Inikah Garis Takdirku?
"Koran... koran...koran...!" suara gadis cantik menyibak panasnya sang mentari di desa Ciganjur.
Gadis itu berjalan seraya menjajakan koran yang dipegangnya, gadis cantik itu bernama Alexa Setiawan.
Alexa berjalan menjajakan di bawah teriknya sang mentari, tanpa menghiraukan panas yang menerpa tubuhnya. Ia terus saja berjalan dengan harapan koran-koran yang dibawanya akan laku terjual semuanya.
"Pokoknya hari ini semua koran ini harus laku, aku harus menebus obat ibu di apotek," gumam Alexa seorang diri.
Sreeetttt......! Ttiiiiiiiiitttttt.....!!
"Oh, Tuhan...!" teriak Alexa seraya memejamkan kedua matanya. Suaranya melengking keras.
Suara rem dan klakson mobil bersamaan dengan suara teriakan Alexa.
DEG. DEG. DEG!
Suara jantung Alexa berdetak kencang, seperti genderang yang akan perang. Perlahan Alexa membuka kedua matanya setelah ia merasa tidak terjadi sesuatu kepada dirinya.
"Untunglah aku selamat." Alexa mengusap dadanya ketika ia melihat mobil mewah berhenti tepat di depannya, jarak antara mobil itu dan dirinya hanyalah beberapa centimeter saja.
"Hei! cari mati! jalan seenaknya saja." terdengar seseorang berteriak dari dalam mobil, sontak membuat Alexa kembali terkejut.
"Maaf," ucap Alexa, ia berniat mengalah walau Sebenarnya dialah yang hampir di tabrak.
"Cepat, minggir!" teriak suara itu lagi. Sepertinya orang itu sedang terburu-buru.
Namun, apa yang terjadi?
Alexa bukannya minggir, malah celingak-celinguk di tempatnya. Karena Alexa masih merasa syok dengan apa yang baru saja terjadi.
Merasa tidak digubris, orang yang mengendarai mobil itu segera turun, rupanya seorang pria tampan yang sangat gagah.
Saga Hawiranata Kusuma, pewaris tunggal Hawiranata Kusuma Corp. Pria bermata elang, memiliki manik mata kebiruan. Dengan langkah tegapnya berjalan menghampiri Alexa.
"Disuruh minggir kok malah bengong!" ucap pria yang bernama Saga, seraya menarik lengan Alexa dengan kasar, hingga membuat tubuh mungil Alexa terhempas ke pinggir jalan.
Tanpa memperdulikan Alexa yang hampir jatuh tersungkur, saga hendak memasuki mobilnya kembali.
Namun, dengan suara keras Alexa berseru kepada Saga.
"Hei, Tuan! apa Anda tidak punya sopan santun?"
Saga tidak menggubrisnya, saat itu ia telah memegang pintu mobil hendak membukanya.
Namun, diurungkan ketika kembali mendengar suara lantang dari Alexa.
"Apa orang tuamu tidak mengajarimu sopan santun?"
Saga langsung berbalik badan menghampiri Alexa. Lalu dengan angkuh ia berkata,
"Aku rasa sudah tidak ada lagi yang harus diperdebatkan, kau berdiri di tengah jalan, dan aku telah meminggirkanmu!"
"Tidak bisakah kau bersikap sedikit lembut Tuan? bukankah kau orang yang terpelajar?" ucapan Alexa benar-benar menguras kesabaran pria tampan itu.
"Aku tahu bagaimana bersikap lembut? dan kepada siapa aku bersikap lembut? yang jelas bukan kepada perempuan yang tidak tahu berterimakasih seperti dirimu!" jawab Saga mulai emosi, bagaimana mungkin seorang Saga Hawiranata Kusuma di tuding tidak memiliki sopan santun.
Selama ini banyak para wanita yang mengejarnya, bahkan berharap akan dijadikan pendamping hidupnya. Namun, tidak satupun yang mampu menarik perhatian Saga. Dan, Alexa adalah satu-satunya perempuan yang berinteraksi secara langsung dengannya.
