"Erlan, apa kamu masih ada di sini?" tanya Alika, dia kini terduduk di lantai dengan kepala yang mendongak ke atas, entah kemana arahnya namun dia berharap menghadap ke arah Erlan.
Pria yang sebenarnya kini ada di belakang dia.
"Iya Mbak saya di sini dan akan selalu ada bersama dengan mbak Alika, mau saya bantu untuk berdiri?" tanya Ryan, dia mendekat bahkan ikut berjongkok.
"Apa rumah sakit ini sangat sepi, sejak tadi aku tidak merasa ada orang lain di sini," tanya Alika pula. Dia baru sadar jika tak ada satu pun orang yang dia temui selama berjalan keluar.
Dia tidak tahu jika Romi sudah membuatkan jalan untuknya.
Romi juga ada di sana bahkan mampu mendengar pertanyaan Alika tersebut, tapi Romi hanya diam. Dia tidak akan menunjukkan diri tanpa perintah sang Tuan.
"Ada, tapi tidak banyak," jawab Ryan.
"Apa di depan masih ada tangga?" tanya Alika.
"Ada, hanya 1 dan kecil, setelah itu jalanan menuju keluar dari area rumah sakit ini."
Alika kembali meraba-raba tangannya di lantai, mulai berjongkok dan kembali berjalan. Sampai akhirnya dia menemukan tangga kecil yang di sebutkan oleh Erlan.
"Mbak, ayo bangun." Ryan tidak bisa diam saat tangan Alika menyentuh jalanan yang cukup kasar, tidak seperti lantai rumah sakit.
Dia bahkan langsung memeluk pundak Alika dan menarik wanita itu untuk bangkit.
Tapi kali ini Alika tidak berontak, dia menurut dan hal itu cukup membuat Ryan merasa heran.
Namun dia tak sempat banyak tanya, Ryan segera membawa Alika menuju area parkir, tempat yang Alika kira adalah jalan raya.
"Kita pulang naik taksi kan?" tanya Alika.
"Iya Mbak," jawab Ryan bohong, tentu saja mereka akan pulang menggunakan mobil pribadi milik pria itu.
"Bagus, aku tidak mau pulang ke rumah pemberian tuan mu, aku akan pulang ke rumah ku sendiri," putus Alika, bibirnya tersenyum kecil, sangat kecil sampai Ryan tidak bisa menyadarinya.
Rumah yang Alika maksud adalah kematiannya.
"Jangan begitu Mbak, pak Ryan sudah menyiapkan semuanya." Ryan coba menolak.
Alika menghentikan langkah.
"Apa kamu ingin membuatku semakin gila? tinggal di rumah baru yang tidak aku tahu seluk-beluknya?" tanya Alika dengan suara yang terdengar sangat dingin. Tatapannya pun terlihat begitu tajam meski tidak lurus menghadap ke arah Ryan.
dan mendengar dua pertanyaan penuh sindiran itu membuat Ryan mengerti, bahwa Alika akan nyaman tinggal di rumahnya sendiri, di sana dia sudah memahami tiap sudut.
"Baiklah Mbak, kita akan pulang ke rumah Mbak Alika," jawab Ryan.
Apa yang semalaman Romi kerjakan kini jadi percuma, karena nyatanya Alika tidak akan pulang ke rumah sang Tuan. Rumah yang kini terlihat sangat senggang karena semua perabot telah dipindahkan.
"Dimana jalan raya?" tanya Alika.
"Ini sudah jalan raya Mbak, kita hanya menunggu taksi lewat." Ryan memberi isyarat Romi untuk segera mengambil mobil mereka.
"Kenapa sepi sekali, kenapa aku tidak mendengar banyak kendaraan?"
"Kita cukup jauh dari tepi jalan, tapi taksi akan melihat jika kita melambai."
Alika berjalan dengan cepat ke depan, sampai membuat Ryan sangat terkejut.
Sampai saat Alika hendak lari dia justru menabrak mobil yang terparkir disana.
Bugh!
Alika jatuh, namun dia tak merasa mobil tersebut menghantamnya.
"Kenapa? kenapa aku TIDAK MATI!!!" pekik Alika putus asa. Telapak tangannya terasa perih, tergores batu tajam disana.
"Ini bukan jalanan kan? kamu membohongi aku ERLAN!!"
"Mbak tenang."
"Jangan menyentuh KU!! ARGHT!! Alika menjambak rambutnya frustrasi.
"Dimana jalan RAYA! DIMANA!!" Alika bangkit dan berlari ke sembarang arah, jalannya terhuyung tak tentu arah.
Sampai nyaris kembali menabrak mobil, Ryan segera merengkuh tubuhnya dengan kuat.
Ryan tahu, Alika ingin bunnuh diri. Dan hal itu tidak akan pernah dia biarkan terjadi.
"LEPAS!!"
"Jangan begini Mbak! Semuanya belum berakhir!"
"Tau darimana kamu Hah! Tau DARIMANA!!" Alika kembali menangis di halaman parkir rumah sakit tersebut. Bagi Alika hidupnya telah berakhir.
Romi bahkan keluar lagi dari dalam mobil dan mendekati kekacauan ini.
"Pak Ryan, dia akan membiayai semua pengobatan untuk kesembuhan mata Anda. Beliau juga akan mencari pendonor mata," terang Ryan lirih.
Diiringi tangis Alika yang begitu perih.
"Apa benar seperti itu? kamu tidak bohong? mataku bisa sembuh?" tuntut Alika dengan suaranya yang bergetar.
"Insya Allah," jawab Ryan lirih, yang artinya Jika Allah Mengizinkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Femmy Femmy
Ryan dan Erlan itu satu nama nya ya??
2024-07-03
1
Yatinah
lanjuttt kak author aku suka ceritanyaa
2024-04-24
1
L A
awal novel yg bagus, alurnya enak diikuti
2024-02-20
1