CEO Pengganti
Dalam kamar tanpa pencahayaan seorang pria tengah berkeringat dingin dalam keadaan mata terpejam. Sudah lima tahun lamanya namun satu mimpi yang sama berulang kali menghantui tidurnya. Seperti saat ini, nafasnya bergemuruh diikuti raut wajah yang begitu tegang akibat merasa bersalah.
Plak!
"Kau yang sudah membunuh anak-anakku. Anakku meninggal karena kau yang menyuruhnya ke sana. Kembalikan anakku, aku mau anakku hidup kembali. Kau yang membuatnya mati, kau...kau... Kembalikan anakku!!!!"
Hah-Hah- Hah...
Bima terbangun, suhu tubuhnya panas dingin sedangkan keringat sudah membasahi baju tidurnya. Tangannya mengelap keringat di sekitar wajahnya.
Mimpi yang sama dengan kalimat yang sama selalu ditujukan padanya.
Pukul dua dini hari, masih cukup lama untuk matahari terbit. Bima bangkit dari tempat tidurnya dan melepas pakaiannya yang basah oleh keringat. Ia menyalakan lampu kamarnya dan masuk ke dalam kamar mandi.
Setiap kali Bima terbangun karena mimpi itu, ia akan mengguyur tubuhnya dengan air dingin tak peduli dengan waktu.
Jarang sekali Bima untuk bisa tidur kembali setiap kali memimpikannya, dimana seorang wanita berteriak dan mengutukinya karena dianggap sebagai penyebab kematian anak wanita tersebut.
Satu kaleng minuman beralkohol diteguknya habis usai dari kamar mandi dan menjatuhkan tubuhnya kembali ke atas tempat tidur. Hingga pagi menyambut namun Bima tak terlelap meski matanya terpejam.
Pagi ini sebelum berangkat ke kantor, Bima terlebih dahulu melajukan mobilnya ke kediaman keluarga Suntama. Setibanya di sana ternyata Bima tidak bertemu dengan orang yang menyuruhnya untuk datang karena dalam kondisi tidak enak badan.
Ya. Bima hanya bisa menghela nafas, dia tahu posisinya.
Ponsel di saku Bima bergetar saat tangannya hendak membuka pintu mobil untuk melanjutkan perjalanannya ke kantor. Orang yang tidak jadi ditemuinya menghubunginya.
"Ha-"
Baru saja Bima ingin menyapa namun wanita di seberang telepon sudah terlebih dahulu menyela.
"Lakukan dengan baik. Kita akan bicara kalau sudah waktunya," wanita di seberang telepon berucap yang lalu memutus sambungan telepon seketika tanpa menunggu Bima mengatakan satu katapun. Hal yang sudah biasa dialaminya dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini.
Dari dalam garasi sebuah sepeda motor keluar dan berhenti di dekat mobil Bima. Sebuah motor sport merah ditunggangi seorang pemuda berkulit putih dengan tampang aktor Korea. Pemuda itu membuka kaca helmnya dan tersenyum pada Bima.
"Hai kak, Bim?" sapanya ramah.
"Hai, Vin? Apa mau ke kampus?"
"Iya, kak. Mau ketemu Bunda?"
"Rencananya, tapi beliau kurang enak badan."
"Oh... Ya udah deh, kak. Aku pamit ya sebelum dia keluar dan minta dianterin ke sekolah. Malas ketemu anak-anak sekolah, alay dan lebay. Aku tahu aku ganteng tapi risih kalau sudah dikerubuti cewek-cewek alay di sekolahannya."
"Bukannya itu yang kau suka? Menjadi pusat perhatian banyak orang."
"Tapi bukan anak SMA juga kali, aku anak kuliahan dan OTW sarjana. Bukannya nggak suka cuman suara berisik anak SMA palagi yang ciwi-ciwinya itu...begh... Bising, kak."
Kevin Andrean, dia salah satu dari tiga anak panti yang diadopsi wanita bernama Mila, nyonya Suntama yang kehilangan dua anak laki-lakinya dalam lima tahun.
Emiranda, Kevin Andrean dan Justin adalah nama ketiga anak angkat Mila.
Mila yang dipanggil Bunda oleh ketiga anak adopsinya adalah wanita yang sering dimimpikan Bima. Wanita itu harus kehilangan kedua anaknya dan seorang gadis yang juga dicintai kedua anaknya.
Keegoisan Mila membuatnya kehilangan anaknya dan dalam hal itu Bima memiliki andil yang cukup besar. Peristiwa tragis lima tahun lalu tidak akan terjadi jika Bima tidak memberitahu informasi yang penting pada salah satu anak Mila namun nasi sudah menjadi bubur, kematian tidak bisa ditolak jika sang empunya kuasa telah berkehendak.
"Aku berangkat kampus dulu kak, Bim."
Bima mengangkat tangannya mempersilahkan Kevin melanjutkan jalannya.