Kebetulan hari itu, Saga sedang meninjau lokasi pemukiman penduduk yang akan ia jadikan sebagai lahan pabrik, yang akan beroperasi di desa itu. Tentunya ia akan membeli lahan itu dengan harga yang sangat tinggi.
"Memangnya kau anggap aku perempuan yang seperti apa?" Alexa masih saja bertanya dengan nada yang menjengkelkan.
Ya, bagaimana tidak akan jengkel, jika di saat syok hampir tertabrak mobil, dan belum juga rasa syok itu hilang, tubuhnya telah ditarik secara paksa dan hampir jatuh tersungkur.
Walaupun sebenarnya pria itu bermaksud baik dengan menarik tubuh Alexa ke pinggir jalan, agar tidak menghalangi jalan kendaraannya.
"Kau perempuan yang tidak tahu berterimakasih," jawab Saga dengan tegas.
"Cih, haruskah aku berterimakasih kepada orang yang hampir saja menabrak ku, harusnya kau yang meminta maaf!" Alexa tidak ingin kalah.
"Oh, benarkah begitu Nona? dasar perempuan tidak tahu diri," gerutu Saga lalu bergegas kembali memasuki mobilnya tanpa memperdulikan Alexa yang memanggilnya.
"Hei! Tuan, tunggu! kau belum meminta maaf kepadaku!"
Namun, kali ini Saga benar-benar tidak memperdulikan Alexa, saat ini ia telah kembali duduk di kursi kemudinya.
"Hei, Tuan! dengarkan aku!"
Alexa kembali berteriak dan tidak digubris sama sekali, membuat hatinya semakin jengkel. Terlebih lagi pria itu tidak meminta maaf sedikitpun.
Saga menghidupkan mesin mobil dan melajukannya dengan cepat. Membuat Alexa semakin bertambah geram
Akhirnya Alexa pun memutuskan untuk pulang, karena sinar matahari semakin menyengat.
Namun ditengah Jalan, Alexa bertemu dengan beberapa pelajar yang hendak pergi berwisata. Para pelajar tersebut memborong semua koran-koran yang di jual oleh Alexa.
"Syukurlah, semua koran ku sudah laku, sekarang aku akan pergi ke apotek untuk menebus obat ibu," bisik Alexa dengan memandangi beberapa lembar uang yang baru saja diterimanya.
Dengan langkah penuh semangat Alexa melangkahkan kakinya.
**********************************************
Hari mulai malam,
Alexa Setiawan, gadis cantik, mungil, berambut hitam, panjang dan lurus. Sedang menemani ibunya yang bernama Rianti.
Alexa gadis yang polos dan sangat lugu, ia selalu mematuhi apapun yang di perintahkan oleh ibunya.
Satu-satunya orangtua yang ia miliki di dunia ini.
Malam mulai merangkak menggelapkan suasana di desa itu, Alexa duduk di sebuah kursi kayu menghadap ke arah ibunya yang sedang terbaring tak berdaya.
Hanya sebuah lentera kecil yang menerangi rumah mereka.
"Tidurlah nak, sudah malam." Tangan Bu Rianti mengusap kepala putrinya dengan penuh kasih sayang.
Tangan yang terlihat lemas dan kurus. Namun, tidak mengurangi rasa kasihnya untuk sang putri tercinta.
"Ibu tidurlah dulu, kesehatan ibu harus tetap dijaga," sahut Alexa lembut, seraya memandang wajah Bu Rianti dengan rasa iba.
"Maafkan ibu nak, karena sebuah kebodohan yang ibu lakukan di masa lalu hingga membuatmu menderita begini." Bu Rianti meneteskan air mata yang jatuh bergulir di pipinya yang mulai keriput.
"Tidak Bu, ini sudah menjadi garis Takdirku, tidak ada yang perlu ibu sesali." Alexa mencoba menenangkan ibunya.
