Ryan mundur perlahan dan memanggil bi Santi dengan gerakan tangan, lalu bicara dengan suara yang sangat pelan.
"Tidak perlu siapkan apapun di dapur, aku yang akan memasak, bibi cukup awasi Alika, tidak perlu menegurnya jika dia tidak butuh bantuan, mengerti?"
"Baik Pak," jawab bi Santi patuh. Dia berdiri di depan pintu itu dan terus mengawasi Alika.
Sementara Ryan mulai berkeliling rumah ini, ini adalah kali pertama dia datang. Sebelumnya Romi yang lebih dulu menyelidiki semuanya.
Kamar-kamar langsung terhubung dengan ruang tengah, di ujung ada dapur dan meja makan. Nampak dari tempatnya berdiri ini.
Ryan membuang nafasnya dengan kasar, sebelum melangkahkan kaki Ryan lebih dulu memejamkan kedua matanya, coba memposisikan diri andai dia Alika.
Gelap.
Dan dalam keadaan seperti itu Ryan begitu ragu untuk melangkah. Tangannya terangkat otomatis untuk meraba sekitar. Namun baru beberapa langkah Ryan tak sanggup melanjutkannya.
"Huh, ini begitu sulit," gumam pria tersebut, dia segera menuju dapur. Membuka ponselnya dan melihat data diri Alika yang dikirimkan oleh Romi beberapa waktu lalu.
Di sana ada diri, bahkan lengkap dengan makanan kesukaan gadis tersebut.
Juga apa-apa saja yang tidak disukai Alika.
Ryan tersenyum kecil saat membaca beberapa poin yang sama dengan dirinya.
Ternyata mereka berdua sama-sama takut kecoa dan tidak suka minuman hangat.
Puas membaca, Ryan pun mulai berkutat di dapur berukuran kecil tersebut. Memasak adalah salah satu keahliannya.
Ketika jam makan siang tiba, Ryan memerintahkan bi Santi untuk membawa Alika menuju meja makan.
Ryan yang menunggu disana lagi-lagi melihat Alika yang memilih jalan sendiri daripada dibantu oleh orang lain, tapi sekarang seperti ada kemajuan.
Alika tidak lagi berjongkok dan meraba lantai, dia sudah berdiri dan meraba sekitar.
Mungkin karena ini adalah rumahnya. Batin Ryan.
Brak! Alika tanpa sengaja menabrak kursi.
"Ini tempat duduk ku kan?" tanya Alika dengan kedua mata yang menatap sembarang, bukan pada bi Santi ataupun pada Ryan. Kursi yang disentuh Alika adalah kursi yang ada di kepala meja.
"Benar Mbak, itu adalah kursi anda," bi Santi yang menjawab.
"Apa ada Erlan disini?" tanya Alika lagi.
"Saya disini Mbak," jawab Erlan.
"Kalian berdua tidak perlu bicara formal padaku, panggil saja namaku," balas Alika.
"Baik," jawab Ryan dan bi Santi bersamaan.
Sungguh, bi Santi jadi merasa tidak enak hati sendiri, apalagi saat melihat Tuannya bersikap sama seperti dia. Tapi bi Santi coba memahami tuannya tersebut, rasa bersalah yang teramat dalam membuat sang Tuan rela jadi pelayan, dengan seperti itu akan ada sedikit rasa tenang yang dirasakan oleh sang Tuan. Seperti menebus sebuah kesalahan.
"Ayo kita makan sama-sama," ajak Alika, dengan gerakan putus-putus akhirnya dia duduk di kursi itu.
"Biar bibi ambilkan nasinya Alika," ucap bi Santi.
Alika mengangguk.
Mereka makan siang bersama, namun Ryan dan bi Santi lebih banyak menatap ke arah Alika.
Awalnya Alika makan menggunakan sendok, namun akhirnya dia ganti menggunakan tangannya sendiri. Sesekali salah hingga membuat nasi itu tumpah.
Bi Santi tidak bisa makan dengan daddanya yang sesak seperti ini. Apalagi saat dia hendak membantu Alika, Pak Ryan menahannya.
Menggelengkan kepala memberi isyarat jangan.
"Bibi makan saja," ucap Ryan tanpa suara, tapi gerakan bibir itu bisa bi Santi pahami dengan baik.
Saat bi Santi mengangguk, ada air matanya yang jatuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Nur Syamsi
😭😭😭😭😭 mudah"an cepat disembuhkan matanya Thor kasian 😭😭😭😭😭
2025-02-14
0
Hariyanti
😰😰😰😰
2025-01-25
0
andi hastutty
Kadang sesak yah
2024-08-24
0