"Kak Kevin!!!?"
Suara teriakan dari dalam rumah membuat telinga Bima serasa peka. Seorang gadis memakai seragam SMA berlari dari dalam rumah saat mendengar suara motor di halaman rumah.
"Kak Kevin tung-"
Gadis itu terdiam dan tidak memperdulikan Kevin yang sudah berlalu meninggalkan rumah. Ia beralih pada pria yang sedang membuka pintu mobil dan mendaratkan bokongnya di kursi pengemudi.
"Kak, em, maksudnya om Bima mau pergi ya?" tanya gadis itu nyengir kuda mendekati mobil Bima. "Aku boleh numpang mobilnya om Bima ke sekolah? Aku ditinggal kak Kevin soalnya, bolehkan?"
"Nggak."
"Sekali aja boleh ya, om? Kak Justin juga udah berangkat ke kampus."
Tanpa menoleh sedikitpun pada gadis itu, Bima menyalakan mesin mobilnya dan meluncur ke jalanan yang sudah mulai ramai oleh para pengendara.
"Hah... Dasar pelit. Untung ganteng, jadi pelitnya tertutupi. Ya sudahlah, besok-besok masih bisa dicoba lagi. Maaf Emi, anda belum beruntung hari ini!"
Emiranda, satu-satunya gadis dari tiga anak panti yang diadopsi Mila menjadi pembawa suasana baru di dalam rumah yang awalnya begitu sepi. Emi, panggilan gadis itu. Ia masih berstatus sebagai siswi SMA disalah satu sekolah swasta yang sebenarnya tidak pernah ia inginkan.
Terbiasa hidup di panti hingga bergaul dengan sesama anak-anak panti begitu sulit bagi Emi saat ingin berbaur dengan anak-anak di sekolahnya. Emi inginya bersekolah di SMA negeri namun Mila, bundanya tidak mengizinkan dengan alasan ingin memberikan pendidikan yang terbaik.
Emi tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa menurut dan melakukan apa yang diminta bunda Mila. Meskipun demikian, bunda Mila sangat menyayangi Emi, bahkan terkesan seperti memanjakannya.
Ditinggal Kevin ke kampus dan Bima ke kantor akhirnya membuat Emi memilih memesan ojek online untuk mengantarnya ke sekolah.
..........
Hari-hari Bima disibukkan dengan segala urusan kantor. Ia menghabiskan waktunya di kantor, mengabdikan hidupnya pada perusahaan bernama Suntama Group sampai akhirnya nanti ia meninggalkan perusahaan tersebut. Akan tetapi ia tidak tahu kapan hari itu akan tiba, ia hanya berharap semakin cepat maka akan semakin lebih baik untuknya.
Semenjak kejadian tragis yang menimpa anak-anak Mila membuat perusahaan terbengkalai, tidak ada yang menangani dengan baik. Bunda Mila yang sudah mencapai usia keemasannya tidak lagi sanggup untuk menghandle perusahaan besar, apalagi dia kurang cakap dalam melakukannya.
Kepada Bima bunda Mila melimpahkan segala urusan perusahaan yang saat itu hampir diujung tanduk. Bunda Mila menyuruh Bima untuk bertanggung jawab karena dialah perusaahan tidak ada yang menangani. Tentu saja Bima menolak karena bunda Mila menyuruhnya menjalankan posisi pemimpin perusahaan, direktur utama meski hanya sementara.
Rasa bersalah dan tidak ingin melihat perusaan yang pernah ia jalankan bersama anak bunda Mila membuat Bima akhirnya tunduk pada bunda Mila meski sejujurnya berat baginya.
Satu tahun, dua tahun dan tiga tahun dilalui Bima sebagai direktur utama ternyata tidak cukup. Hingga kini tahun kelima dia masih harus berada di Suntama Group karena bunda Mila belum mengizinkannya untuk angkat kaki.
Langkah panjang Bima menelusuri koridor lantai tujuh dimana ruangan seorang direktur utama berada.
"Pagi pak Bima?"
Nola yang tempat kerjanya ada di luar ruangan direktur utama langsung membuka pintu untuk Bima. Nola bekerja sebagai sekretaris Bima namun posisinya hanya berada di kantor saja, jika ada keperluan penting atau bertemu klien diluar maka Bima akan mengajak salah satu manager di perusahaan. Bima tidak berkeinginan memiliki seorang sekretaris yang selalu ada di sampingnya.
"Jangan melakukannya lagi, Nola. Aku punya tangan untuk membuka pintu ruangan ini sendiri."
"Maaf, pak. Tapi ini memang sudah seharusnya," ucap Nola ramah.
..........
...Hai...hai...hai......
...Saya datang dengan karya ketiga, semoga bisa dinikmati ya🙏🙏...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Isabela Devi
nyimak dulu
2024-05-14
1