Ryan memberikan tongkat jalan untuk Alika dan gadis itu menerimanya dengan tangan yang gemetar.
Semuanya gelap, Alika tidak tahu kemana arah yang akan dia tuju. Apa harus ke kanan? apa harus ke kiri? apa maju atau mundur dan berbalik?
Dia masih menangis sampai tenggorokannya terasa tercekat, air mata seperti tak pernah kering dari kedua matanya yang bening. Di dalam kegelapan ini, Alika benar-benar merasa sendirian.
Berulang kali dia katakan pada dirinya sendiri jika mati adalah yang terbaik.
Tak! Alika coba mengayunkan tongkat itu hingga membentur lantai.
Ryan mengusap wajahnya frustrasi, menahan diri agar tetap kuat melihat pemandangan menyesakkan dadda ini.
"Itu adalah suara lantai," ucap Ryan, meski daddanya pun sesak namun dia tetap coba bicara dengan suara yang biasa, jangan sampai bicara dengan suara yang bergetar.
"Jangan takut untuk melangkah, saya akan selalu memberi anda petunjuk," ucap Ryan lagi.
Alika menggigit bibir bawahnya kuat, menahan agar tangisnya tidak pecah.
"Mulailah melangkah maju, pintu tak jauh dari tempat anda berdiri, sekitar 7 langkah."
Tanpa banyak tanya Alika mulai melangkahkan kakinya, meski tak tau kemana arah yang dia tuju, semuanya tak bisa dia Bayangkan.
Tiap coba menerka semuanya berubah jadi gelap.
Langkah Alika tidak lurus, membuatnya salah arah dan hendak membentur meja di dekat pintu.
Ryan buru-buru menahan tubuh Alika, namun gadis itu selalu menepis semua sentuhannya.
"Lepas!!" pekik Alika, dia tetap maju dan akhirnya menabrak meja itu. Satu kakinya terbentur dan nyeri, namun dia tidak mengeluh sedikitpun.
"Geser ke kiri dan maju, itu pintu keluarnya," ucap Ryan.
Sungguh Alika tak ingin hidup seperti ini, di bawah belas kasihan orang lain. Terbiasa hidup sendiri membuat Alika merasa bisa mandiri, dia tidak butuh siapapun untuk hidupnya.
Tapi apa yang terjadi sekarang?
Alika hanya mampu mengutuk hidupnya sendiri.
Alika sudah berhasil keluar dari ruangan tersebut, tapi tetap saja dia tidak merasakan perubahan apapun. Tongkat ini bahkan membuatnya merasa kesulitan untuk melangkah.
Alika lantas berjongkok dan meletakkan tongkat itu di lantai, dia meraba lantai yang saat ini jadi tempatnya berpijak.
Alika meninggalkan tongkat itu dan mulai melangkah pelan dengan tangan sebagai penunjuk jalan.
"Jangan begini Mbak, harus biasakan pakai tongkat," ucap Ryan, beberapa pasien di rumah sakit itu melihat Alika dan hanya mampu merasa Iba.
"Diamlah, aku bisa menentukan apa yang terbaik untukku!" balas Alika dengan sengit. Dia berjalan dengan berjongkok, namun malah menyentuh dinding.
"Ke kanan," ucap Ryan.
Satu tangan Alika menyentuh dinding, sementara tangannya yang lain meraba lantai, dia terus berjalan dengan cara seperti itu.
Sedangkan Ryan mengikuti di sampingnya dan memegang tongkat gadis itu.
Romi yang ada di sana pun mengamankan tempat, meminta tolong yang lain menyingkir saat Alika lewat. bahkan kursi tunggu pun Romi pindah agar tidak ditanyakan gadis malang itu.
Cukup lama berjalan dengan cara seperti itu membuat Alika lelah, telapak tangannya pun sudah hitam kotor.
Tapi Ryan tidak mencegah atau pun membantu Alika bangkit, kata Aresha ikuti dulu semua keinginan gadis itu. Ryan hanya perlu selalu ada di sampingnya.
"Sudah habis, ayo kita menuruni anak tangga, ambil sisi kiri," ucap Ryan.
Alika terpaksa mengikuti perintah itu, meski rasanya ada bagian di sudut hatinya yang terluka.
Namun akhirnya mereka berdua benar-benar berhasil keluar dari rumah sakit itu. Di depan pintu masuk Alika mulai mendengar suara kendaraan yang jelas.
Bibirnya tersenyum kecil, rasanya ingin berlari ke jalanan dengan asal dan sebuah mobil menghantam tubuhnya dengan kuat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
aas
yang sabar ya Alika 🤗
2025-02-09
0
Yatinah
bersabarlah alika kebahagiaanmu menunggumu di depan
2024-04-24
1
himmy pratama
kisah hidup om Rian kq tragis GT ya..kasian banget
2024-01-26
2