Seperti biasa, Alexa pergi bekerja sebagai penjual koran. Pagi-pagi sekali ia telah berangkat dengan mengendarai sepeda mini yang ia pinjam dari Septi.
Hari ini Alexa berencana untuk menjual korannya hingga perbatasan desa, perbatasan antara desa dan kota. Alexa ingin semua korannya laku habis hari ini.
Alexa menawarkan korannya dari tempat satu ke tempat lain, karena rajin menawarkan, korannya laku keras. Hanya tersisa satu lembar saja.
"Tinggal satu lembar lagi, lebih baik aku pulang saja, Mbak Septi pasti senang melihat semua korannya laku cepat." gumam Alexa dengan sebuah senyum terpancar di bibirnya.
Maklumlah baru kali ini koran-koran yang dijualnya laku keras, biasanya butuh waktu tiga sampai empat hari untuk menghabiskan semua koran-koran itu.
Alexa mengayuh sepedanya dengan bersiul-siul mengiramakan hatinya yang sedang senang hari ini.
Di tengah perjalanan pulang, Alexa bertemu dengan seorang pria setengah baya sedang berdiri di samping mobilnya. Alexa mengira kalau mobil pria itu mogok dan membuat ia berhenti di dekat pria itu.
"Permisi pak, ada apa, mobil bapak mogok?" tanya Alexa dengan sopan.
Pria itu menatap Alexa dengan cermat, pandangannya tertuju kepada kalung liontin yang sedang dipakai oleh Alexa.
"Tidak nak, mobil ini akan ku jual." jawab pria itu, dengan tetap memandang kalung liontin yang menggantung di leher jenjang Alexa.
"Mobilnya masih bagus pak, mengapa di jual?" Alexa sangat menyayangkan karena mobil itu masih mulus.
"Ya nak, memang masih mulus dan tidak ada lecet sedikitpun, tapi apa boleh buat, mobil ini memang harus secepatnya di jual." jawab pria setengah baya itu.
Alexa pun terdiam, ia berusaha memahami situasi saat itu. Di dalam hati ia berbisik,
"Mungkin bapak ini butuh uang atau ada hutang,"
"Kenalkan namaku Hendra Setiawan." ucap pria itu dengan mengulurkan tangan nya.
Mendengar nama akhir 'Setiawan' dari pria itu membuat Alexa melebarkan kedua matanya karena terkejut.
"Loh, kok nama kita hampir sama pak Namaku Alexa Setiawan!" ucap Alexa di dalam keterkejutan nya.
JEDDER.
Bagai disambar petir di siang bolong, Hendra Setiawan tak kalah terkejut ketika mendengar nama gadis cantik yang berdiri di depannya.
Kemudian ia teringat akan Bu Rianti, istri pertamanya yang telah pergi meninggalkan dirinya beberapa tahun yang lalu. Pak Hendra juga mengingat kalau saat itu, Bu Rianti sedang hamil tujuh bulan.
"Ap…apakah ibumu bernama Rianti?" tanya Pak Hendra dengan sedikit tergagap karena terkejut.
"Ya, Pak, benar." jawab Alexa dengan singkat.
"Apakah ada fotonya nak?"
"Ada apa Pak, sebentar!"
Alexa pun melepaskan kalung liontin yang ia pakai di lehernya. Alexa membuka mata kalung liontin itu, dan tampaklah dua buah foto kecil.
"Ini foto ibuku, Pak! dan yang satu ini, aku tidak tahu itu foto siapa," ucap Alexa apa adanya, ia menunjukkan dua foto itu kepada Pak Hendra yang langsung meraih kalung liontin tersebut.
Memang, Alexa mendapatkan kalung itu dari Mbok Mirah, yang menemukan kalung liontin itu di dalam lipatan pakaian Bu Rianti saat ia mengemasi semua barang-barang milik Bu Rianti. Dan Mbok Mirah tidak mengatakan apapun tentang kalung liontin itu, ia hanya menyuruh Alexa untuk memakainya saja.
Bahkan, ketika Alexa bertanya tentang ayahnya, Mbok Mirah lebih memilih untuk diam. Karena ia telah terlanjur terikat janji dengan Bu Rianti.
"Tapi, foto ini mirip bapak ya," lanjut Alexa, dan sontak membuat Pak Hendra menangis.
"Kenapa Pak, ada yang salah dengan ucapanku?" tanya Alexa keheranan.
"Putriku," lirih Pak Hendra.
"Putri, maksud bapak apa?" Alexa masih tidak mengerti.
