Hari, minggu bahkan bulan telah berganti. Orang-orang di rumah Suntama riuh mempersiapkan diri karena hari ini adalah acara wisuda Kevin dan Justin. Keduanya masuk kampus di tahun yang sama dan lulus bersama juga.
"Cepat, mas. Sudah ditunggu ibu di mobil," ingatkan pak Eko.
"Iya, pak. Udah kok," sahut Justin.
Keduanya berlari kecil menyusul bunda Mila yang sudah terlebih dahulu menunggu di mobil. Bunda Mila tersenyum memperhatikan kedua putranya itu.
"Tidak usah khawatir, kalian berdua sudah ganteng," puji bunda Mila.
"Wah jelas dong, Bun. Anaknya siapa dulu, anak bunda... Iya nggak, Jus?"
seru Kevin membusungkan dadanya percaya diri.
Sontak kelakuan Kevin mengundang tawa bundanya dan pak Eko yang sudah duduk di kursi kemudi.
"Oh, iya. Emi gimana, Bun?" tanya Justin.
"Bima akan menjemputnya ke sekolah. Sekalian meminta izin untuk Emi tidak masuk sekolah besok."
"Besok masih Sabtu, kenapa nggak sekolah, Bun? Kenapa nggak pak Eko aja yang nanti jemput Emi ke sekolah habis nganterin kita?" tanya Kevin menimpali.
"Kasihan pak Eko bolak-balik, lagian sekolah Emi juga searah dengan tempat kalian wisuda. Besok kita akan liburan ke puncak buat merayakan kelulusan kalian berdua dan sekalian ada yang mau bunda omongin nanti."
"Beneran, Bun?" wajah Kevin begitu antusias mendengar perkataan bunda Mila.
" Iya, makanya selesai wisuda dan pulang kerumah, kalian siap-siap buat berangkat besok pagi."
"Kenapa berangkatnya nggak nanti sore aja, Bun? Waktu di puncaknya kan bisa lebih lama. Kalau besok pagi pasti nyampenya siang," ucap Justin memberi saran.
"Memangnya kalian nggak capek kalau berangkatnya selesai acara wisuda?"
"Enggak, Bun." Justin dan Kevin serempak memberi jawaban.
Keduanya begitu bersemangat mengingat beberapa bulan terakhir ini mereka sangat stress untuk menyelesaikan skripsi hingga hari ini bisa wisuda tepat waktu.
"Baiklah kalau begitu. Kita akan berangkat nanti sore," ucap bunda Mila setuju.
..........
"Tahukan Kevin dan Justin wisuda dimana?"
"Tahu, om. Kita berangkat sekarang, om?"
"Kau bisa pergi terlebih dahulu. Masih ada yang perlu aku selesaikan."
"Tapi-"
"Kau sudah besar dan bisa melakukannya sendiri. Aku pergi."
Emi hanya bisa melongo setiap kali Bima meninggalkannya. Awalnya Emi sudah sangat senang saat tahu Bima datang ke sekolah untuk menjemputnya ke tempat wisuda kedua kakaknya. Siall, kesenangan Emi hanya sesaat setelah melihat dirinya kini berdiri di pelataran sekolah sedangkan mobil Bima sudah keluar dari gerbang sekolah.
"Oh, Tuhan," menengadah ke langit biru yang cerah di atasnya. "Bukan cuman sekali, dua kali atau tiga kali aku ditinggalkannya. Harusnya aku sudah dapat piring cantik ataupun setrikaan tapi yang ada aku nggak dapat apa-apa. Hah... Pengen rasanya marah dan nyakar tapi kasihan nanti wajah gantengnya rusak. Ya sudahlah, aku naik ojek online aja."
Emi melangkah keluar dari area sekolah. Ia memesan ojek online dan duduk di dekat penjual somay yang tak jauh dari gerbang sekolah.
"Somay satu, bang. "
Emi tidak bisa menahan liurnya saat menghirup aroma yang keluar dari kukusan somay. Ia memesan satu porsi dan akan melahapnya dengan cepat sebelum ojek online yang dipesannya tiba.
Ponsel Emi bergetar karena dibawa ke sekolah maka tidak ia buat nada deringnya.
"Ih, belom lagi makan somay."
Emi menjawab panggilan ponselnya dan melambaikan tangan saat seorang pengemudi sepeda motor yang berhenti di seberang jalan menghubunginya.
"Aku makan somay bentar ya, bang. Kasihan nanti somay-nya nangis kalau nggak aku makan. Bentar, kok."
Pengemudi ojek online tersebut hanya bisa berdecak namun tetap menunggui Emi yang baru menerima piring berisi somay.
