Sudah jam sepuluh malam, dan Abid terpaku menatap layar ponsel dengan nama sang Mama terpampang.
"Masa boong lagi?" Abid bergumam. Dia duduk di emperan toko dekat mini market. Dia adalah pria paling jujur di dunia. Pahit sekalipun, akan dia katakan. Dia tidak suka jika harus mengarang cerita demi sebuah kebohongan. Abid bukan pria yang pandai untuk urusan itu. Tapi lagi-lagi, Dinka yang memecahkan rekor kejujuran yang dia pegang seumur hidupnya.
"Asem bener itu bocah! Kacauin hidup orang semau udèlnya sendiri!" Abid mendesah frustrasi, lantas menjawab panggilan seraya menarik rambutnya kuat-kuat.
"Bee Mama hukum tidur di gudang sampai pagi!"
"Ma ... kok gitu, sih?! Masalah Dinka udah aku atasi, kok ... dan hanya foto doang, kok Mama sampai tega hukum Bee!" Sumpah, Abid sangat kesal. Mana Dinka juga belum kelihatan ujung hidungnya lagi. Padahal dia sudah memutari kota sampai ke jalan paling nggak mungkin dilewati Dinka dari toko tadi.
Namun masih nihil, mana gerimis berubah jadi hujan pula. Dingin dan yah, celananya pendek.
"Ya emang ini salah anak kamu, Bid! Salah kamu yang keterlaluan memanjakan Bee! Dan jangan bilang cuma soal foto, ya ... pokoknya yang ada kaitannya dengan Dinka, terlebih Dinka diusik, Mama yang akan belain pertama kali! Bee atau kamu sekalipun!"
"Ma ...." Abid untuk pertama kali berdecak di depan mamanya. "Kami baru beli pakaian sedikit, Dinka tadi mabok di pesawat, dan dia tidur itu di kamar. Aku aja nggak berani ganggu, apalagi kalau mau masuk. Ini aku lagi beliin dia buah dan cemilan, siapa tau dia mau nanti."
Dari mana asal kelancaran dusta pria lurus ini? Abid lancar membohongi Mamanya. Astaga ... Dinka awas kamu, ya! Kamu menodai prestasiku! Batin Abid menggeram terus-terusan.
Di seberang terdengar suara pekikian yang nyaring. "Apa Bid? Dinka mabuk udara? Kamu kok nggak bilang? Kamu periksa enggak? Apa dia masih pusing? Masih mual? Badannya panas nggak? Ya Allah, pasti dia kelelahan, pasti dia kurang tidur, harusnya Mama larang kalian pergi hari ini—"
Abid tidak bisa berkata-kata selain nyebut dalam hati. Ini dijawab yang mana dulu, sih? Astaga!
"Bid, kok diem? Kamu bohongi Mama, ya?"
"Ma ... Abid bingung mau jawab yang mana! Pokoknya ceritanya gitu, dan aku lagi nunggu Dinka bangun! Udah, ya, Abid pusing!"
Andai saja dia bukan mamanya, pasti sudah dia sembur pakai air dari mulut Mbah Dukun-nya Alam. Dia mematikan panggilan walau suara nyaring Mamanya masih terdengar.
Abid menarik napas. "Bocah tengik, kamu dimana sih?"
Hujan sedikit reda, Abid menatap langit yang hitam penuh kilatan guruh.
"Bli, ayo lanjut lagi ...." Abid menoleh ke arah pria yang barusan menyeruput kopi. Ya, Abid tekor berlipat-lipat karena keisengannya sendiri. Sungguh dia kesal, alih-alih menyesal. Bukannya girang berhasil kerjain orang, malah dapat kesialan bertubi-tubi.
"Bli, istrinya Bli mungkin sudah menginap di hotel atau penginapan. Mending nggak usalah dicari lagi." Bli Ojek menyarankan.
Dan karena hal itu, Abid jadi mendelik.
"Maaf, Bli!" lanjut Bli itu seraya berdiri. "Saya mengatakan ini bukan tanpa sebab, kalau memang ada hal yang tidak diinginkan terjadi, pasti WA saya udah ramai dari tadi."
Abid tercengang. Dia malah nggak berpikir sampai terjadi sesuatu sama Dinka. Masih sejauh mengkhawatirkan Bee jika sampai dihukum sang Mama, dan mencari Dinka ini hanya demi mengambil foto gadis itu lalu dikirimkan ke mamanya. Just it! Tidak lebih.
Bli Ojek salah tangkap. Mulut Abid terbuka, berniat menjelaskan tujuan pencarian istrinya, tetapi Abid mendadak merasa khawatir dan merinding hingga ke punggung.
"Tidak diinginkan gimana, Bli?" Abid mendekat. Otaknya kacau. Apa Dinka akan mati jika tidak ditemukan? Dinka diculik? Dinka di potong-potong lalu dibuang ke beberapa tempat sampai tidak ditemukan?
Haish! Abid mendadak parno. Waspada ketika menatap pria yang ada di depannya itu. Yaa Allah, jangan sampai Dinka begitu. Biar kaya gimana, Dinka adalah istrinya. Lebih lagi, kalau sampai Dinka mati, gadis itu belum merasakan nikmatnya menikah dengan pria setampan dirinya.
Bli Ojek menarik napas lalu memakai helm nya kembali. "Yah, namanya manusia, Bli ... bisa aja kecelakaan, atau kelaparan karena tidak ada uang!"
Bli tersebut mengendik acuh tak acuh.
"Hah?!" Abid menatap kesal kang ojek ajaib itu. "Itu saja, Bli?"
Bli itu mengangguk. "di sini bisa apa emangnya, Bli, penjahat susah kabur kalau abis beraksi. Ditambah di sini itu semua saling menjaga, Bli ... jadi penjahat tidak punya kesempatan menjalankan aksinya."
Kirain ....
Abid lega, lantas dia naik ke motor. "Ayo Bli! Istri saya belum makan dari tadi pagi, pasti dia kelaparan. Entah dia pegang uang tunai atau enggak."
Bli Ojek menarik napas. Dia enggan sebenarnya.
"Nanti saya tambahin ongkosnya. Saya cukup kaya kok, Bli! Jangan khawatir." Abid tersenyum seraya menepuk kantong celananya.
Bli tersebut naik ke motor tanpa banyak bicara lagi. "Gaslah!"
Abid tersenyum. Yah, sudahlah. Pokoknya bocah itu segera ditemukan. Dia hanya takut Dinka kelaparan dan mungkin juga kedinginan, atau kehabisan bensin.
***
"Aku disini ... kau ada disana."
"Membentang luas samudra biru, memisahkan kita."
Suaranya fals sekali, padahal jelas Kabari Aku itu tidak secempreng ini walau nada rock nya sangat kental. Tapi dia senang dan terus terkekeh saat melanjutkan nyanyiannya.
Tangannya meraih apel dan menggigitnya dengan suara berisik. "Astaga, perutku begah saking kekenyangan!"
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Daniah Andini
tak pikir2 kok per bab nya isinya dikit ya,,😑. hahaha maap ya kak Miss, aku potres/Tongue/
2024-10-29
0
Ayachi
si Abid gada perasaan banget sih, gimana pun itu istrinya dan smua ini kelakuan anaknya, tpi masih nyalahin Dinka, pdahal Dinka lgi hilang, jahat banget ish
2024-07-28
0
'Nchie
🤣🤣🤣
2024-01-10
0