Pagi itu Alika tidak benar-benar berlari seperti apa yang dia ucapkan kepada Erlan.
Bagaimana mau berlari jika berjalan saja dia merasa sangat kesulitan.
Hanya saja sesekali ketika dia berjalan mengelilingi kompleks tersebut, Alika meminta genggaman tangannya dilepas. Dia ingin jalan sendiri.
Sampai akhirnya dia nyaris jatuh dan Ryan dengan cepat memeluknya hingga tidak jadi terjerembab.
"Tante, apa Tante tidak melihat ada lubang di sana, kenapa jalan terus, untung tidak jatuh," ucap seorang bocah yang pagi itu bermain sepeda.
Alika terdiam, jadi Ryan yang menjawab.
"Iya sayang, Tante memang tidak lihat."
"Kenapa?"
"Mata Tante sakit," jelas Ryan.
"Maafkan aku Om, semoga mata Tante cepat sembuh ya," mohon bocah itu.
"Aamiin, terima kasih doanya," balas Ryan. Bicaranya lembut sekali, hingga mengalihkan perhatian Alika atas sedihnya dengan pertanyaan anak tersebut.
Ryan tidak menjawab matanya buta, menjawab sakit dan kemungkinan sembuh.
Bocah itu kembali mengayuh sepedanya menjauh dari mereka berdua. Sementara Ryan segera mengajak Alika untuk duduk di pinggiran trotoar khusus pejalan kaki.
Ryan memeriksa kaki Alika apakah ada yang terluka, dan benar saja, ibu jari Alika terkena batu dan mengeluarkan darrah, tadi kakinya tersandung juga.
"Sebaiknya kita pulang, mataharinya juga semakin tinggi," ucap Ryan.
"Tapi aku masih ingin disini."
"Kita pulang sambil jalan pelan-pelan, ya?" tawar Ryan pula.
Namun belum sempat Alika menjawab, Ryan sudah lebih dulu memposisikan dirinya berjongkok di hadapan gadis itu.
"Aku ada di depan mu, naiklah ke punggung ku, pulang ini kamu akan aku gendong," terang Ryan.
Alika terpaku mendengar kalimat tersebut, semakin lama baginya Erlan terlalu beelebihan, dia selalu melakukan apapun untuknya.
Dan makin lama itu membuat Alika terenyuh.
"Arahkan tangan mu ke depan, sampai menyentuh punggung ku," ucap Ryan lagi, memberi perintah karena Alika hanya diam.
"Ayo Alikaaa."
"Tapi aku berat," balas Alika Akhirnya, Mencari-cari alasan untuk menolak, dan hanya berat badan itu yang terpikir olehnya.
"Hem, sangat berat sepertinya."
Plak! Alika yang geram mendengar kalimat itu pun langsung Mengayunkan tangannya ke depan dan saat itu juga tepat mengenai punggung Erlan.
"Awh, cepatlah naik," ucap Ryan lagi.
Alika yang sudah terlanjur kesal langsung naik dengan kasar ke punggung itu. Sampai membuat Ryan nyaris jatuh terhuyung ke depan.
Tapi pria itu tidak mengeluh, malah tertawa.
"Jangan banyak tertawa, cepat gendong aku!" kesal Alika.
Susah payah Ryan menghentikan tawanya sendiri, lalu bangkit dengan dia yang menggendong Alika.
"Ternyata memang berat," ucap Ryan.
Plak! satu pukulan lagi Ryan dapatkan di pundaknya.
Tapi lagi-lagi Ryan malah tertawa.
Alika lantas perlahan berpegangan pada kedua pundak Ryan, dan dia merasakan tubuhnya mulai terayun dengan perlahan.
Erlan mulai melangkah dengan hati-hati.
"Sesuai perintah, kita akan pulang dengan pelan-pelan," ucap Ryan.
"Kamu pelayan yang patuh."
"Karena itu bayaran ku mahal."
"Aku harus berterima kasih pada Pak Ryan."
"Tentu saja, lebih bagus saat kamu menemui dia kamu sudah sembuh."
"Apa benar aku bisa sembuh Er?"
"Bukannya aku pernah menjawab, Insya Allah, asalkan kamu mau berusaha untuk sembuh, Allah pasti akan memberimu jalan."
Alika terdiam.
"Apa benar Allah akan adil seperti itu padaku?"
"Tentu saja, bahkan karena kuasanya juga aku ada disini sekarang."
Alika terdiam, merasakan daddanya yang sesak, kedua matanya pun kembali berkaca-kaca. Semua ucapan Erlan membuatnya memiliki harapan.
Namun Alika sungguh takut akan dikecewakan pula oleh harapan itu.
"Percaya padaku Al, selama kamu belum pulih aku akan selalu menemani kamu seperti ini, jadi ayo kita berjuang bersama-sama."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
andi hastutty
Semangat Ryan
2024-08-24
0
Yatinah
riyaaaan jd ikut terharuuu atas kebaikanmu
2024-04-24
1
~v
Ryan 😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍
2024-04-15
1