Bola mata Emi berbinar melihat makanan berbumbu kacang tersebut. Ia menghirup dalam-dalam aromanya dan mulai menyendokinya ke dalam mulut.
"Bentar ya, bang!" ucap Emi dengan mulut penuh somay.
"Iya, dah. Tapi ongkosnya nambah dikit bolehkan?"
"Nyantai, bang. Kalau enggak makan somay aja dulu, aku yang traktir."
"Enggak usah, lebih butuh duit soalnya."
Emi tidak memaksa, ia mengerti maksud pengemudi ojek tersebut. Somay di piring Emi masih habis setengah, ia menambahkan cabe dan saos lagi untuk menambah rasa pedasnya dua kali lipat dari semula.
"Emi??!"
Seseorang berteriak dari atas motornya dan menghampiri Emi. Dengan santainya Emi hanya tersenyum melanjutkan makannya.
"Kamu bukannya izin pulang cepat? Kenapa masih ada disini?"
"Itu ada abang ojol," menunjuk pada supir ojek online pesanannya. "Tapi makan somay dulu sebelum pergi."
"Oh..."
Abian yang akrab dipanggil Bian oleh teman-temannya di sekolah adalah satu-satunya teman laki-laki Emi di sekolah selama ini. Selain satu kelas mereka berdua juga sangat dekat.
"Ongkos ojolnya berapa bang?" tanya Bian pada supir ojol.
"Lima belas ribu, mas."
Bian mengambil uang dua puluh ribu dari saku seragam sekolahnya dan memberikannya pada supir ojol.
"Ini bayarannya, bang. Nggak usah ditungguin lagi, abang bisa ngambil penumpang lain lagi."
"Yakin, mas?"
"Iya, bang."
"Wah, kalau gitu makasih ya?" ucapnya lalu pergi meninggalkan Bian dan Emi.
Emi mengipas-ngipas mulutnya dengan tangan akibat kepedasan, dengan sigap Bian mengambil minuman dingin dari dalam peti di sampingnya. Bian membuka tutupnya dan menyuruh Emi untuk minum.
"Makasih," menerima botol minuman dari tangan Bian.
"Makanya jangan pakai cabe yang banyak," ingatkan Bian. "Emang sepedas itu ya?"
"Coba aja kalau mau," menawarkan somay miliknya pada Bian.
Bian yang juga penasaran seberapa pedas somay tersebut menelan liurnya saat mengambil alih sendok dari tangan Emi. Jujur Bian bukan orang yang suka makanan pedas tapi melihat Emi, membuat Bian ingin mencoba.
"Woah... Hoh... Hoh...hoh... Huh... pedas, mi."
Secepat kilat Bian mengambil botol minuman ditangan Emi dan meneguk isinya hingga habis.
"Pedas tapi nikmat ternyata."
"Masih mau lagi?" tanya Emi menawarkan somay-nya lagi.
Bian mengangguk dan kembali memasukkan somay ke mulutnya. Emi senyum-senyum melihat wajah dan bibir Bian yang sudah memerah.
"Kamu kenapa keluar bawa tas dan motor kamu, Bi?"
"Nggak kenapa-napa. Kamu mau ke acara wisuda kak Justin dan Kevin kan?"
"Iya, emang kenapa?"
"Biar aku yang anterin. Sekalian ikut kasih selamat."
"Ya udah kita berangkat sekarang. Nanti keburu selesai acaranya," ajak Emi.
Saat akan berdiri dan memberikan piring bekas somay-nya, tak sengaja sendok yang masih ditangan Bian, mengenai seragam putih Syera dekat bagian sakunya. Alhasil bumbu yang menempel di sendok mengenai pakaian Emi.
"Abian?!" teriak Emi cemberut.
"So-sorry, mi. Aku nggak sengaja, beneran?" mengangkat tangannya dengan mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya pada Emi.
"I-ini, bang."
Bian mengambil piring ditangan Emi dan memberikannya pada abang penjual somay. Tak lupa Bian juga membayar somay yang dibeli Emi. Bian gugup melihat raut wajah masam Emi.
"Beneran loh, mi. Aku nggak sengaja."
"Terus gimana dong? Ada nodanya, nanti nggak bagus kalau foto dengan kak Justin dan Kevin," rengek Emi.
Bingung, Bian menggaruk kepalanya dan memikirkan cara untuk menutupi noda di baju Emi.
"Pakai jaket aku aja," melepas jaketnya dan memakaikannya pada Emi.
Seketika Bian tertawa melihat jaketnya yang kebesaran di badan Emi.
"Ya udah, ayo cepat!"
"Siap, bos!" seru Bian bergaya hormat pada Emi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments