Buat Dia Memikirkanku

"Turun!"

Bima langsung memerintahkan Emi untuk turun setelah tiba mengantarnya pulang dan tiba di depan rumah Suntama.

"Em, oh iya, aku-"

"Turun dan masuk kerumah," perintah Bima lagi menyela ucapan Emi.

Emi mencebikkan bibirnya dan turun dari mobil Bima. Tanpa berkata apapun Bima melajukan mobilnya kembali keluar dari halaman rumah Suntama.

"Hem... Ya sudahlah, nanti juga balik lagi dianya," monolog Emi.

Emi membuka pintu rumah dan bisa dirasakannya jika suasana rumah begitu berubah. Tidak ada yang berbeda ataupun posisi benda yang letaknya diubah namun ketidak adaan dua pemuda dan seorang bunda di rumah itu begitu terasa sepi.

Langkah Emi begitu malas saat memasuki rumah. Dilihatnya sekeliling, tidak ada lagi suara teriakan yang menyambutnya setiap kali pulang.

"Bunda!! Kak Kevin!! Kak Justin!! Aku pulang....!!

Ibu Nani yang bekerja sebagai ART berlari dari dapur mendengar teriakan Emi di ruang tengah. Takut terjadi sesuatu, ibu Nani langsung menghampiri Emi.

"Emi? Ada apa, nak?"

"Enggak ada apa-apa, Bu. Cuman mau kasih tahu kalau aku sudah pulang, hihihi..."

"Kirain ibu ada apa-apa. Sudah makan?"

"Belum, Bu."

Emi melihat jam tangannya masih menunjukkan pukul empat sore. Meski sedikit lapar tapi Emi menahannya karena ingin makan malam bersama dengan Bima.

"Mau makan?" tanya ibu Nani menawarkan.

"Nggak usah, Bu. Nanti aja makan sama om ganteng."

"Pak Bima?"

"Iya, siapa lagi kalau bukan om Bima."

Ibu Nani tersenyum, setiap kali ada pembicaraan mengenai Bima maka Emi begitu bersemangat.

Emi berlari ke kamarnya yang ada dilantai dua. Ia memainkan ponselnya beberapa saat dan setelahnya pergi mandi. Emi tidak ingin saat Bima datang nanti dia masih berpakaian seperti di bandara tadi.

Pukul setengah tujuh malam Emi keluar dari kamarnya dan menuju meja makan. Porsi makanan sudah tidak seperti biasanya namun menunya masih lengkap. Emi melihat satu persatu hidangan di atas meja dan tentunya selalu menggugah selera.

"Sudah malam, sudah waktunya buat makan."

Dari arah dapur ibu Nani membawa gelas bersih dan meletakkannya di atas meja.

"Om Bima belum datang ya, Bu?"

"Enggak ada tuh, memangnya pak Bima bilangnya mau datang ke rumah ya?"

"Kata bunda om Bima akan tinggal di sini selama bunda, kak Kevin dan kak Justin nggak ada."

"Gitu, ya? Mungkin bentar lagi datangnya. Kalau sudah lapar makan aja deluan, jangan ditahan kasihan cacing-cacing di perut pada demo."

"Enggak ah, Bu. Nunggu om Bima aja."

"Ya sudah, bibi ke belakang dulu bikinin kopi buat pak Eko. Kalau ada perlu langsung panggil ibu aja pakai teriakan biar langsung dengar nanti, oke?"

Emi tertawa malu, ia merasa jika teriakannya sudah menjadi ciri khas dan kebiasaan Emi selama ini. Ibu Nani masih berusia empat puluhan, dia lebih tua dari pak Eko lima tahun saat mereka menikah. Emi tidak pernah menganggap posisi ataupun kedudukannya dengan ibu Nani dan pak Eko berbeda. Emi merasa dia sama saja dengan pasangan suami-istri itu, sama-sama tinggal di rumah keluarga Suntama. Hanya saja Emi diangkat jadi anak sedangkan pak Eko dan ibu Nani ada untuk bekerja.

Sudah pukul delapan malam namun Bima tak kunjung datang. Makanan di atas meja sudah dingin dan Emi sedikit mengantuk. Emi berjalan ke arah teras melihat jika mungkin Bima sudah ada diluar.

Orang yang ditunggu belum juga kelihatan, hanya ada pak Eko di post satpam menaik-turunkan kepalanya mendengar musik koplo di ponselnya sambil sesekali menyeruput kopinya.

