"Seharusnya kau tidak perlu bekerja banting tulang seperti ini Lexa, maafkan ibu karena sering sakit-sakitan jadi menyusahkan dirimu."
"Tidak Bu, sudah menjadi kewajibanku untuk merawatmu disaat sakit, dan menjaga di setiap hari-harimu!" ucap Alexa dengan tegas.
"Yang lalu biarlah berlalu jangan diungkit lagi Bu," lanjut Alexa.
Alexa lebih memilih untuk menerima apapun yang ditakdirkan Tuhan kepadanya, ia percaya dibalik semua derita yang dirasakan bersama ibunya, pasti akan berubah manis di kemudian hari.
Meskipun di dalam hati, Alexa sangat ingin mengetahui siapa ayah kandungnya, dan dimana keberadaannya. Namun, semua itu ia simpan jauh didalam lubuk hatinya demi menjaga perasaan ibunya.
"Benar apa yang dikatakan Alexa, kuburlah dalam-dalam masa lalumu, jangan diingat-ingat lagi."
Tiba-tiba saja sebuah suara terdengar di balik tirai yang tersingkap. Kemudian terlihatlah sosok wanita tua memasuki kamar Bu Rianti.
"Sudah diminum obatnya?" tanya mbok Mirah.
Ya, wanita tua itu adalah mbok Mirah, orang yang telah menampung Bu Rianti dan Alexa di rumahnya.
"Sudah mbok!" jawab Alexa segera.
"Sekarang lebih baik kamu istirahat dulu lexa, seharian kamu bekerja keras banting tulang dan sekarang kamu juga menjaga ibumu," ucap mbok Mirah menyarankan kepada Alexa.
"Tidak Apa-apa mbok, ini sudah menjadi kewajiban ku," jawab Alexa, walau bagaimanapun hanya dirinyalah satu-satunya keluarga yang dimiliki oleh ibunya. Jadi kalau bukan Alexa siapa lagi yang akan menjaga ibunya.
"Ingatlah, usiamu sebentar lagi akan genap tujuh belas tahun, sisakan waktumu sedikit untuk merawat diri." nasehat mbok Mirah.
Jujur, mbok Mirah merasa tidak tega melihat Alexa yang bekerja sebagai penjual koran.
Setiap hari Alexa mengelilingi perkampungan untuk menjajakan koran-korannya. Dan hasilnya sebagian ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan sebagiannya lagi ia tabung untuk membeli obat ibunya seminggu sekali.
Memang penyakit liver yang diderita oleh Bu Rianti terbilang cukup parah, karena tidak ada biaya untuk memberikan perawatan secara medis, akhirnya Alexa memutuskan untuk menebus obat peredanya saja di apotek terdekat.
Mungkin obat ini tidak bisa menyembuhkan, tapi setidaknya dengan obat ini bisa meringankan rasa sakit yang di derita oleh ibunya.
"Lexa, tidurlah, biar mbok yang menemani ibumu," pinta mbok Mirah lagi, karena permintaan yang sebelumnya tidak di gubris oleh Alexa.
Mendengar permintaan dari mbok Mirah, akhirnya Alexa beranjak dari tempat duduknya.
"Baiklah mbok, Lexa tinggal dulu Bu." Alexa memandang lekat ke arah wajah ibunya yang hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban dari ucapan Alexa.
Karena merasa tidak enak hati kepada mbok Mirah jika harus menolak, akhirnya Alexa terpaksa meninggalkan kamar ibunya walau dengan perasaan terpaksa.
Sayup-sayup terdengar percakapan antara Bu Rianti dan mbok Mirah.
"Sampai kapan kau akan seperti ini terus dik? Ingatlah Alexa membutuhkan dirimu untuk menemaninya hingga dewasa." Mbok Mirah membuka percakapan.
"Lupakanlah semua masa lalu, di balik itu semua pasti ada masa depan yang lebih cerah," lanjut mbok Mirah.
Bu Rianti menghela napas perlahan.
"Sebenarnya logika ku ingin sekali melupakan semua itu, tapi, hati ini rasanya susah untuk melupakan dirinya walau hanya sedetik pun, walau terkadang aku masih teringat pengkhianatan yang di lakukan oleh nya kepada diriku!" jawab Bu Rianti yang membuat mbok Mirah geleng-geleng kepala.
"Pantas saja penyakitmu tidak sembuh-sembuh, kau terlalu menyimpan semuanya," celetuk mbok Mirah.
Bu Rianti memegang tangan mbok Mirah lalu berkata.
