Tinggal Dengan Saya

Usai acara makan malam bersama, bunda Mila mengajak semuanya berkumpul ke ruang keluarga. Televisi yang semula nyala dimatikan oleh bunda Mila agar tidak mengganggu pembicaraan mereka.

Jika bunda Mila mengumpulkan mereka itu artinya ada hal penting yang akan disampaikan. Emi penasaran dan tidak sabar hal penting apa itu. Ia duduk disebelah Kevin sedangkan Justin dan Bima duduk di depan mereka. Bunda Mila duduk di posisi sebagai kepala rumah tangga, jika orang lain lihat mereka sudah seperti satu keluarga harmonis.

"Minggu depan bunda dan Justin akan berangkat ke Australia. Justin akan melanjutkan program S2-nya di sana."

"Apa? Australia?" kaget Emi. "Bukannya kak Justin akan langsung kerja sama om Bima? Kenapa tiba-tiba?"

Emi tak percaya dengan keputusan Justin yang sepertinya mendadak. Emi tahu jika Justin menyelesaikan kuliahnya dengan cepat supaya bisa langsung kerja dan menghasilkan rupiah.

Justin juga tidak pernah mengatakan ingin melanjutkan kuliah lagi seperti yang disampaikan bunda Mila saat ini. Kekagetan Emi justru membuat Kevin menelan salivanya.

"Justin akan langsung kerja, dia akan menangani perusahan yang dibangun anak bunda yang sudah meninggal. Justin akan kerja sambil melanjutkan kuliahnya."

"Tapi kenapa harus Australia? Itukan jauh, Bun. Di Jakarta juga bisa, iyakan?"

"Perusahaan itu ada di Australia. Bima juga tahu perusahaan itu, dulu dia yang membantu anak bunda mengelolanya sebelum kembali ke Indonesia. Sejak saat itu perusahaan tersebut dikelola orang kepercayaan anak bunda dan sekarang dia sudah tua, dia sudah tidak sanggup lagi. Tidak mungkin mempercayakan perusahaan itu lagi pada yang lain saat ada kalian," jelas bunda Mila.

"Iya sih, Bun. Tapi jauh dan kak Justin pasti kesepian."

"Bunda juga akan ikut dan tinggal di sana bersama Justin. Kalau ada libur kami juga akan pulang kerumah, Emi."

Mata Emi langsung tertuju menatap tajam pada Kevin disebelahnya.

"Kalau bunda dan kak Justin pergi, itu artinya aku cuman berdua dengan kak Kevin. Aku pasti diteriaki dan dimarahi terus nanti. Aku nggak mau," memberi tatapan sinis pada Kevin.

"Idih! Kalau aku teriak dan marah itu tandanya sayang. Lagian siapa yang mau tinggal berdua denganmu? Ogah!"

Itu yang terucap dari mulut Kevin namun sesungguhnya ia hanya ingin membuat Emi kesal.

"Jangan bertengkar lagi," tegur bunda Mila. "Kevin juga akan melanjutkan S2-nya. Kami akan berangkat dihari yang sama."

"Apa, Bun?"

Emi kembali dikejutkan dengan pemberitahuan bunda Mila.

"Kevin akan melanjutkan kuliahnya di Singapura, tidak jauh dan dia bisa sering-sering pulang kerumah untuk menjengukmu nantinya."

"Mana boleh seperti itu," protes Emi. "Kak Kevin nggak boleh pergi juga," Emi tidak setuju.

"Tapi Kevin sudah daftar secara online dan diterima di kampus tujuannya," ucap bunda Mila memberitahu.

"Kak Kevin?"

Emi menatap horor Kevin. Apa yang disampaikan bunda Mila malam ini sungguh diluar dugaan Emi. Baik Justin maupun Kevin juga tidak pernah membahas hal itu dengan Emi selama ini. Terkesan mendadak buat Emi namun tidak untuk Justin dan Kevin.

Tiga bulan sebelum acara wisuda, bunda Mila sudah membahas mengenai hal itu dengan Justin dan Kevin. Mereka sepakat untuk tidak memberitahu Emi sebelumnya karena khawatir membuat Emi jadi sedih. Dan benar saja, saat Emi diberitahu malam ini, ia sangat terkejut.

"Di Indonesia raya ini juga ada banyak kampus yang bagus. Lanjut kuliahnya disini aja ya, kak?" mendadak Emi berbicara lembut pada Kevin, berharap membatalkan niatnya kuliah di Singapura.

"Aku akan sering-sering pulang untuk menemuimu nanti," ucap Kevin.

Tubuh Emi terasa lemas dan mati rasa. Emi tidak ingin berpisah dari kedua kakaknya tapi di sisi lain Emi juga tidak mungkin egois.

