Lupakan pesan makanan atau bahkan minuman. Dinka syok luar biasa saat melihat Abid duduk seperti menguasai meja. Pria itu, berjauhan saja seperti menghabiskan stok udara, lah sekarang ... duduk berhadapan di meja resto yang menjadi terlihat kecil di bawah lengan Abid, membuat paru-paru Dinka mengkeret.
"Jadi kamu mau gantiin posisi pengantin wanitaku karena nggak mau mama kamu rugi?" Abid sejak tadi diam. Memperhatikan Dinka yang juga sama diamnya dengannya. Motivasi Dinka terlalu sederhana mengingat mereka bukan orang baru di dunia batal membatalkan orderan. It's a simple problem.
Biasanya pengusaha di bidang itu sudah melakukan antisipasi yang cukup baik untuk menghadapi customer macam mamanya. Benar kan?
"Berapa juta, sih?" Abid memilih untuk mengganti rugi dalam bentuk uang saja, dari pada harus mengganti mempelai. Ini masalah serius, dan Dinka dianggapnya terlalu menganggap bercanda urusan seserius pembatalan pernikahan di H-7.
Dia tidak mau pusing berhadapan dengan orang baru. Genolla saja sudah satu tahun dekat, tetapi akhirnya memutuskan pergi dengan alasan adanya Bee dan Honey. Sejak awal, Olla tahu kalau dia menjadi induk dari dua bocil itu kan? Jadi kenapa di awal jenjang baru yang akan dipijak ini, Olla justru membatalkan.
Dia sudah cukup lelah membujuk, memohon, dan mengalah pada wanita 30 tahun itu, tetapi Olla kukuh pada putusannya. Pernikahan batal, gaun pengantin sudah di tahap finishing juga mandeg pengerjaannya. Jangan bahas soal gedung, catering, dekor, dan segala persiapan yang sudah separuh jalan dikerjakan. Semua dibatalkan pada H-10.
Kurang sial dan memusingkan bagaimana lagi kisah hidupnya?
Selain itu, pikirkan bagaimana kagetnya tamu undangan melihat mempelai wanitanya berbeda dengan yang ada di standing foto depan. Kan nggak lucu jika suara bisik-bisik di balik tangan sampai ke telinganya? Apa pengganti ini harus dibungkus karung, biar nggak kelihatan?
"No-no!" Dinka mengibaskan kedua tangannya di depan Abid dengan kesungguhan yang nyata. "Ini bukan soal uang, tapi saya tertarik pada kisah anda. Apa itu bukan kutukan? Dua kali gagal di detik-detik akhir jelang pernikahan itu bukan hal yang lazim, kecuali kamu sangat jelek dan miskin. Tapi kamu tidak di kedua kategori itu. Kamu tampan, kaya dan mentereng. Hanya wanita gila yang masih kurang dengan penampilanmu dan kemampuanmu ini."
Dinka menilai Abid dengan sebelah mata memicing. Maksud Dinka adalah im-po-ten. Tapi andai Dinka jujur, pasti Abid tersinggung. Dia pernah dengar, orang dengan masalah disfungsi vitalitas, biasanya sensitif dan mudah marah. Fix, semua itu cocok dengan apa yang dilihatnya sejak pertama bertemu dulu.
Abid menaikkan alisnya. "Jelaskan!"
"Ya, semacam kutukan yang harus dipatahkan oleh orang tulus sejenis saya." Dinka berdehem. "Saya orang paling bisa menerima keadaan, susah dan senang, baik buruk pasangan. Yang saya mau, kita hidup tenang, tanpa pusing soal beberapa hal yang mainstream."
"Biasanya, produk yang kurang baik, mengemas diri dengan teknik marketing yang bagus dan menarik." Abid menyindir. Menyamakan seolah Dinka adalah produk nyaris kadaluarsa, yang dipajang dengan label diskon 75%. "Biar ada yang beli. Maklum, yang flash sale jauh lebih menarik dari yang dipajang di etalase."
"Anda harus melihat diri anda sendiri ketika mengatakan hal itu pada saya, yang jelas-jelas sempurna." Dinka boleh sok lah ya. Dia mens teratur setiap bulan, pernah tes ovulasi dan dia subur. Sehat jasmani dan rohani, hanya dia takut hamil. Kadang otaknya geser sedikit, tapi bisa kembali normal. Wajarlah manusia.
Sementara si mulut tajam kaku galak dan sombong itu apa? Badan boleh Ade Ray, tapi senjata? Karet ketapel ... apaan? Lemes! Terong overcook!
Tatapan Dinka membuat Abid peka kalau ada yang tidak beres dengan pikiran wanita itu terhadapnya. Dirinya kenapa memangnya? Jelas berkualitas dari segi manapun.
"Jadi, sekalipun aku jelek, nggak akan membuat keputusan kamu berubah?" Abid memutuskan. "Tapi aku nggak suka wanita yang bersuami, bagaiamana?"
