
"Kamu nggak kasihan sama dia?"
"Kasihan untuk hal apa, Olla?" Abid kesal. Olla ini bagaimana? Dia memohon selama seminggu sebelum Olla dan Mamanya ke rumah untuk membatalkan pernikahan. Abid sabar selama itu, tapi Olla kukuh. Kenapa sekarang bertingkah begini?
"Kebahagiaan wanita itu." Olla berusaha untuk tidak berdecak.
Abid bukan main kesal pada Olla yang ikut campur padahal urusan mereka telah selesai. "Olla—dengar! Dari dulu kamu bilang kalau kamu wanita paling bahagia saat bersamaku! Aku beri apa yang kamu minta, semuanya, Olla! Jadi bahagia apa yang masih kamu ragukan dari aku?"
Olla menelan ludah. Bagaimana dia menjelaskan mengenai hal ilegal yang dia korek dari beberapa orang di masa lalu Abid? Bahkan untuk masalah impotensi itu, Abid masih harus menjalani terapi dan pengobatan.
"Aku—"
"Aku udah cukup banyak memohon dan merengek seperti orang yang nggak ada harganya di mata kamu, Olla! Kamu ingat betapa kejam kamu mendatangi keluargaku untuk menoreh luka dan menjatuhkan harga diri kami? Olla, jika hanya aku, kamu boleh semena-mena, tapi keluargaku tidak boleh kamu lukai sampai begini!"
"Abid, Bee dan Honey bukan anak kandung kamu, kan? Bukan anak saudara kamu seperti apa kata kamu, kan? Dia anak dari orang yang kamu tabrak di hari kecelakaan itu, kan? Selama menikah dengan almarhum Nara, kamu nggak punya anak, dan—"
Abid geram. "Iya, mereka bukan anak aku! Tapi aku mengasuh mereka atas nama kemanusiaan. Di jalan, siapa saja bisa jadi saudara, bisa jadi musuh. Mereka kehilangan orang tua, aku kehilangan istri. Jadi kami saling mengasihi, agar luka atas kehilangan orang yang kami sayangi bisa sembuh. Kamu tidak tahu bagian itu, karena kamu egois, Olla! Kamu hanya memikirkan diri kamu sendiri."
Abid berlalu setelah berkata sebanyak dan semenyakitkan itu. Dia sangat marah. Pada Olla dan ketidakdewasaannya. Tidak peduli pada Olla yang terpaku menahan sesak.
Olla tahu dengan jelas kalau Abid sebaik dan setulus itu orangnya. Jadi, apa dia salah menggunakan impotensi sebagai alasan? Di dunia, yang dicari kan kebahagiaan lahir batin. Dia tidak kekurangan kebahagiaan lahir. Batinnya juga butuh dipenuhi kebutuhannya. Hidup dengan pasangan itu seumur hidup, jadi selama itu, mereka akan melakukan apa jika malam yang dingin menyergap? Dan kesepian melanda?
Main egrang?
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Rull
yaa kalau duda tampa ank ini ok😁
2023-08-24
2
Bilal Muammar
ya...drpd g ngapa2in mending main egrang deh olla....😜
2023-06-02
0
⏳⃟⃝㉉❤️⃟Wᵃfᴹᵉᶦᵈᵃ☠ᵏᵋᶜᶟ 🌍ɢ⃟꙰Ⓜ️
hahahha main egrang boleh juga tuh,atau main terong teringan😁
2023-06-01
0