Ketika Dinka selesai berbelanja baju, Abid masih duduk lemas di kursi yang ia mintakan pada pegawai toko. Tak lupa, Dinka meminta air putih agar Abid sedikit lega.
Dinka tertawa dengan tas belanjaan di tangan kanan dan kirinya. Dia memutar badan saat sudah memakai outfit kesukaannya. Celana longgar dan atasan kebesaran, menelan tubuhnya yang kecil adalah kesukaan Dinka.
"Ya elah, Mas! Naik motor loh, kok ya mabok!" Dinka sekali lagi tertawa, tetapi tangannya mengusap kening Abid yang lembab karena keringat. Wajahnya sudah tidak terlihat pucat, tapi dia masih agak gemetar.
Namun, hal itu sama sekali tidak membuat kegalakan Abid hilang begitu saja.
"Kamu jalannya ngebut! Salip sana sini, meliuk kaya ular, siapa yang nggak takut?" Abid menenggak sisa air mineral di botol, lalu berdiri. Matanya kembali mengancam Dinka. "Sekali lagi kamu ngebut, aku buat kamu nyesel ngelakuinnya!"
Dinka terus terkekeh, bahkan dia mencibir suaminya itu. "Badan aja yang gede, nyali ciut. Muka aja yang galak, suka ngancam, eksekusi zonk!"
Abid meremas botol di tangannya lalu melempar ke tempat sampah yang terbuka. Sorot mata pria itu makin tajam.
"Awas kamu kalau berani kaya berangkat tadi!" Abid meninggalkan toko begitu saja. Dinka dibelakangnya masih mengucapkan terima kasih pada layanan yang diberikan toko tersebut.
Dinka melirik sinis Abid, hatinya membatin, "Salah sendiri tangannya jahil, meraba-raba aset gue yang masih virgin ini! Pake cium-cium tengkuk pula! Apa dia pikir nggak geli?"
Abid berdiri di sebelah motor. Mukanya masam. Sebenarnya, dia ingin muntah, tapi ditahan. Sampai sekarang perutnya bergolak.
"Yuk, Mas! Naik lagi ...!" Dinka berjalan dengan santainya menuju motor.
"Aku naik taksi saja!" Abid melengos ke arah jalanan yang padat sore ini.
"Eh, kenapa?!" Dinka pura-pura bodoh. "Nggak enak ya, dibonceng aku? Terlalu pelan, ya? Janji deh, nanti aku kencengin!"
Dalam hati Dinka tertawa keras. "Sukurin! Siapa suruh tangannya jahil!"
"Bodo amat! Sana pulang sendiri! Ingat jalan pulang kan?" Abid menyetop taksi yang berhenti beberapa langkah darinya. "Bye!"
Abid masuk ke dalam taksi dan meninggalkan Dinka yang kerepotan.
"Eh, Mas tunggu!" Dinka langsung meletakkan belanjaan di gantungan depan, lalu memundurkan motor dibantu tukang parkir. "Ya, elah, Suami! Kok Istri cantik begini ditinggalin sih!"
Dinka segera melesat mengikuti taksi yang ditumpangi Abid. Sampai beberapa ratus meter, Dinka masih melihat, tapi karena lampu merah menghalangi, Dinka kehilangan jejak taksi Abid.
"Nah lo-nah lo! Kemana tadi taksi Mas Abid?" Dinka melongok ke depan, berharap taksi Abid masih bisa dikejarnya. Mata Dinka beralih pada rambu yang masih merah. "Duh, lama banget, sih! Buru napa?! Gue kehilangan jejak laki gue!"
Ujung kakinya menghentak aspal dengan gelisah, bibirnya tergigit hingga terasa sakit. Dinka mulai panik. Dia tidak ingat arah kembali ke penginapan. Astaga!
"Otak gue mesti diupgrade ini, biar nggak lemot begini," gumamnya pelan.
Mata Dinka masih lekat mengawasi ujung jalan dan rambu bergantian. Hatinya memaki hingga nyaris semua jenis makian terlontar. Namun kemudian, bibirnya menggumamkan istighfar.
"Yaa Allah, bibir gue!" Dihukumnya bibir kurang ajar miliknya ini dengan gigitan dalam. Padahal dia sudah tobat untuk tidak mengulangi lagi memaki atau mengumpat meski dalam hati. Tetapi dalam hidupnya, hampir semua kejadian pantas untuk diumpati. Hidupnya sungguh sial terlebih sejak bertemu Abid dan Bee.
"Haish!" Tak berapa lama rambu berganti hijau, dan Dinka langsung menggeser laju motornya. Persetan dengan makian pengguna jalan lain yang kesal sebab Dinka nyelonong mengambil jalurnya.
Whateverlah, gue sedang buru-buru, besok kalau ketemu lagi, gue kasih seluruh bagian jalan gue ke elu! Dinka membatin seraya kabur.
Hingga sampai ke jalanan yang sepi, Dinka celingukan. "Mampùs, dimana ini?"
Dia mengambil ponsel yang dia letakkan sembarangan di salah satu bag belanjaan. Dan, ponselnya mati. Sialan, kan? Padahal sudah dia hemat dengan memakai fitur hemat daya yang paling maksimal. Hanya sisa fitur sms saja yang bisa dipakai, tapi yah ... ponselnya memang peninggalan Maha Patih Gajah Mada, jadi wajar kalau baterainya mudah habis.
"Haish! Awas kamu lebah kecil, nanti aku buat perhitungan sama kamu Kalau aku udah balik! Akan aku buat hidup kamu susah sesusah aku sekarang!"
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Daniah Andini
nah ngga ada ampun buat tawon jahil, ngga usahlah berperan jadi ibu tiri yang baik, tuman anaknya jadinya
2024-10-29
0
Yuni Herwani
kasihan ya dinka dikerjain terus sama abid dan bee/Whimper/
2024-02-09
0
'Nchie
ini suami istri kocak
2024-01-10
0