Mimpi Yang Indah

Minggu sore semuanya kembali pulang dari puncak. Pak Eko membawa bunda Mila dan Justin sedangkan Kevin dan Emi berada di mobil Bima. Sengaja bunda Mila menyuruh Emi ikut Bima agar hubungan keduanya saat nanti tinggal bersama tidak begitu sulit untuk menyesuaikan diri.

Kevin yang tahu bagiamana Bima selama ini pada Emi memaksa untuk ikut mobil Bima juga. Kevin khawatir jika Emi ditinggal lagi mengingat perjalanan puncak ke Jakarta tidaklah dekat.

"Emi?"

"Em, kenapa?"

"Kau setuju tinggal dengan kak Bima?"

Kevin tidak perduli menanyakan hal itu saat ada Bima disampingnya sedang menyetir. Justru Kevin sengaja melakukannya, ingin tahu seperti apa juga respon dari Bima. Mengenai pembicaraan Bima dengan bunda Mila di kamar juga belum ada yang tahu.

"Kau tidak keberatan tinggal bersama kak Bima?"

"Enggak sama sekali."

Dengan penuh percaya diri Emi mengatakannya, Emi sudah membayangkan jika hari-harinya pasti akan indah kedepannya.

"Kau yakin?"

"Seribu persen! Lagian itu juga atas kemauan bunda, iyakan? Sebagai putri yang baik aku akan patuh dan turut perintah bunda dengan senang hati."

"Elleh! Itu sih maunya kamu."

Kevin beralih pada Bima yang fokus dengan kemudi mobilnya. Tanpa ditanya Kevin tahu jika Bima tidak menyukai perintah bunda Mila.

"Apa aku batalkan saja kuliah di Singapura, biar ada teman kamu di rumah."

Refleks Bima menoleh sesaat pada Kevin.

"Jangan-jangan. Enggak boleh gitu," tolak Emi.

Tentu saja Emi menolak rencana Kevin. Jika ada Kevin maka dijamin Emi tidak akan punya kesempatan untuk bisa dekat dengan Bima. Kapan lagi Emi bisa bertemu Bima setiap hari dan setiap saat, apalagi mereka akan tinggal serumah.

Kevin mengetik sesuatu di ponselnya dan memperlihatkannya pada Emi.

'Apa kau sesuka itu sama kak Bima?'

Pertanyaan Kevin dibaca Emi di dalam hati hingga Bima tidak tahu apa itu.

"Iya, kak. Hehehe..." jawab Emi tertawa.

'Jangan HALU, Emi!'

"Ih, kak Kevin nggak asik, ah. Makanya bantuin," ucap Emi setelah membaca kembali apa yang di ketik Kevin di ponselnya.

"Nggak! Untuk yang satu ini aku nggak setuju."

"Is-is-is... Jahat! Jangan bicara lagi denganku sampai kak Kevin pergi ke Singapura," dengus Emi.

Tidak ada lagi pembicaraan dalam mobil. Langit senja sudah berubah menjadi gelap. Emi yang duduk seorang diri di kursi penumpang sudah tertidur dan beberapa kali terantuk pada kaca jendela mobil.

Perlahan Kevin bergerak dari tempat duduknya dan melangkahkan kakinya kebelakang sedikit kesulitan.

"Kevin, kau mau apa?" tanya Bima kaget.

"Kasihan, dia ketiduran dan posisinya sangat tidak nyaman."

"Kau bisa membangunkannya dari sini dan menyuruh untuk mengambil posisi tidur."

Kevin tetap bergerak ke kursu belakang, ia duduk dan meraih kepala Emi, perlahan meletakkan kepala Emi ke atas pangkuannya. Mata Emi sedikit terbuka merasakan tangan seseorang menyentuh kepalanya.

"Tidurlah, kalau sudah sampai aku bangunin."

Emi kembali menutup matanya dan tidur di sepanjang perjalanan.

Bima melirik kearah belakang melalui kaca spion di depannya. Dilihatnya Kevin dan Emi sudah tidur. Terlihat Emi begitu nyenyak dan nyaman sedangkan Kevin sesekali menggerakkan kakinya karena kebas menahan kepala Emi di atas pangkuannya.

Mobil berhenti di depan rumah keluarga Suntama. Kevin yang sudah bangun mengangkat kepala Emi dan meletakkannya di atas tempat duduk sedangkan ia sendiri memukul-mukul pahanya yang kebas.

Kevin terhuyung dan hampir saja terjatuh saat melangkahkan kakinya turun dari mobil. Bima sudah keluar terlebih dahulu dan berdiri bersandar ke pintu mobil.

"Kak, Bim?" panggil Kevin pelan. "Aku nggak kuat, jadi kak Bima aja yang gendong Emi ke dalam kamarnya, ya?"