Tampak sebuah ingatan melintas di benak Bu Rianti, ingatan tentang tujuh belas tahun yang lalu.
Dimana ia berada di dalam posisi yang tidak seorang pun menginginkannya di dunia ini. Dimadu dengan adik kandungnya sendiri.
Hingga membuat Bu Rianti terpaksa pergi meninggalkan mansion mewah milik suaminya, Hendra Setiawan.
Pria yang sangat ia cintai hingga membuat Bu Rianti terpaksa meninggalkan kedua orang tuanya.
Namun, siapa sangka Hendra Setiawan justru menikah kembali dengan Lusi, adik kandungnya sendiri, disaat Bu Rianti sedang hamil tujuh bulan.
Lantaran tidak sanggup untuk menerima semua kenyataan pahit itu, akhirnya Bu Rianti terpaksa meninggalkan segala kemewahan di mansion suaminya.
Dengan menaiki sebuah bajai, Bu Rianti bertekad untuk pergi selama-lamanya. Hingga pada akhirnya ia sampai di pinggiran sebuah desa.
Bu Rianti berjalan kaki setelah turun dari bajai yang ia tumpangi sebelumnya. Bunyi bajai semakin menjauh meninggalkan Bu Rianti dalam kesendirian.
"Hiks… hiks… hiks… ," tangis kesedihan Bu Rianti memecah kesunyian di tengah gelapnya malam.
Di tengah malam yang sunyi, Bu Rianti berjalan seorang diri hanya dengan menjinjing sebuah tas kecil berisikan pakaiannya sehari-hari.
"Oh ayah, ibu maafkan aku, karma dari kalian telah aku dapatkan, mas Hendra Setiawan telah berpaling dariku, hiks… hiks… hiks…" Bu Rianti menangis meratapi nasibnya.
"Maafkan ibumu ini nak, mungkin keputusan ku akan merubah takdir hidupmu." Sambil mengelus perutnya yang membesar Bu Rianti menangis sejadi-jadinya, hingga membuat seluruh tubuhnya tergoncang.
Tidak mungkin baginya untuk kembali ke mansion orangtuanya, Bu Rianti merasa sangat malu jika harus kembali ke mansion itu.
Masih lekat didalam ingatannya, dimana disaat kedua orangtuanya menentang keputusannya untuk menikah dengan pria yang bernama Hendra Setiawan.
"Aku akan membawa luka ini sendiri, biarlah aku menanggung sendiri beban hidup ini," rintih Bu Rianti sembari terus melangkah.
Langkah yang membawanya menyusuri sebuah desa kecil, jauh dari keramaian kota. Desa yang akan memberikan kehidupan baru untuk dirinya dan juga bayi yang berada di dalam kandungannya.
Dalam kebingungan Bu Rianti terduduk di di pinggir jalan sembari bersandar di batang pohon dengan kedua mata terpejam, karena merasa letih setelah menempuh perjalanan panjang.
Tiba-tiba sebuah tangan memegang pundak Bu Rianti, diiringi dengan sebuah suara yang bertanya kepadanya.
"Hei, adik kenapa, dan hendak kemana?"
Bu Rianti menoleh ke arah datangnya suara, tampaklah olehnya seorang wanita setengah baya berdiri di sampingnya.
Dengan cepat Bu Rianti mengusap air matanya.
Kemudian, Bu Rianti berdiri perlahan.
"Tidak tahu," jawab Bu Rianti sejujurnya.
"Ini sudah larut malam, tidak baik adik sendirian disini, apalagi adik sedang mengandung."
"Maaf, anda siapa?" tanya Bu Rianti karena merasa tidak mengenali wanita itu.
"Kenalkan nama saya Mirah, warga kampung disini biasa memanggil saya mbok Mirah," jawab wanita itu memperkenalkan dirinya.
"Kalau boleh tahu, nama adik siapa?" lanjut mbok Mirah bertanya.
"Namaku Rianti."