Emi berjalan-jalan di halaman sambil memandangi ribuan bintang di atas kepalanya.

"Bim Sala Bim... Abrakadabra, cus! Hahaha... Tuan putri, Emi. Ayo katakan tiga permintaan dan aku akan mengabulkannya, hahaha..."

Emi bermonolog seakan seperti serial di televisi yang menceritakan sesosok jin tiba-tiba muncul dan bisa mewujudkan tiga permintaan.

"Kalau begitu bawa om Bima pulang secepatnya, buat dia memikirkanku meski hanya sekali saja tapi kalau bisa, ya...mikirin aku terus setiap harinya, bahkan kalau bisa setiap jam dan kalau bisa lagi setiap detik, setiap dia narik nafas selalu teringat padaku. Hahaha..."

Emi tertawa sendiri merasa geli akan permintaannya yang dia sendiri tahu tidak mungkin.

"Masih dua dan sisa satu permohonan lagi. Ayo katakan apa itu," kembali Emi menirukan suara jin seperti yang sering di dengarnya saat kecil di televisi.

"Pertemukan aku dengan om yang dulu memanggilku Dora saat di bandara. Akan aku tunjukkan rambut indahku ini padanya. Bahkan aku bisa mencekiknya menggunakan rambut panjangku ini. Aku akan mengikat lehernya dengan rambut ini. Hihihi..."

Emi asik dengan khayalannya sendiri hingga tak menyadari waktu sudah hampir pukul sepuluh malam. Emi mendengus dan memukul betisnya merasakan ada nyamuk yang menggigit.

Rasa lapar Emi menghilang ditelan waktu, ia kembali masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa menunggu Bima datang.

Rasa bosan dan mengantuk membuat mata Emi perlahan tertutup. Emi tertidur di atas sofa ruang tamu.

..........

"Emi... Emi... Bangun, nak."

Sayup-sayup terdengar suara seorang wanita yang Emi kenal. Emi membuka matanya yang berat dan melihat ibu Nani berdiri di sampingnya. Sambil mengucek-ngucek matanya Emi mengambil posisi duduk.

"Sudah jam enam pagi, nak Emi nggak sekolah?"

"Sekolah?" kaget Emi.

"Iya, sekolah. Ayo cepat mandi dan sarapan, pak Eko tunggu di depan nanti buat anterin ke sekolah."

"Lah, sudah pagi emangnya? Om Bima dimana, semalam datang jam berapa? Terus kenapa aku nggak dibangunin, Bu?" tanya Emi bertubi-tubi.

Emi mengedarkan pandangannya ke sekeliling mencari keberadaan seseorang, yang tak lain adalah Bima.

"Pak Bima nggak ada datang, semalam nak Emi tidurnya pulas banget jadi ibu nggak tega bangunin. Nak Emi juga nggak makan semalam, iyakan?"

"Jadi om Bima nggak ada di sini?"

Ibu Nani menuntun Emi agar kembali ke kamarnya dan bersiap untuk pergi ke sekolah.

"Sekarang mandi dan sarapan. Di rumah ini hanya ada pak Eko, ibu dan Emi. Nggak ada yang lain, kalaupun ada palingan cicak-cicak di dinding," canda ibu Nani.

"Hahaha... Udah seperti lagu anak-anak, Bu. Mau dengar nggak Emi nyanyiin itu lagu?"

"Enggak-enggak! Nggak usah, nanti cicak-cicaknya jadi pada kabur dengar suara merdu kamu," tolak ibu Nani.

Ya. Semalam Emi menunggu Bima datang dan ingin makan malam bersama tapi Bima tidak datang hingga pagi ibu Nani membangunkan Emi untuk sekolah.

Perjalanan menuju sekolah terasa sepi, biasanya setiap pagi Emi akan bertengkar kecil dulu dengan salah satu kakaknya yang kini sudah berada diluar negeri. Jika bukan diantar pak Eko maka Kevin yang akan mengantarnya ke sekolah menggunakan motor. Kini motor sport berwarna hitam itu terparkir di garasi.

Ting

Ting

Ting

Satu persatu pesan masuk ke ponsel Emi. Baru saja dipikirkan kini justin dan Kevin mengirimi banyak pesan pada Emi. Keduanya memberitahu jika mereka tiba dengan selamat dan menanyakan keadaan Emi tanpa mereka.

Emi kembali bersemangat setelah membaca setiap pesan kedua kakaknya. Sesekali Emi terlihat jengkel saat menerima balasan dari Kevin yang membuatnya ingin berteriak.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!