"Bangunkan saja."

"Kasihan, kak. Tidurnya pulas begitu, nggak tega aku banguninnya."

"Kalau gitu tunggu sebentar lagi. Pak Eko akan segera sampai, biar Justin yang membawanya ke dalam."

Bima menolak untuk membawa Emi ke dalam apalagi harus menggendongnya.

"Apa kak Bima juga akan bersikap cuek dan masa bodoh pada Emi saat kami bertiga pergi?"

Kevin masuk ke dalam mobil dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengangkat Emi. Kevin tidak bisa membayangkan bagaimana Emi nantinya. Kevin berhasil mengeluarkan Emi dari mobil namun kaki Kevin tiba-tiba kesemutan hingga membuatnya goyah dan tak seimbang.

"Kak Bima?"

Bima berlari dan mengambil Emi dari gendongan Kevin.

"Tolong bawa masuk, kak. Kakiku kram dan kesemutan."

Kevin duduk dilantai teras rumah saat Bima membawa Emi ke dalam.

Mata Emi meremang merasakan tubuhnya melayang. Dalam keadaan setengah sadar ia melihat wajah Bima begitu dekat. Emi merasa jika saat ini dia sedang bermimpi, mimpi yang sangat indah dimana Bima sedang menggendongnya. Matanya ia pejamkan kembali dan melingkarkan tangannya di pinggang Bima.

Meski dalam mimpi Emi tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka digendong oleh Bima. Ia juga memiringkan tubuhnya hingga bisa merasakan perut Bima saat menarik nafas.

Rambut panjang Emi yang dibiarkan tergerai terjatuh indah dan ikut bergoyang saat Bima menuju lantai dua dimana kamar Emi berada.

Bima ingin melemparkan tubuh Emi ke atas tempat tidur namun tangan Emi yang melingkar di pinggangnya tidak memungkinkan Bima untuk melakukannya. Jika dia melakukannya maka bisa dipastikan Bima ikut terjatuh dan menindih tubuh Emi. Bila hal itu terjadi maka akan panjang ceritanya apalagi Emi terbangun nantinya.

Mau tak mau Bima naik ke atas tempat tidur Emi. Tangan Emi sungguh erat memeluk Bima.

Bima merendahkan tubuhnya untuk meletakkan Emi dan perlahan melepas tangan Emi darinya. Bima berhasil melakukannya, ia ingin cepat-cepat keluar dari kamar itu. Saat mengangkat tubuhnya, Bima tertuju pada rambut Emi yang menutupi sebagian wajahnya.

Bima menyingkirkan rambut itu, sesaat tangannya menyentuh dan merasakan lembutnya rambut Syera. Bima menyentuh rambut panjang itu dan memandanginya.

Tak sadar Bima mendekatkan rambut Emi ke hidungnya dan mencium aroma sampo di rambut itu.

Brengsek!

Bima mengumpat kesal atas yang dia lakukan dan langsung melepaskan rambut Emi dan keluar dari kamar Emi.

..........

Mobil yang dibawa pak Eko tiba saat Bima keluar dari dalam rumah. Bima memohon izin untuk pulang setalah bunda Mila keluar dari dalam mobil.

Bima segera membawa mobilnya meninggalkan rumah Suntama dan kembali kerumahnya. Rumah yang dibelinya dari hasil kerja kerasnya selama ini.

Sesampainya di rumah Bima melepas semua pakaiannya dan masuk ke dalam kamar mandi. Tidak hanya tubuhnya saja yang lelah, pikirannya juga lelah dan pusing. Bima mengguyur sekujur tubuhnya menggunakan air dingin dan berendam untuk menenangkan pikirannya.

Di dalam kamarnya Emi terbangun dan mendapati dirinya sudah berada di atas tempat tidur.

"Hah... Ternyata cuman mimpi. Mimpi yang sangat indah dan bagai kenyataan. Meski cuman mimpi tapi itu tidak masalah," racau Emi kembali memejamkan matanya berharap ia akan kembali pada apa yang dipikirnya adalah sebuah mimpi.

Sejak pertama kali bunda Mila memperkenalkan Bima pada ketiga anak angkatnya termasuk Emi, sejak saat itu juga Emi merasa kagum dan menyukai Bima. Saat itu Emi masih SMP, setiap kali bertemu Bima Emi akan selalu mendempet dan mengekorinya.

Entah rasa suka seperti apa yang dirasakan Emi pada Bima namun Emi merasa Bima begitu ganteng, berkharisma dan Emi sangat menganguminya.

Meski dicueki dan tidak dianggap oleh Bima namun nyatanya Emi masih tetap menyukai Bima hingga saat ini.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!