Jangan Bertemu Lagi

Seminggu berlalu, hari keberangkatan bunda Mila, Justin dan Kevin pun tiba. Emi tak melepas tangannya dari bunda hingga informasi keberangkatan menuju Australia diberitahukan.

"Kamu baik-baik ya selama bunda dan kakak-kakakmu tidak ada. Kalau ada apa-apa kabarin bunda, oke?"

Bunda Mila memeluk Emi erat. Sebenarnya berat harus meninggalkan Emi tapi Justin tidak mungkin pergi sendirian apalagi ini adalah perjalanan pertama Justin ke luar negeri. Mengenai Kevin yang ke Singapura tidak terlalu membuat bunda Mila khawatir.

Singapura masih negara tetangga yang cukup dekat dengan Indonesia dan tidak akan sulit bagi Kevin untuk bisa cepat berbaur dengan teman-teman dan lingkungannya di sana nanti. Salah satu teman kuliah Kevin sebelumnya juga sudah terlebih dahulu berangkat. Kevin dan temannya itu akan kuliah di kampus dan jurusan yang sama.

"Belajar yang rajin, nggak lama lagi kamu juga akan ujian dan lulus SMA. Terserah kamu mau ikut bunda dan kak Justin ataupun ikut kak Kevin nantinya. Bunda akan telpon kamu setiap harinya. Kasih tahu Bima kalau kamu butuh sesuatu, dia pasti akan kasih."

"Iya, bunda. Aku akan kangen sama bunda."

Emi memeluk bundanya sedih. Justin sedih dan ikut memeluk Emi. Ketiganya berpelukan selama beberapa saat.

"Bunda, pesawatnya sudah mau berangkat," ingatkan Kevin.

"Sudah, bunda dan kak Justin pergi ya?"

Emi mengangguk melepas pelukannya. Bunda Mila beralih pada Kevin yang menyeringai datang memeluknya.

"Bunda sehat ya," ucap Kevin.

"Kamu juga, jaga kesehatan dan jangan telat makan. Rajin kuliahnya dan jangan nakal. Paham?"

"Iya, Bun."

"Bener, jangan aneh-aneh di Singapura," celetuk Justin.

"Begh... Situ yang jangan aneh-aneh dan baik-baik di sana. Ingat! Jaga bunda. Awas loh kalau bunda kenapa-napa. Satu lagi, kalaupun kangen jangan sering-sering telpon karena aku pasti sibuk nantinya."

"Pede banget dah, merasa dikangenin. Yang ada noh, si Emi yang bakalan nelpon tiap jam."

Hihihi...

Emi tertawa karena Justin sepertinya tahu apa yang dipikirkannya. Emi berencana akan meneror kedua kakkanya itu setiap hari dan setiap jam jika perlu.

"Emi, jangan ya? Bunda memang punya uang yang banyak. Tapi jangan dihabisin buat nelpon kami berdua, kasihan kak Bima capek-capek kerja, oke?" pinta Kevin memelas.

"Iya, dah!"

Bunda Mila dan Justin akhirnya berangkat. Emi melambaikan tangannya tersenyum seakan tidak ada kesedihan dirasanya.

Kini mereka menunggu pesawat yang akan membawa Kevin terbang ke Singapura. Ketiganya duduk di kursi tunggu sambil mengobrol. Mata Kevin jelalatan melihat sekelilingnya mencari seseorang tapi tidak menemukannya.

"Hah... Kenapa dia nggak datang?" gumam Kevin.

"Siapa?" tanya Emi ikut mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

"Kamu nanya? Kamu nanya aku?"

"Kak Kevin?!!"

Hahaha...

Di saat akan pergi pun Kevin masih terus menggoda Emi hingga membuatnya emosi. Kevin sengaja melakukannya karena tidak ingin melihat wajah sedih Emi saat ditinggalkannya. Biarlah Emi kesal dan menggerutu, itu akan lebih baik buat Kevin.

Kevin sedikit menjauh meninggalkan Emi dan Bima. Emi bisa melihat jika Kevin sedang menelpon seseorang.

"Woi? Kenapa nggak datang?"

"Sorry, kak. Aku lupa kasih tahu kalau tadi pagi mama dan papa baru aja tiba dari Bali dan sore nanti langsung kembali ke Thailand," jawab seseorang dari seberang telepon.

"Oh, kirain nggak niat datang. Ya udah, titip Emi dan jagain dia. Kabarin kalau ada sesuatu dengan Emi dan nggak pakek lama ngabarinnya."

"Tenang aja, kak. Emi bakalan aman kalau ada aku, nggak usah khawatir."

"Baguslah kalau bisa seperti itu," ucap Kevin merasa lega.

"Safe flight, kak. Kalau pulang bawa oleh-oleh."

"Baru juga mau pergi udah dititip oleh-oleh."

"Hahaha... Becanda doang, kak."

"Ya udah, pesawatnya sudah mau berangkat. Tolong jagain, Emi."

"Oke, bro."

"Bian?"

"Em? Kenapa lagi, kak?"

"Makasih."

Kevin langsung memutus sambungan telepon dan berlari ke arah Emi dan Bima yang sudah berdiri karena pesawat Kevin sudah diinformasikan akan segera berangkat.

"Telepon siapa, lama amat?"

"Kamu nanya? Kamu berta-"

"Kak Kevin!!"

Seketika Kevin menutup mulutnya mendengar teriakan Emi dan mengundang perhatian orang-orang di sekitar mereka.

"Sorry... Itu tadi lagi nelpon Bian," ucap Kevin memberitahu.

"Buat apa?"

"Ada deh, urusan cowok."

Bukannya penasaran tapi Bima juga tidak menduga ada hal penting yang dibicarakan Kevin dan Bian. Bima tahu nama Bian saat acara wisuda Kevin dan Justin. Bima merasa selain Emi, kevin juga cukup kenal dengan Bian.

"Titip dan jaga Emi ya kak, Bim."

Bima hanya menganggukkan kepala dan memberikan koper pada Kevin.

"Pergilah. Hati-hati dan belajar dengan baik. Jangan mengecewakan bunda kalian," nasehat Bima.

"Oke, bos!"

Kevin mengambil kopernya dari tangan Bima dan melihat Emi yang cemberut seperti akan menangis.

Huaaa....

Kevin berlagak seperti orang menangis untuk menggoda Emi. Ia kemudian tertawa dan membawa Emi ke pelukannya. Meski tidak kuat namun Kevin bisa mendengar jika Emi terisak di pelukannya. Dielus-elusnya kepala Emi sambil tertawa padahal sebenarnya Kevin juga sedih meninggalkan Emi.

"Jangan menangis. Kau itu tidak cocok menangis. Kau lebih cocok berteriak dan mengomel."

Puk!

Emi mendorong Kevin dan melepas pelukan mereka. Emi memukul dada Kevin sedikit kuat karena kesal akan ucapan Kevin.

"Kalau seperti ini baru namanya Emi," ucap Kevin dan menunduk mendekati telinga Emi. "Emiranda si Dora!" bisiknya ditelinga Emi.

Cup!

"Kak Kevin!!!"

Kevin berlari menarik kopernya, tersenyum sambil melambaikan tangan pada Emi dan Bima.

Bima terkejut saat tadi melihat Kevin mencium pipi Emi. Respon Emi justru berbeda, ia berteriak kesal bukan karena dicium tapi karena kata Dora yang dibisikkan Kevin.

"Ayo!"

Bima melangkah pergi saat Kevin sudah tidak terlihat lagi. Emi berjalan dibelakang dan kata Dora membuat Emi teringat kembali pada seorang pria dewasa yang pernah memanggilnya Dora saat berada di bandara beberapa tahun lalu.

Andai saja bisa bertemu saat ini di bandara maka Emi akan menunjukan rambut panjangnya yang indah.

"Tunggu sebentar, aku ingin ke toilet dulu."

Bima menuju toilet, Emi terus mengikutinya dari belakang dan berhenti tak jauh dari toilet menunggu Bima.

Tak lama Bima keluar dan tak sengaja menabrak seorang anak kecil.

"Maaf?" ucap Bima pada orangtua si anak.

Bima membantu gadis kecil itu yang berusia sekitar lima tahun untuk berdiri. Bima tersenyum pada gadis kecil itu karena rambutnya yang pendek menyerupai tokoh kartun bernama Dora.

"Kamu mirip seperti Dora," ucap Bima menyentuh hidung anak itu.

"Aku memang Dora. Cantik dan lucu, iyakan pa?"

Kedua orangtua anak itu dan Bima sama-sama tertawa. Bima mengusap kepala anak kecil itu dan pergi.

Bima teringat saat ia pernah bertemu dengan seorang gadis remaja di bandara. Waktu itu Bima ditabrak saat keluar dari dalam toilet. Gadis remaja itu juga sama seperti anak usia lima tahun tadi, berambut pendek seperti Dora.

Bedanya jika anak kecil tadi menyukai Dora dan menganggap Dora itu cantik dan lucu, maka tidak dengan gadis remaja yang dia temui dulu. Gadis itu marah saat dipanggil Dora, malahan Bima disumpahi dan tangannya digigit.

Bima berharap jangan sampai bertemu dengan gadis gila itu lagi. Benar tidaknya tapi sejak saat itu banyak hal-hal buruk yang terjadi dalam kehidupan Bima.

"Om Bima, tunggu?"

Emi berlari menyusul Bima yang entah kapan keluar dari kamar mandi Emi tidak lihat.

Bima terus melangkahkan kakinya, tidak menghiraukan Emi yang terus memanggilnya dari belakang.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!