Mbok Mirah memperhatikan penampilan Bu Rianti dari ujung rambut hingga ujung kakinya.
"Sepertinya adik dalam masalah," ucap mbok Mirah menerka-nerka.
Bu Rianti terdiam.
"Saya akan merasa senang jika adik ikut dengan saya, adik bisa beristirahat di rumah kecil saya," ucap mbok Mirah menawarkan.
"Tapi…," Bu Rianti merasa ragu untuk menerima tawaran dari mbok Mirah.
"Adik tidak usah khawatir, saya tidak berniat jahat, saya hanya kasihan melihat adik sendirian malam-malam, lagi pula saya tinggal sendirian," ucap mbok Mirah.
"Kemana keluarga mu?" Bu Rianti bertanya untuk mengetahui lebih dalam tentang mbok Mirah.
Karena ia khawatir akan tertipu kembali dengan sikap baik seseorang, pengalamannya bersama Hendra, memberikan pelajaran berharga untuk nya agar lebih waspada.
"Suami dan anak saya meninggal dua tahun yang lalu, karena sakit keras," jawab mbok Mirah dengan kepala tertunduk, terlihat sebuah kesedihan di wajahnya.
"Maaf, aku tidak bermaksud untuk membuat mu sedih," ucap Bu Rianti.
"Tidak apa-apa," jawab mbok Mirah.
Akhirnya Bu Rianti menerima tawaran dari mbok Mirah untuk bermalam di rumahnya.
Mungkin karena merasa senasib, lama kelamaan mereka semakin akrab seperti layaknya saudara.
Dan, sejak saat itulah Bu Rianti tinggal bersama mbok Mirah.
Hingga pada saat Bu Rianti melahirkan bayi perempuan cantik dan lucu, mereka pun membesarkan bayi yang di beri nama Alexa Setiawan itu bersama-sama.
"Seharusnya saat ini kau menikmati hidup yang serba mewah, karena ayahmu adalah seseorang yang kaya raya, tapi karena keegoisan ku, malah membuat mu hidup dalam serba kekurangan," gumam Bu Rianti setelah teringat bayangan masa lalunya.
Tangan Bu Rianti hendak menggapai sebuah gelas yang berisi air putih, namun, tangannya terlalu lemah untuk menjangkau gelas itu yang letaknya agak jauh dari tempatnya, hingga membuat tangan Bu Rianti kembali terkulai.
"Ibu mau minum?" Alexa yang melihatnya segera meraih gelas itu dan menaruh sedotan untuk memudahkan ibunya minum, agar tidak perlu di duduk kan.
SRUUUUTTT.
GLEK. GLEK. GLEK.
Bu Rianti perlahan-lahan menelan air yang memasuki kerongkongan nya. Benar-benar terasa segar, kerongkongannya yang kering kini telah di basahi oleh air yang ia minum.
"Masih kurang Bu?" Alexa menawarkan kembali kepada ibunya.
Bu Rianti menggelengkan kepala sembari berkata.
"Tidak nak, lebih baik kau tidur saja, apakah besok kau libur?"
Kata libur yang Bu Rianti maksud bukan untuk sekolah, melainkan ia bertanya tentang pekerjaan Alexa yang menjadi seorang penjual koran.
Ya, Alexa memang sejak kecil menjadi penjual koran, ia mengambil koran-koran itu dari salah satu temannya dan menjualnya kembali ke rumah-rumah orang yang berada dan beberapa toko.
Semua itu ia lakukan demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga ibunya yang memang sejak dulu sering sakit-sakitan.
"Iya bu, besok pagi-pagi sekali aku akan mengambil koran di rumah mbak Septi karena stoknya telah habis," jawab Alexa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Ara Julyana
anak yang menanggung kesalahan orang tuanya di masa lalu kasihan Alexa
2023-08-24
0
Ara Julyana
untung ada yang nolong
2023-08-24
0
Ara Julyana
kenapa harus malu, kasihan anakmu bu
2023-08-24
0