"Oh!" cetus Dinka keras-keras seraya menepuk meja. "Soal itu? Jadi bagaimana saya mengatakannya ya, tapi ... itu bukan hal penting, sih. Yang pasti, anda akan menyesal jika percaya pada apa yang anda lihat."
"Dia bukan anak kamu?!" Abid mengacu pada Ace.
"Aku menganggapnya anakku sendiri." Dinka menggelengkan kepala. "Yang jelas, dengan aku mengajukan diri sebagai mempelai penggantimu, aku memastikan aku tidak dalam hubungan dengan siapapun."
"We make a big deal, you know?!" Abid kembali menakut-nakuti. "Kamu nggak bisa mundur lagi, setelah ini!"
"Oke, tapi aku minta kita buat perjanjian." Dinka mengajukan.
"Apa?"
"Kamu punya anak, aku nggak keberatan. Tapi tolong jangan larang aku untuk bersama Ace dan Jena. Mereka butuh aku banget."
Siapapun itu, Abid tidak peduli. Dia hanya ingin tahu, sejauh apa keberanian wanita ini.
"Ok! Tapi aku mau, meski kita baru kenal, tidak ada penolakan untuk se ks!" Abid mengulurkan tangan untuk membuat kesepakatan.
Dinka menutup mulut menahan tertawa. Ya Allah, terong overcook ini menawarkan sesuatu yang berat untuk dirinya sendiri. Tapi okelah, kalau dia bisa mengembalikan fungsi organ itu, Dinka mau selama tidak membuatnya hamil. Ya elah, Tuhanku ... itu butuh usaha banget.
"No babies anymore!" Dinka menjabat tangan Abid erat. Jangan pikir dia akan mundur hanya karena ucapan bak kaleng kerupuk kosong yang ditabuh nyaring itu ya! Dia sudah tahu semuanya soal Abid. Impo ten sudah pasti sesuatu yang susah disembuhkan. "Kamu udah punya dua. Aku akan anggap mereka anak sendiri."
Dia ingat lebah dan madu kemarin. Ini kah Bapak lebah itu? Mungkinkah dia jadi ratu lebah yang dipuja? Tapi artinya, ratu lebah harus ... bertelur kan?
No-no!
"Jangan keluarkan di dalam! Aku tidak mau hamil! Untuk alasan apapun!" Dia tanpa sadar berkata seolah dia tahu milik Abid akan bisa berdiri suatu saat nanti.
Kening Abid mengerut. Ada yang tidak beres dengan otak wanita ini! Tapi apa?
"Oke ...!" Abid melepas tangannya dari tangan halus Dinka. "Kita perlu menulisnya!"
"Aku VN aja, dan kirim ke nomor kamu!" Dinka mengeluarkan ponsel lalu membiarkan Abid menscan barcode WA-nya.
"Aku ke kamar mandi dulu!" Dinka berlari begitu saja tanpa persetujuan Abid. Kemudian merekam suaranya begitu sampai di dalam bilik toilet, dan mengirimkan ke Abid. Setelahnya, Dinka membasuh mukanya agar tidak terlalu tegang.
"Dinka, kamu pasti bisa! Dokter kulkas dua pintu itu pasti hanya main-main melihat bagaimana ibunya sangat tertekan dengan kondisi fisiknya." Dinka bergumam sembari terus membasuh wajah.
Setelah dirasa cukup, Dinka keluar untuk menemui Abid kembali.
Namun ternyata, Abid Sudah berdiri untuk pergi. Ada urusan mendesak yang harus diselesaikan.
"Aku Abid!" Pria itu mengulurkan tangan untuk dua hal, pisah dan berkenalan. Mereka sibuk berdebat jadi lupa menanyakan nama.
Dinka melongo, sedikit tidak percaya. Pria ini serius menerima syarat di VN tadi?
"Aku udah tau nama kamu, hanya nggak nyangka kalau orangnya kamu!"
What?! Kenapa dengan tatapan Abid yang sekilas nampak sedang mengejeknya? Seburuk itukah dia?
Tapi, Abid keburu pergi dengan sebelah bibir yang terangkat itu. Astaga.
"Apaan coba maksudnya?"
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Juwita Handini Effendi
kalau dinka nahan tawa, aku malah ketawa terong overcook🤣🤣🤣
2024-02-10
2
ireneeee_
lmao kalau impotent juga kenapa sih? ga paham sama orang2 yang seperti ga bisa menerima wkwk. yang impotent juga manusia, ya kalau ga bisa punya anak sendiri kan banyak anak angkat
2023-08-09
1
⏳⃟⃝㉉❤️⃟Wᵃfᴹᵉᶦᵈᵃ☠ᵏᵋᶜᶟ 🌍ɢ⃟꙰Ⓜ️
astaghfirullah kamu ngomong apa Din🤣🤣
2023-06-01
0