"Mbok, mau kah berjanji kepadaku?" Bu Rianti memegang tangan mbok Mirah.
"Janji apa?"
"Jangan pernah beritahu Alexa siapa ayah kandungnya," pinta Bu Rianti.
Mendengar permintaan dari Bu Rianti,
Membuat mbok Mirah mengerutkan kening.
"Kenapa?" tanya mbok Mirah kemudian.
"Aku hanya tidak ingin putriku mengalami nasib yang sama seperti diriku." Bu Rianti memalingkan wajahnya.
"Cukup aku saja yang tersakiti, cukup aku saja yang kecewa dengan perbuatan mas Hendra yang telah menduakan diriku dengan adikku sendiri." air mata mulai bercucuran mengalir bagai anak sungai di pipi Bu Rianti.
"Baiklah, aku berjanji tidak akan pernah menceritakan apapun kepada Alexa," ucap mbok Mirah.
"Terimaksih mbok, kau benar-benar banyak membantuku," ucap Bu Rianti dengan sebuah senyum penuh arti.
"Kalian berdua adalah bagian dari hidupku, jadi bagaimana mungkin aku tidak akan membantu kalian," sahut mbok Mirah.
Memang benar, sejak kehadiran Bu Rianti dan Alexa semakin membuat kehidupan mbok Mirah lebih berwarna. Ia tidak lagi merasa kesepian, apalagi Alexa adalah anak yang baik dan juga sangat menyayanginya.
Sedangkan didalam bilik kamarnya, Alexa tidak tidur. Melainkan ia sedang berdiri di balik pintu mendengarkan apa yang sedang dibahas oleh ibu dan mbok Mirah.
Dan, ketika mendengar permintaan dari ibunya kepada mbok Mirah, semakin membuat Alexa merasa penasaran tentang sosok ayahnya.
Berbagai macam pertanyaan berputar di dalam otaknya. Namun, Alexa sendiri tidak mampu untuk menjawabnya.
Alexa yang selama ini sangat merindukan tentang sosok seorang ayah, karena sejak lahir ke dunia ia tidak pernah sekalipun melihat seperti apa sosok ayahnya.
Rasa ingin tahu semakin kuat, namun, ia tetap akan memendam semua itu sendiri. Bertanya kepada Bu Rianti tentang sosok ayahnya adalah hal yang tidak mungkin. sebab, Alexa tidak ingin menyinggung perasaan ibunya.
Jika Bu Rianti merahasiakan semua itu darinya, pasti ada suatu hal yang telah terjadi di masa lalu. Dan Alexa tidak ingin mengungkit masa lalu ibunya yang terdengar sangat menyakitkan.
Tiba-tiba saja Alexa tersenyum. Sebuah ide terlintas di benaknya.
"Lebih baik aku tanyakan saja kepada mbok Mirah," bisik Alexa.
"Sepertinya mbok Mirah mengetahui sesuatu, lebih baik ku tanyakan saja kepadanya." kemudian Alexa merebahkan dirinya di atas tempat tidur.
Tempat tidur yang terbuat dari bambu hanya beralaskan sebuah tikar yang telah usang.
Alexa berusaha untuk memejamkan kedua matanya di tengah kegelapan.
Ya, kamarnya memang gelap karena mereka hanya memiliki satu lentera dan itu telah diletakkan di kamar Bu Rianti.
Kehidupan Alexa jauh dari kata mewah, hidupnya yang sederhana bahkan sangat sederhana hingga bisa dikatakan serba kekurangan. Namun, Alexa selalu saja bersyukur dengan apa yang dimilikinya saat ini.
Kesehatan dan kebersamaan dengan ibu dan mbok Mirah, merupakan harta yang terbesar baginya. Walaupun di setiap harinya ia menjadi bahan perguncingan di kalangan para gadis yang seusianya.
Bahkan mereka tidak segan-segan menghina dan mencemooh Alexa ketika ia sedang menjajakan korannya, namun, bagi Alexa semua itu tidak menjadi masalah.
"Kalian bisa bersikap seperti itu karena kalian belum pernah merasakan berada di dalam posisiku, jika saja kalian merasakannya sekali saja, apakah kalian bisa untuk bertahan hidup?" itulah kata-kata yang menjadi pembela Alexa.
Disaat para remaja di desa itu datang mencemooh dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Ara Julyana
simbok udah janji sama ibumu Alexa
2023-08-24
0
Ara Julyana
ya pastilah, anak mana yang tak ingin tahu siapa ayahnya
2023-08-24
0
Ara Julyana
aku juga setuju dengan mbok
2023-08-24
0