"Mas ... ini pasti ulah Bee!" ucap Dinka saat melihat keadaan dirinya yang mengenaskan. Dinka terpaksa memakai kemeja Abid yang kebesaran dan jadi tunik pas dipakainya. Sampai ke lutut dan lengannya digulung setengah. Ini orang apa raksasa, bajunya segede ini?
Dinka mengatakan itu saat mereka tiba di sebuah penginapan di Ubud. Abid sejak tadi sibuk dengan ponselnya, seperti tidak mendengarkan ucapannya.
"Aku ingat narik keluar, hanya belum aku turunkan saja." Dinka mencoba mengingat-ingat, tapi gagal. Ya, dia lemah soal mengingat, tapi bukan berarti teledor. Jelas dia harus mengurus segala sesuatu tentang petshopnya. Bagaimanapun, usahanya tidak boleh lumpuh dan hancur hanya karena menuruti apa mau keluarga Abid.
"Jadi kamu wajib belikan aku baju! Nggak mungkin aku pakai baju kebesaran ini terus kan?" Dinka masih setia memandang punggung lebar Abid.
"Mas Abid, tolonglah!" Dinka tidak tahan lagi, akhirnya menepuk pundak Abid. Sedikit keras, hingga ponsel Abid nyaris jatuh.
Abid berdecak seraya menoleh. "Kamu ada M-banking, kan? Beli lewat aplikasi kan bisa?"
"Hape aku lowbat, Mas—nih!" Dinka menunjukkan ponsel di depan wajah Abid sebagai bukti kalau dia tidak bohong. Lagian, dia anti merengek kalau memang tidak terpaksa. "Kita ke toko baju dekat-dekat sini, nanti aku ganti, suer!
Sungguh, Dinka lupa kalau saat di pesawat mereka ribut dan hatinya sakit karena ucapan Abid. Tapi ini soal urgent yang nggak ada hubungannya dengan kekesalannya tadi. Ada yang lebih darurat, yaitu mukena. Astaga ... dia tidak bisa terus-terusan pinjam di mushala, kan?
Abid melirik wajah Dinka yang sangat memprihatinkan. Pasti anak itu tidak punya baju sampai ke bagian dalamnya. Abid jadi tidak tega, walau dia sempat merasa Dinka sangat seksi memakai bajunya.
"Mas ...."
"Bisa naik motor?" Abid bertanya. Sungguh, dia tidak mau terlihat kejam pada Dinka, hanya dia punya ketakutan tersendiri jika mengemudi. Abid masih sangat takut memegang setir kemudi. Motor sekalipun. Sejak tadi dia mencari rental mobil yang sekaligus menyediakan driver, tetapi tidak ada yang bisa.
Abid mencari rental mobil bukan tanpa sebab. Dinka benar, dia sudah baik hati menyelamatkan mukanya, jadi dia akan membuat acara liburan berkedok honeymoon ini menarik bagi Dinka. Ya, dia dan Olla memang berencana honeymoon ala backpacker dan penuh kesederhanaan. Tapi itu Olla, dan yang bersamanya adalah Dinka.
Benar, ini Dinka. Wanita yang menirukan gaya bicaranya dulu. Wanita yang aneh, dan menyebalkan. Walau Abid akui, Dinka manis saat tersenyum.
"Ya elah, Mas. Bisalah!" Dinka ini bisa semua hal, hanya hamil dan punya anak yang tidak mau, bukan tidak bisa.
"Aku kasih uang, kamu beli sendiri, ya!"
"Hah?!"
"Atau kamu mau beli lewat aplikasi saja?" Abid memberi pilihan lain yang mustahil.
"Yakin Mas nyuruh aku beli sendiri?" Dinka menelisik, menyusuri wajah Abid hingga ke lipatan kecil kulit wajahnya. "Jangan bilang, Mas mau kasih uang aku kaya acara uang kaget?"
Tangan pria itu menarik dompet. Mengambil kartu debit premium miliknya. "Pinnya 19931985." Kartu platinum keluaran sebuah bank itu terulur. "Sepuluh juta cukup?!"
Mata Dinka membeliak hijau, saat hendak menerima kartu paling berkelas itu. "Boleh dihabiskan?"
"Pakailah! Limit transfer sesama 100 juta! Ambil saja!" Abid menjatuhkan kartu tersebut. "Atau mau credit card?!"
Dia mendadak curiga. Dia menarik pandangan dari kartu tersebut ke wajah Abid. "Ih, entar ada syarat lagi?"
Abid tersenyum, seraya menaik turunkan alisnya. "Syaratnya gampang, kok, kalaupun ada."