Untuk mereka yang pernah tinggal dan hidup di panti asuhan sangat jarang mendapat kesempatan diasuh keluarga yang mau menyekolahkan hingga perguruan tinggi. Kalaupun ada mungkin tidak akan seberapa. Emi tidak mungkin menghalangi apa yang menjadi cita-cita ataupun keinginan Kevin dan Justin.

Emi sudah terbiasa dengan kehidupannya bersama Kevin dan Justin, ia tidak bisa membayangkan bagaimana hari-harinya tanpa kedua pemuda itu.

"Kalau bunda bersama kak Justin pergi ke Australia dan kak Kevin ke Singapura, terus aku sendiri gimana? Aku sendirian dong tinggal di rumah?"

Emi semakin lesu membayangkan hari-harinya kedepan nanti. Justin dan Kevin terdiam, mereka juga tidak memikirkan hal itu sebelumnya. Wajah Emi tampak sedih, tidak tahu ingin berkata apa lagi.

"Kamu nggak akan sendirian," ucap bunda Mila.

Emi tidak memperdulikan ucapan bunda Mila. Tentunya dia tidak akan sendirian karena masih ada pak Eko yang bekerja sebagai supir dan istrinya yang bekerja sebagai ART.

"Kamu akan tinggal dengan Bima!"

"Om Bima?"

Refleks Emi dan Bima menengok pada bunda Mila bersamaan.

"Iya, Bima akan jagain kamu."

Bima yang sedari tadi hanya sebagai pendengar saja langsung menunjukkan ketidak sukaan di wajahnya. Justin dan Kevin juga tak kalah kaget dibuat bunda mereka. Kevin melihat Bima dan Emi bergantian. Apa yang dikatakan bunda Mila sungguh diluar dugaan.

Mendadak Emi jadi bersemangat kembali. Emi tersenyum dengan mata membola sempurna melihat bundanya.

Bima berdiri ingin mengatakan keberatannya atas ucapan bunda Mila.

"Maaf tapi saya tidak bi-"

Bunda Mila mengangkat telapak tangannya, menyela Bima saat bicara.

"Aku perlu bicara denganmu," ucap bunda Mila dengan mata tertuju pada Bima. "Kalian bertiga masuklah ke kamar masing-masing, ada yang harus bunda bicarakan dengan Bima," lanjutnya pada ketiga anaknya.

Bisa dirasakan jika suasana antara bunda Mila dan Bima sedikit tegang saat ini. Justin menarik tangan Kevin dan Emi untuk meninggalkan bunda mereka dan Bima.

Tiba di kamarnya, Emi langsung melompat ke atas tempat tidur dan berguling-guling kesenangan.

"Duduklah," perintah Mila pada Bima.

Bima mengusap kasar wajahnya, ia tidak ingin terikat lebih jauh dengan urusan keluarga bunda Mila. Menggantikan posisi anaknya yang sudah meninggal sebagai pimpinan dengan bahasa kerennya CEO, sudah cukup membebani Bima selama ini.

"Maaf tapi saya benar-benar tidak bisa melakukan hal itu, Bu."

"Tinggallah di rumahku. Jaga Emi selama tidak ada kami. Aku mempercayakan Emi padamu dan bersikap baiklah padanya. Bagaimanapun Emi adalah anakku saat ini. Dan satu lagi, kau tidak pada posisi untuk bisa menolak apa yang aku perintahkan."

"Tapi saya-"

"Hal terakhir yang harus kau lakukan jika ingin mengakhiri semuanya. Lakukan dengan baik dan kau bisa bebas setelahnya!" tegas bunda Mila.

Usai mengatakannya pada Bima, bunda Mila meninggalkannya seorang diri. Kepala Bima pening memikirkan perintah wanita itu. Bima ingin segera meninggalkan segala sesuatu yang berhubungan dengan keluarga Suntama dan menjaga Emi adalah hal yang tak masuk akal baginya.

Lama Bima berpikir hingga akhirnya ia membuat keputusan. Ia menjumpai bunda Mila dikamar.

"Katakan," perintah bunda Mila saat mempersilahkan Bima ke kamarnya.

"Saya akan melakukannya tapi saya menolak tinggal di rumah keluarga ibu Mila," ucap Bima.

"Lalu apa maumu?"

"Saya akan mengawasi Emi dari jauh dan menengoknya sesekali kerumah."

"Tapi saya tidak setuju," menolak apa yang disampaikan Bima.

Bima memutar otak mencari cara lain. Ada satu lagi tapi Bima sangat tidak menyukai idenya itu.

"Kalau begitu Emi yang harus tinggal dengan saya. Emi tinggal ditempat saya, itupun jika ibu Mila setuju."

"Aku menyetujuinya dan lakukan dengan baik. Keluarlah, aku ingin istirahat."

Tanpa pikir panjang bunda Mila menyetujui apa yang dikatakan Bima. Setelah mereka pergi nanti, Emi akan tinggal di rumah Bima dan menyerahkan segala urusan Emi pada Bima.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!