Sore itu hujan turun.
Alika baru saja selesai mandi ditemani oleh bi Santi. Kini Alika sedang duduk di kursi meja riasnya dan bi Santi menyisir rambut panjangnya dengan lembut.
Sayup-sayup mendengar suara hujan rintik di luar sana.
Awalnya pelan namun lambat laun berubah jadi cukup deras. Ada juga hembusan angin yang cukup dingin.
"Bi, hujan ya?" tanya Alika.
"Iya Al, bibi akan tutup jendelanya."
"Jangan!" cegah Alika, suaranya yang tinggi membuat langkah kaki bi Santi seketika terhenti, padahal baru satu langkah dia ambil untuk menuju jendela itu.
"Jangan di tutup Bi, aku mau lihat hujannya," ucap Alika tanpa sadar, namun detik itu juga dia langsung tau bahwa ucapannya salah. Lalu buru-buru pula untuk membenahinya ...
"Maksud ku ... aku_"
"Ayo kita lihat sama-sama," ajak bi Santi, dia menyentuh pundak Alika dengan lembut. Pasti Alika kembali merasakan sesak di daddanya lagi, pikir bi Santi.
Dan Alika tidak menjawab lagi, dia hanya menurut saat bi Santi membantunya bangkit dan mereka berjalan menuju jendela tersebut. Angin jadi samakin jelas Alika rasakan.
Dua tangannya maju ke depan dan mulai meraba-rasa jendela tersebut, aliran air dari atas rumahnya mengucur dengan cukup deras.
Perlahan, Alika pun mengeluarkan tangannya hingga berhasil menyentuh air hujan tersebut.
Terasa sangat nyata ketika tangannya bisa merasakan seperti ini.
Alika tersenyum dan bi Santi bisa melihatnya, hingga membuat bi Santi pun ikut tersenyum juga. Diam-diam bi Santi pun bangga dengan bagaimana perjuangan Alika hidup selama ini.
Anak panti asuhan yang bekerja sembarang untuk bisa menempuh pendidikan, sampai akhirnya bisa jadi seorang pramugari.
"Bibi yakin, sangat yakin, sebentar lagi kamu pasti bisa kembali melihat Alika," ucap bi Santi dengan perasaannya yang begitu tulus.
Alika sampai bisa merasakan ketulusan itu.
Selama ini dia tak benar-benar pernah mendapatkan kasih sayang dari seseorang. Ibu panti asuhan pun tidak menyayanginya seperti ini.
Beberapa tahun pertama saat Alika mulai bekerja, ibu panti asuhannya bahkan berulang kali meminta uang dengan paksa, katanya untuk membayar selama Alika tinggal disana.
"Bi, apa pak Ryan membayar bibi dengan mahal untuk jadi pelayan ku?" tanya Alika, sikap baik bi Santi dan Erlan pasti tak lepas dari banyaknya jumlah uang yang mereka terima.
Alika memang beranggapan bahwa apapun bisa dibeli dengan uang, termasuk kasih sayang.
"Kenapa bertanya seperti itu Alika?" tanya bi Santi.
Alika tidak langsung menjawab, dia lebih dulu mengulurkan 1 tangannya lagi hingga kedua-duanya menyentuh air hujan tersebut.
"Sejak pertama kali kita bertemu, bibi memperlakukan aku dengan sangat baik. Bahkan aku bisa dengar saat bibi menangis di malam hari, bibi menangis karena melihat aku yang malang," terang Alika.
"Bibi pasti melakukan itu semua karena mendapatkan bayaran yang mahal kan? bukan karena benar-benar tulus mengasihi aku," timpal Alika, kembali mengajukan pertanyaan.
Namun kini suaranya terdengar lebih lirih.
Dan hal itu membuat bi Santi terenyuh. Meski sulit untuk menjawab, namun bi Santi tetap buka suara ...
"Bibi memang dibayar Alika, bayaran yang lebih mahal daripada jadi pelayan biasa. Dan tentang ketulusan, bibi juga tidak bisa banyak menjelaskan, biar hatimu saja yang merasakannya," balas bi Santi, bicaranya lembut sekali, keibuan, dan jawaban itu kembali berhasil membuat dadda Alika terasa sesak.
Andaikan, dia bisa memiliki ibu seperti bi Santi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Nur Syamsi
sangat langkah dapat orang yg tulus Alika....
2025-02-14
0
Hariyanti
😭😭😭
2025-01-25
0
andi hastutty
Kasih sayang yg tulus tidak perlu bayaran yg mahal Alika
2024-08-24
1