Seketika Dinka melepaskan kartu itu. "Gak jadi! Mending aku pakai baju ini saja!"
Abid terkekeh, lalu menyeret tangan Dinka keluar penginapan sederhana ini.
"Mas mau kemana? Aku nggak jadi beli baju! Udah pakai ini aja! Aku nyaman kok—Mas!" Dinka sampai menepuk keras tangan Abid yang menyeret tangannya, agar Abid melepaskannya.
"Pakai baju aku juga ada syaratnya, Dinka!" Abid berhenti untuk memeriksa sekeliling. Biasanya ada banyak sewa motor di sekitar sini dengan biaya terjangkau. Setelah dapat, Abid berbalik dan mengerling Dinka dengan nakal. "Kamu seksi pakai baju itu, aku jadi hor—"
"Oke!" Dinka mengedipkan mata berulang kali sambil memikirkan jalan keluar. Semua salah jadinya. Ini karena mabuk sialan itu sebabnya, dan bocah tengik kurang ajar itu biang keroknya. "Aku pergi sendiri!"
Abid terkekeh lagi, lalu menarik tangan Dinka menuju deretan motor yang ada di seberang sana. "Sendiri atau sama-sama, udah gak ada bedanya lagi, Din."
Dinka mendesah kesal. "Kok gitu? Mas pasti sengaja—"
"Iya ...!" Abid menukas seraya memutar badannya. Menatap Dinka yang cemberut membuat hatinya senang. "Sebab mau pakai cara apapun kamu mau pergi, nggak akan aku beri jalan. Kamu udah stuck sama aku!"
Pria itu untuk pertama kalinya menyeringai. Seringainya jahat dan menyeramkan.
Dinka hanya bisa mengerut pasrah. "Tapi Mas—"
Abid berbalik dengan tidak peduli pada apapun yang Dinka katakan. Dia memilih bernegosiasi dengan pemilik motor dan membayarnya sesuai berapa lama dia menyewa.
"Nih, kamu yang bawa!" Abid melemparkan kunci motor ke arah Dinka, yang gagal ditangkap oleh wanita itu. "Aku dibonceng sama kamu."
Hah? Apa-apaan itu?
"Mana ada yang begitu, Mas?!" Dinka kesal. "Biasanya laki yang bonceng, kan?"
"Aku nggak mau mati dua kali dan aku nggak mau kamu kenapa-napa karena aku!" ujar Abid serius.
Kening Dinka langsung mengerut melihat ekspresi serius Abid. Seperti ada yang tidak diketahuinya soal Abid ini selain pelit, terongnya lemes, dan sikapnya yang galak.
Abid tersenyum kecil seraya duduk di motor matic hitam itu. Tangannya menepuk jok. "Ayo, buruan! Lihat kamu seksi begini, bikin aku horn—"
"Bisa nggak jangan ngomong itu terus?!" Dinka melotot penuh peringatan seraya berjalan cepat ke motor. Abid terkekeh, dan ketika Dinka duduk di depannya, Abid langsung memeluk pinggang Dinka dan menjatuhkan dagu di pundak Dinka.
"Bawa Mas bersamamu, Sayang!"
Dinka menoleh dan menampar kening Abid. "Sekali lagi bilang begitu—"
"Nanti malam kita bercinta!"
"Mas!"
"Iya, dua ronde!"
Dinka merengut kesal. "Mas impoten, mana bisa bercinta!"
Abid mendelik tidak terima dikatain impoten. Yang benar saja! Siapa yang bilang begitu?
"Ck, udah! Jangan sok jagoan kalau nggak bisa berdiri. Sadar diri itu penting, Mas. Tapi tenang, walau kamu begitu, aku terima kamu apa adanya kok." Dinka terkekeh melihat ekspresi Abid yang syok berat itu. Lantas dia memakai helm dan melajukan motornya.
"Pegangan Mas, kita ngebut!" Dinka menyeringai kali ini. Hatinya lega bisa membalas Abid hingga pria itu ketakutan dan pucat.
Abid kembali berpegangan. Tapi ekspresinya masih tegang. Siapa yang bilang dia impoten?
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Daniah Andini
seru banget, ngikik2 nga berhenti.
eh ini aku telat bacanya kali ya, aplikasi birunya lama ku uninstall, baru ini kupasang lagi dan langsung cari kak misshel, tapi jadi suka sih ngga harus nunggu update an, bisa langsung maraton
2024-10-29
0
Ainin Mu
seru bgt sumpah
2024-06-22
0
'Nchie
buktikan Abid biar mingkem tuh Dinka 🤣🤣🤣
2024-01-10
0