"Akulah ayahmu nak, ibumu adalah istri ku." jawab Pak Hendra.
"Oh, benarkah?" seulas senyum hadir di bibir indah milik Alexa.
Pak Hendra mengangguk, seraya merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.
"Sekarang panggil aku Ayah," pinta Pak Hendra dengan sendu.
Alexa pun mengangguk dengan lirih ia berkata,
"Ayah…,"
Karena haus akan kasih sayang, tanpa berpikir panjang Alexa langsung berhambur ke dalam pelukan Pak Hendra.
Terasa hangat, bahkan sangat menghangatkan jiwa Alexa yang memang telah membeku. Pelukan yang selama ini dirindukan, pelukan yang hanya berada di dalam khayalannya, kini telah ia rasakan dengan nyata.
"Putriku," bisik Pak Hendra lirih.
Mereka saling menikmati indahnya sebuah pelukan yang baru pertama kalinya mereka rasakan.
"Sekarang antarkan Ayah kepada ibumu," pinta Pak Hendra setelah pelukan mereka terlepas.
"Mari Yah!" jawab Alexa singkat.
Dengan mengendarai mobil Pak Hendra, mereka menuju ke desa Ciganjur.
Sedangkan sepeda yang dinaiki oleh Alexa sebelumnya di taruh di jok belakang.
Kini mereka mulai memasuki jalan desa Ciganjur, jalan yang berbatu dan penuh lubang.
"Stop, berhenti disini Yah!" seru Alexa ketika mereka telah sampai di pemakaman umum.
Pak Hendra mengerutkan dahinya hingga membuat kedua alisnya saling bertautan.
"Mengapa berhenti disini?" tanya Pak Hendra dengan heran.
"Karena disinilah ibu berada," jawab Alexa seraya turun dari mobil.
Dalam keheranan Pak Hendra mengikuti langkah Alexa memasuki area pemakaman.
"Lihatlah yah, itu makam ibuku," tunjuk Alexa ke sebuah pusara yang masih basah dan banyak jenis bunga bertaburan di sana.
JEDDER.
JEDDER.
Bagai petir menggelegar di telinga Pak Hendra, ketika Alexa mengatakan bahwa ibunya telah meninggal dunia.
"Tidak, tidak mungkin, Rianti masih hidup, aku yakin ibumu masih hidup." Pak Hendra tidak percaya.
"Untuk apa aku berbohong, justru disini aku yang menginginkan ibuku tetap hidup!" ucap Alexa, bulir-bulir bening mulai menetes dari kelopak matanya.
Tak dapat dielakkan lagi, Pak Hendra jatuh tersungkur di atas pusara istrinya. Ia mulai menangis menyesali semua perbuatannya yang telah menyebabkan mereka berpisah.
"Maafkan aku Rianti, aku menyesal, kau bawa lukamu hingga kau tiada," lirih Pak Hendra di antara isak tangisnya.
Pak Hendra memeluk pusara istrinya, ya dikatakan istri karena walau telah bertahun-tahun berpisah, mereka belum bercerai secara resmi dan Pak Hendra tidak pernah menjatuhkan talak kepada Bu Rianti.
"Sudahkah Yah, relakan ibu, biarkan ibu tenang dialam sana!" ucap Alexa seraya berjongkok di samping Ayahnya.
Meskipun jauh di dalam hatinya, ia sendiri masih merasa sangat berat untuk menerima kenyataan bahwa ibunya telah tiada.
"Tuhan maha adil Yah, kemarin Tuhan mengambil Ibu, dan hari ini Tuhan mengirimkan Ayah untukku." ucap Alexa, walau seberat apapun beban penderitaan yang ia tanggung, Alexa tetap saja bersyukur.
"Kau sangat mirip dengan ibumu, wajahmu ayu, manis sama persis seperti Rianti," Pak Hendra meraih wajah putrinya, menatap wajah itu dengan penuh penyesalan.
Alexa menikmati saat-saat yang memang ia harapkan sedari dulu.
"Maafkan Ayahmu ini nak, selama ini kau pasti sangat menderita, tapi percayalah Ayah selalu mencari keberadaan ibumu, yang saat itu pergi disaat sedang mengandung dirimu,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Nuna Nrw
udah ga ada gunanya pak
2023-08-25
0
Nuna Nrw
kenapa kau bilang? pasti si hendra bukan orang baik
2023-08-25
0
al-del
kebayang deh adegannya seperti apa.
2023-08-25
0